Part 15

1.9K 142 0
                                    

Sebelum dibaca vote dulu yaa

*

Langit mengantar Jingga pulang selepas magrib. Setelah aksinya tadi sore yang membuat Jingga terkejut, Langit tak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang aksinya tadi. Malah Langit bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa. Itulah yang membuat Jingga sedkit sebal dengan Langit, bagaimana bisa dia bersikap biasa saja setelah menjungkirbalikkan hatinya secara tiba-tiba.

Jingga baru saja memasuki kamar tidurnya setelah selesai membersihkan tubuhnya. Berlama-lama didalam kamar mandi sudah menjadi kebiasaannya. Jangan heran dengan lamanya wanita mandi terutama Jingga. Karena memang banyak yang dikerjakan Jingga didalam kamar mandi. Selain mandi pasti ada acara berlama-lama didepan cermin, entah hanya untuk meyakinkan diri sendiri bahwa ia cantik, melihat bakal jerawat, atau men-zoom komedo di hidungnya. Memang tidak penting tapi itulah Jingga.

Suara dan getaran yang berasal dari telepon genggamnya menandakan ada pesan baru masuk. Mengingat-ingat dimana terakhir kali ia meletakkan telepon genggamnya yang ternyata tergeletak dengan nyaman di kasur tidurnya.

Sebuah pesan dari Langit di aplikasi Line.

Langit Dirgantara

Aku udah sampe rumah.

Jingga mengernyitkan dahinya. "Terus kenapa?" Ingin Jingga membalas seperti itu tetapi ia mengurungkan niatnya.

Bukannya Jingga tak menyukai Langit. Langit sosok pria yang sangat mudah untuk dicintai. Kharisma dan bertanggung jawab. Terlihat dari sikapnya selama ini kepada dirinya ataupun kepada Rora kemarin.

Fisik Langit pun tidak mengecewakan. Tinggi, tegap dengan dada bidang cocok untuk iklan susu penambah massa otot haha, itu yang ada dipikiran Jingga. Alisnya tebal yang mempertegas wajahnya, hidungnya sedikit mancung dan bibirnya penuh menggoda.

Sosok Langit terus berputar-putar dipikiran Jingga hingga lama-lama ia terlelap dengan pesan Langit yang hanya mendapat tanda read.

**

Pagi harinya Jingga mendapati mobil Langit sudah berada didepan pagar rumahnya.

"Pacar baru kamu Ji?" Ucap Ibu Jingga yang tiba-tiba sudah berada disebelahnya dan berlalu untuk membuka pintu pagar.

Belum sempat Jingga menjawab pertanyaan ibunya, tiba-tiba Langit turun dari kemudi mobil lalu menghampiri ibunya, "Pagi tante..."

"Mau jemput Jingga ya?" Ucap Ibu sambil mengeluarkan senyum manisnya, "Ji, ayuk itu nak..."

"Langit tante." Langit memotong ucapan Ibu.

Jingga menghampiri Ibu dan Langit, "Aku pergi dulu bu..." ucapnya sambil mencium tangan Ibu, lalu diikuti dengan Langit yang juga mencium tangan Ibu.

Langit kembali di kursi kemudi mobil, membunyikan klakson dan meningalkan komplek rumah Jingga.

"Kamu kok gak bilang-bilang mau jemput?"

"Aku sebenernya mau bilang semalem tapi kamu malah gak bales chat aku. Salah siapa?"

"Ih kok jadi aku yang disalahin?"

"Yaudah... jangan cemberut ah jelek tau." Ucap Langit sambil menoleh ke arah Jingga dan memamerkan senyum termanisnya.

"Jangan senyum-senyum!"

"Kenapa?" Ujar Langit. "Kamu takut meleleh ya kalau liat senyum aku?"

"Apasih..." Jingga terkekeh, mau tak mau ia luluh juga dengan sikap Langit yang cheesy abis.

Mobil yang dikendarai Langit sudah sampai di lobby depan kantor Jingga.

Sebelum turun dari mobil Langit, ada yang ingin Jingga sampaikan. Hal yang sudah mengganggunya sedari kemarin. "Langit, ada yang mau aku omongin sama kamu.."

"Tentang?" Langit tertarik dengan ucapan Jingga.

"Tentang kita..."

"Hmmm.. oke makan siang bareng, gimana?"

"Boleh. Aku turun dulu ya," Ucap Jingga sambil membuka pintu mobil. "Makasih Langit!"

**

Jingga membaca kembali pesan yang dikirimkan oleh Langit. Sesuai janjinya tadi pagi mereka berdua akan makan siang bersama di salah satu restoran di sekitar kantor mereka.

Awalnya Langit bersikeras akan menjemput Jingga, namun dengan halus Jingga menolaknya. Jarak restoran tersebut tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan kendaraan umum.

Jingga mencari-cari keberadaan Langit lewat ekor matanya. Lalu matanya menangkap sosok yang sudah tak asing lagi, namun Langit tak sendiri. Ada seorang wanita yang duduk berhadapan dengannya.

Jingga memicingkan matanya, sepertinya ia juga kenal dengan wanita itu. Setelah berada pada jarak yang cukup dekat, tak salah lagi wanita itu adalah Indira. Indira yang selalu terlihat sempurna.

Langit tampak terkejut mendapati Jingga sudah berada di hadapannya. Pasalnya Jingga tak memberi kabar terlebih dahulu kalau ia sedang dalam perjalanan.

"Loh, kamu udah sampai?" Ucap Langit, lalu menarik salah satu bangku keluar untuk Jingga. Langit melanjutkan kalimatnya. "Ini aku sama Indira lagi bahas rumah baca kemarin, kamu pesan aja dulu."

Jingga tersenyum ke arah Indira lalu mengambil menu yang disodorkan Langit. Lalu tenggelam dalam menu makanan yang tak membuatnya berselera.

Jingga hanya bisa menjadi pendengar diantara mereka berdua. Karena ia tak sepenuhnya mengerti apa yang dibicarakan oleh Langit dan Indira. Lalu ia pun makan dalam diam.

Indira bangkit dari kursinya, "Yaudah aku pulang dulu ya." Ia lalu hendak mengajak Jingga cipika-cipiki dan membisikkan sesuatu kepada Jingga, "Selamat ya, Ji!" dan Indira pergi begitu saja meninggalkan Jingga yang masih tak mengerti ucapannya.

"Jadi, ada apa tentang kita?" Sambar Langit.

"Hmmm..."

"Tadi pagi katanya ada yang mau kamu omongin?" Tanya Langit dengan menatap wajah Jingga serius.

"Gak jadi deh, aku udah gak mood." Jawab Jingga, lalu mebereskan tasnya dan berdiri, "Balik deh yuk."

"Ha?" Langit menatap Jingga bingung.

*

*

*

Jangan lupa vote dan komennya yaaa, biar aku semangat nulisnya hehe :p

kritik dan saran juga boleh kok... 

pokoknya jangan lupa vote! haha

Langit Jingga (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang