Terkadang, orang yang paling kita percaya bisa jadi orang yang pertama kali membuat kita jatuh.
-ALDAVIAN
***
"Bangun, anjay!" Rio memukul pipi Vian.
"Eh Vian, sholat jir," teriak Leo.
Vian emang kebluk banget, ngebanguninnya perlu disiram air. Kecuali kalau Pak Nano, Pak Nurdin kali yang bangunin. "Vian! Kamu tuh ya, gak di kelas gak di bis kerjanya tidur aja!"
"Kan, bangun juga!" celetuk Rio.
Bangun tidur Vian langsung disuruh sholat, dan bahkan dijadikan imam. Ini ketiga kalinya ia menjadi imam dalam seumur hidup. Pertama waktu kelas 3 SD, saat itu Vian malah sujud dulu baru rukuk. Kedua waktu Vian kelas 7 SMP, lagi jadi imam malah kebablasan kentut. Ketiga ini, entahlah apalagi. "Anjir, kenapa gue sih yang jadi imam?" Omelnya.
"Gak papa, belajar jadi imam yang baik," sahut Pak Nurdin.
Tengsin. Apalagi di depan anak cewek, cuma disuruh jadi imam sholat shubuh aja masa nolak. Harga diri loh, seorang cowok. Kata-kata itu terus melayang di otak Vian. Tapi, lebih tengsin lagi kalau udah sok iya jadi imam, salah baca surat atau apa gitu.
"Vian? Dia jadi imam? Masa? Kok dia sih yang jadi imam?"
Suara khas Dayra terdengar jelas dari balik hijab sholat.
"Gue bisa, yakali gabisa jadi imam." tegas Vian sambil menyeru untuk meluruskan shaf sholat. Padahal tetap saja, hatinya dag dig dug dan grogi sementara itu suara iqomah sudah selesai, Vian belum memulai takbiratul ikhram. Dengan refleks Rio menyenggol kaki Vian.
Vian menoleh ke belakang, "Sianjir, ngapain nendang kaki gue?"
"Masyaallah, kalian nih gak kelar-kelar ributnya." omel Pak Nurdin.
"Iya Pak, si Rio sih ganggu aja. oke! Mulai nih,"
Allahuakbar. Rakaat pertama cukup aman, meskipun hanya membaca surat Al ikhlas. Begitu juga di rakaat kedua, meskipun surat yang dibaca hanya An-nas. Alhamdulillah. "Gue bilang juga apa, bisa gue jadi imam doang mah!"
"Dari dulu sampai sekarang, Vian selalu gitu. Emang anaknya blangsak, brandal sih. Sekarang lumayan deh ada sedikit perubahan, bisa jadi imam. Tapi emang dasarnya cakep, makanya cewek-cewek pada pengen nempel sama dia. Sayang aja sih, bandel dan gak punya otak. Kalau Vian berubah jadi pendiem, anak baik malah kurang pas. Sekolah gak bakal se rame dan se seru ini." tutur teman cewek sekelasnya.
"Assalamualaikum ukhti." sapa Vian setelah keluar dari masjid.
"Apaan sih, dih." jawab Dayra jutek.
"Maaf ya, gue nyapa temen-temen lo gak lo doang kali. Pedenya agak diturunin dikit ya."
Perkataan itu membuat Dayra malu, seandainya mau ngelak susah juga. Udah terlanjur jawab jutek. "Turun harga diri gue jir. Jahat banget sih Vian. " batinnya terus mengeluh dan untuk menahan malu, Dayra melengos pergi.
***
Tepat pukul 7 pagi mereka sampai di hotel. Hanya untuk makan dan menaruh barang, karena semua sudah mandi saat berhenti di masjid tadi pagi."Vian!!"
Suara teriakan itu berasal dari bis sebelah, biasa anak cewek. Lihat cogan dikit ya langsung dikerumunin, sama seperti pertama kali Vian dateng ke sekolah. Heboh banget. Dayra hampir muak mendengarnya. Tapi, apa boleh buat. Dayra juga cukup merasakan sikap Vian yang berubah padanya, maka dari itu agak kurang berkesan kalau Vian gak sejail, se brandal saat pertama kali ia melihatnya. Apalagi sekarang megangnya SLR, pake celana jeans se lutut dengan kaos putih polos. liat kakinya aja tuh bersih, putih. Lagi ganteng banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION #Wattys2017
Teen Fiction#840 in Teenfiction 09/09/17 #726 in Teenfiction 04/04/17 [REVISI SETELAH CERITA TAMAT] Apa kita akan kehilangan? Apa kita akan jatuh? Apa kita akan terpuruk atas ketidakpastian? -Kita tidak tahu- Kita hanya terus berimajinasi Kita pun tidak tahu sa...