Part 8

2K 161 4
                                    


Jingga tak habis pikir dengan Langit. Bagaimana bisa pria itu meninggalkannya begitu saja tanpa sebuah penjelasan. Setelah membuatnya bingung setengah mati tentang penyataannya beberapa waktu lalu, Langit seakan pergi menjauh.

Langit tak meninggalkan jejak sedikitpun akan kehadirannya. Bahkan untuk mengurusi jual-beli tanah yang akan dijadikan rumah baca ia mengirim orang untuk membereskan itu semua. Dan itu makin menjelaskan bahwa Langit tak mau bersusah payah untuk bertemu dengannya.

Karena sikap Langit yang seperti itu, membuat Jingga menaruh curiga kepada Langit. Jangan-jangan rayuan gombalnya selama ini hanya untuk meluluhkan hatinya saja agar mau menjual tanahnya. Jika memang benar seperti itu, Langit berhasil. Berhasil memporak porandakan hatinya dan membuat ia kehilangan investasi untuk masa depannya.

Awalnya Jingga tak punya prasangka kepada Langit. Karena setelah menghabiskan waktu bersama Langit di rumah baca ia dapat melihat kesungguhan dimata pria itu. Tak sedikitpun terlihat kebohongan dari sikapnya selama ini. Bahkan ketika Langit menggodanya pun tampak jujur tanpa sandiwara. Tapi mungkin semua itu palsu.

Beberapa hari setelah pernyataan Langit yang mengejutkan itu, Jingga terus menunggu klarifikasi Langit. Ia terus memandangi ponselnya takut-takut Langit menghubunginya atau mengirim pesan kepadanya. Tapi nyatanya apa? Tak ada pesan atau telepon apapun dari Langit. Bukannya Jingga mengharapkan Langit untuk menghubunginya, ia hanya butuh kejelasan. Kejelasan mengapa ketika ia mendengar nama Langit hatinya langsung berdebar-debar tak menentu.

Urusan antara Jingga dan Langit untungnya tak mempengaruhi performa Jingga di kantornya. Ia tetap Jingga yang disiplin dan penuh ide. Dan selama ini pekerjaan Jingga dan timnya untuk medesain interior kondominium mampu memuaskan atasannya. Tinggal beberapa bagian lagi yang perlu di revisi maka desain interior kondominium itu dapat diterapkan.

"Ji, warna cokelatnya cocok yang mana?" suara Gege menginterupsi lamunannya.

"Cokelat tanah."

"Cokelat tanah basah atau cokelat tanah kering?"

"Hmmm...tanah kering kayaknya lebih cocok," ujar Ria memberi masukan ide.

"Boleh dicoba tuh," ucap Jingga sambil kembali fokus pada pekerjaannya.

Beberapa hari ini Living by Design kantor dimana tempat Jingga bekerja memang tengah dilanda kesibukan yang luar biasa, karena minggu ini ialah minggu terakhir penyempurnaan design untuk interior kondominium klien Living by Design. Dimana, lusa adalah pengumpulan seluruh design. Maka tak heran, dari karyawan biasa sampai manajer perusahaan pun memiliki kesibukannya masing-masing.

Jingga tak heran akan suasana hiruk pikuk dikantornya seperti ini. Suasana seperti ini memang sudah sering Jingga alami apalagi mendekati deadline baik saat kuliah ataupun saat ia mulai menjadi bagian dari Living by design. Semakin mendekati deadline maka semakin banyak pula ide yang bermunculan. Mungkin itu memang sudah hukum alam, the power of kepepet.

Tak terasa jam pulang kantor sudah lewat dari 2 jam yang lalu. Namun tim design menganggap waktu sudah berhenti berdetak sejak siang hari tadi. Tak ada yang memperdulikan waktu, bahkan beberapa orang sudah menginap sejak kemarin dan kembali berniat untuk menginap dikantor hari ini.

"Ji, kamu mau nginep lagi hari ini?" tanya Ria sambil meletakan kopi di meja Jingga.

"Thanks," Jingga menyesap kopinya, "Aku mau pulang aja Ri, lagian tinggal finishing doang nih.. bisa dikerjain dirumah pokoknya besok beres deh." Ucap Jingga sambil menutup jendela-jendela laptopnya dan membereskan kertas-kertas dimejanya.

"Sipp!" Ria mengacungkan jempolnya dan berlalu menjauhi meja Jingga.

Jingga melangkahkan kakinya keluar dari gedung kantornya menuju tempat parkir mobilnya, sebenarnya Jingga sudah amat sangat lelah akibat pekerjaannya yang tak kenal waktu. Jam tidurnya berubah total, jam makannya pun menjadi tidak teratur. Seperti sekarang ini. Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam tapi perutnya hanya terisi roti pada pagi hari dan makan siang di jam 1 tadi. Oleh karena itu sebelum menjalankan mobilnya menuju jalan ke rumahnya, Jingga berniat mampir ke restoran cepat saji yang buka 24 jam.

Jingga tak berniat untuk turun dari mobilnya, karena tubuhnya sudah tidak bertenaga lagi selain itu ia juga masih harus mengejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Jadi disinilah ia sekarang, dalam antrian drive thru restoran cepat saji. Cukup membuka kaca mobilnya, memesan makanan dan ia dapat dengan tenang menunggu lalu tak sampai 10 menit makanan yang ia harapkan dapat memuaskan cacing-cacing diperutnya dapat disantap sambil menyetir pulang kerumah.

Selagi ia menunggu pesanannya tiba, tiba-tiba ia melihat sosok pria yang tak asing dimatanya. Pria itu berjalan memasuki pintu restoran sambil menggandeng seorang wanita. Dalam keremangan malam, Jingga dapat mengenali bahwa pria itu adalah Langit. Langit dengan seorang wanita dan bergandengan tangan. Sayang, karena keterbatas pandang akibat letak drive thru yang memang berada disamping restoran ia tak dapat melihat atau mengenali wanita yang bersama Langit.

Kondisi kamar Jingga cukup mengenaskan. Kertas-kertas berserakkan di atas meja dan dilantai, baju kerjanya yang tadi ia kenakan tak berkutik di sudut ruangan, bekas bungkus makanan yang tadi ia beli belum sempat dibuangnya dan malah terikat rapi didepan pintu kamarnya. Sengaja ia taruh didepan pintu kamarnya, karena agar sampah tersebut tak terlupakan ketika ia hendak keluar kamarnya.

Sedangkan kondisi sang pemilik ruangan pun cukup mengenaskan, lingkaran di bawah matanya makin menghitam dan ia masih tertunduk serius mengerjakan pekerjaannya hingga jam menunjukkan pukul 1 pagi. Memang pekerjaannya sudah selesai dari tadi, tapi mengapa pikirannya masih juga belum tenang malah berkelanan entah kemana. Hatinya menjadi tidak karuan dan itu berimbas kepada matanya yang tidak mau terpejam hingga saat ini.

Ada yang salah dengan dirinya. Tak mungkin ia jadi uring-uringan seperti ini kalau tidak ada penyebabnya. Tamu bulanannya pun sudah lewat seminggu yang lalu jadi kalau hormon pms penyebabnya sudah tidak mungkin. Otaknya ingin mengingkari namun hatinya tak dapat dibohongi. Ia harus mengakui peyebab matanya tak dapat terpejam dari tadi. Semua itu karena ia melihat Langit menggenggam mesra seorang wanita.

Apa ia begitu tidak berarti dimata Langit? Setelah rayuan-rayuan yang cukup menggelitik dari Langit dan obrolan ringa mereka lantas Langit pergi begitu saja? Mentang-mentang urusannya yang berhubungan dengan dirinya sudah selesai. Tidak, Jingga tidak boleh seperti ini. Memangnya ia siapa sampai bisa membuat Hatinya tidak karuan seperti ini? Toh sudah sering ia mendapat rayuan gombal dari rekan-rekan kerjanya dan selama ini semua berjalan baik-baik saja.

Ah... sekarang ia tahu, pasti Langit jenis pria playboy yang sering merayu para wanita untuk dijadikan selingan hari-harinya. Tak menyangka, dibalik kharismanya sebagai pria tersembunyi kejutan yang cukup mencenangkan. Kasihan sekali anak-anak rumah baca, tertipu perangai Langit yang suka anak-anak dan humble.

Akhirnya setelah berperang dengan hati dan otaknya Jingga memtuskan untuk melupakan kejadian itu. Masih banyak yang harus dipikirkan olehnya, dan Jingga tidak mau hal spele seperti itu mengganggu hari-harinya. Lalu kantuk mulai menyerangnya, dan Jingga pun tertidur dengan mata terpejam.

*

*
*

Hope you enjoy guys!

Maaf ya kalau ceritaku makin lama-makin aneh-_- soalnya aku berusaha buat nulis tiap part setidaknya 800-1000 kata dan itu susah guys! hahahaha. jadi maaf kalau kebanyakan narasinya dan juga masih ada salah dalam tag percakapan.... aku masih berusaha dan belum konsisten :(

Jangan lupa vote dan komennya guys! Hug and Kisess :*

Langit Jingga (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang