Sepasang mata itu menatap kagum akan apa yang ada didepannya saat ini. Langit menepati janjinya untuk menjemput Jingga keesokan harinya. Setelah perjalanan yang cukup panjang sampailah mereka dikawasan Banten, lokasi dimana terdapat rumah baca milik komunitas Langit.
Rumah baca itu tak begitu luas. Jingga berasumsi luasnya tak sampai 20 meter persegi dengan cat berwarna-warni khas anak-anak. Tapi luas rumah baca itu tak menjadi penghambat bagi teman-teman komunitas Langit yang terlihat selalu sibuk dan tanpa kenal lelah menghibur anak-anak kurang beruntung tersebut. Pancaran bahagia juga terlihat dari sorot mata anak-anak yang sibuk membaca dan melakukan kegiatan lainnya.
Rumah baca ini dibagi oleh beberapa sekat. Setiap sekatnya berisi beberapa anak-dan juga teman-teman komunitas yang melakukan berbagai kegiatan. Ada yang belajar menghitung, membaca, menggambar atau mendengarkan cerita.
Jujur awalnya Jingga tak menyangka mendapat sambutan yang luar biasa dari anak-anak disini. Malah ia sempat merasa risih tatkala awal perkenalannya mendapat pelukan erat dari sebagian anak-anak. Rata-rata saat Jingga menyebutkan namanya, anak-anak langsung membalas dengan menyebutkan nama masing-masing lalu mencium tangan Jingga dan memeluknya erat. Begitu bahagianya berada dilingkungan yang tanpa pura-pura seperti ini.
Selain diperkenalkan kepada anak-anak, Jingga juga diperkenalkan oleh Langit kepada teman-teman komunitasnya. Ada Gera, Liska, Fahmi, Caca, Rere dan beberapa teman lainnya yang tak dapat Jingga sebutkan satu per satu.
Sudah hampir sejam yang lalu Langit menceritakan isi buku cerita kepada anak-anak di rumah baca. Jingga tak menyangka Langit begitu lihai dalam menceritakan kembali sebuah buku. Anak-anak tampak berbinar-binar menunggu kelanjutan cerita dari ucapan Langit. Tanpa sadar pun Jingga terhanyut oleh cerita yang keluar dari mulut Langit.
Langit menghampiri Jingga setelah menamatkan ceritanya beberapa saat yang lalu, "Hai," ucap Langit membuka percakapan. Langit berjalan kearah Jingga dan duduk disebelahnya, "Gimana aksi aku tadi?" ucap Langit sambil menaikkan sebelah alisnya, "Keren kan?"
"Lumayan." Ujar Jingga memasang wajah datarnya. Jingga berbohong menjawab lumayan karena berdasarkan apa yang dilihatnya tadi Langit sangat luar biasa, namun karena tak mau terlalu memuji Langit terpaksa ia harus berbohong. Lagi pula kalau Jingga terlalu memuji Langit bisa-bisa Langit terbang kelangit ketujuh.
Sayup-sayup terdengar seseorang memanggil nama Jingga, "Jingga... sini!" ternyata panggilan tersebut datang dari Liska dan Rere yang mengajak Jingga ikut bergabung dengan mereka.
"Kamu diajak ikutan tuh sama Rere."
"Gak deh... aku ga bisa kayaknya...," Jingga meringis mengucapkan jawabannya. Sebenarnya ia mau saja ikut bergabung mengajar bareng mereka, namun bagaimanapun juga selalu ada rasa takut untuk memulai kegiatan baru.
"Belum dicoba udah bilang ga bisa." Langit mengajak Jingga berdiri lalu mendorongnya untuk menghampiri Rere dan Liska, "Kamu pasti bisa Jingga!" ucap Langit memberi semangat pada Jingga diikuti sorak sorai anak-anak dan tepukan tangan dari mereka.
Awalnya Jingga bingung mau melakkukan apa didepan anak-anak rumah baca ini. Namun setelah berdiskusi dengan Rere dan Liska, Jingga menyetujui bahwa ia akan mengajarkan anak-anak menggambar. Ya.. walaupun biasanya gambar-gambar yang dibuat Jingga untuk keperluan pekerjaan kebanyakan gambar simetris atau bangun ruang tapi Jingga tak melupakan pelajaran gambar mendasar saat kuliahnya dulu. Karena pelajaran gambar ialah pelajaran yang tak pernah membuat Jingga merasa bosan. Apalagi dibantu Rere yang memang berprofesi sebagai ilustrator.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Jingga (Complete)
RomanceCerita tentang Langit dan Jingga yang bertemu pada ruang waktu yang sama. Langit selalu menanti sang fajar, karena ia tahu bahwa nanti akan bertemu Jingga Langit-Jingga mohon vote dan komennya ya :*