"Eat, sleep and thinking about you everytime"
MOTOR nathan kini sudah terparkir rapi di depan apartement stella. Ia berlari cepat ke dalam dan menuju kamar stella. Sesudah melihat pesan yang stella kirim, nathan diselimuti kekhawatiran yang mendalam. Karena tidak ada satupun pesan stella yang seserius itu.
Sesampainya didepan kamar stella, ia langsung masuk ke dalam dan melihat stella yang berdiri di balkon tepatnya menaiki pijakan pagar bercat putih itu. Dan nathan terkejut bukan main, perasaan tidak enak mulai dirasakan nathan.
"S-stella?!" panggil nathan, namun stella tak meresponnya.
"Stel, kamu ngapain disitu!?" tanya nathan lagi dengan suara dibuat setenang mungkin. Ia berjalan perlahan ke arah stella. Lalu terdengar isakan dari stella dan ia berkata sesuatu.
"Hatiku yang rapuh ini diuji lagi oleh lelaki brengsek yang pernah mengisi hari-hariku sebelum kamu, nat." ucap stella dengan suara paraunya.
"Kasih aku namanya stel. Dan aku pastikan, dia gak akan ganggu kamu lagi!" kata nathan yang mulai geram saat tahu stella menangisi mantannya yang sudah menyakitinya.
"Aku gak sanggup. Mungkin cuman dengan cara ini, aku gak akan ngerasain sakitnya dikhianati." ucap stella terdengar pasrah. Lalu stella membentangkan tangannya lebar dan kepalanya mengadah keatas, nathan pun mulai panik melihat stella melakukan hal itu.
"Stel--stel, kita bisa bicarain ini baik-baik. Gak perlu ada yang terluka kan?" ucap nathan yang sudah berada dibelakang stella, 5 langkah jauhnya.
"Kamu bicarain masalah luka?! Aku punya luka yang gak ada obatnya nat! Luka yang makin hari, makin terasa sakitnya! Itu yang kamu bilang gak perlu ada yang terluka, hah!?" bentak stella keras pada nathan. Nafas stella memburu, melihat kearah jalan raya dibawahnya ini dan mulai memajukan badannya.
Cukup tinggi. Dengan lompat dari sini, luka lama ini pasti sembuh.
"Stel. Jangan lupa, kamu pernah ngatain aku dukun dan sekarang aku tau yang ada dipikiran kamu, jangan pernah kamu coba lompat dari situ, oke!? Aku bakal kesitu dan..." belum sempat nathan menyelesaikan kalimatnya, stella berteriak.
"AHHHHH! Diam kamu nat! Dan jangan mendekat. Kamu gak ngerti yang aku rasain! Ini sakit nat! Dan aku sudah gak sanggup lagi!!" erang stella mulai frustasi.
Nathan pun semakin gusar, ia tidak tahu harus berbuat apa. Kekhawatiran mulai menyelimuti perasaannya. Suara tangisan menyakitkan yang keluar dari bibir stella, menyayat hati nathan. Bahkan tangisan ini lebih parah dari yang waktu itu.
"Aku berharap, besok ada seorang ilmuwan yang membuat suatu alat yang bisa menyalurkan rasa sakit seseorang ke orang lain. Dan aku bakal nyuruh ilmuwan itu untuk nyalurin rasa sakit kamu ke aku." kata nathan seraya menyentuh pundak stella. Dengan tubuh yang bergetar karena tangisnya, ia pun menoleh ke arah nathan.
"Aku gak suka liat kamu nangis stel. Ngeliat kamu terluka gini, buat hati aku rasanya hancur." kata nathan tulus yang membuat hati stella menghangat. Stella pun mulai menghapus air matanya dan mengurangi isakan tangisnya.
Hebatnya nathan dengan mudah dapat membuat stella lupa dengan rasa sakitnya. Stella pun mulai menurunkan tangannya dan mencoba membalikkan badannya menghadap nathan. Saat stella sudah berbalik, kaki nya menginjak pijakan yang salah dan membuatnya jatuh kebelakang -ke arah jalanan dibawah-
Tapi dengan sigap nathan menangkap stella dengan posisi tangannya memeluk pinggang stella dari depan lalu nathan menarik stella cepat yang membuat tangan nathan memeluk punggung stella dan wajah mereka saling berhadapan.
Nathan menatap mata stella yang bengkak dan sembab itu dengan tatapan penuh arti. Sementara stella, terhipnotis dengan tatapan nathan yang meneduhkan. Mereka berdua terhanyut dalam tatapan mereka masing-masing. Keheningan yang cukup lama membuat salah satu dari mereka membuka suara.
"Tadi kamu bilang kalo kamu gak sanggup? Terus apa bedanya sama aku?" tanya nathan.
"Emang kamu gak sanggup apa?" tanya stella balik.
"Kalo kamu loncat tadi, aku gak bakal sanggup ditinggal sama dua orang idiot itu. Kamu seneng ya, liat aku jadi idiot kayak mereka?" canda nathan pada stella yang membuat senyum lebar stella merekah.
"Nah gini dong, senyum. Kalo kamu senyum itu, satu masalah akan hilang. Perlu kamu tau stel, senyum kamu ini adalah salah satu pemandangan favorit aku" kata nathan sambil menatap bibir ranum stella yang mengukir senyuman. Stella pun tersipu malu hingga pipinya terasa panas.
"Apalagi kalo blushing gini. Duh, pemandangan favorit banget!" ucap nathan. Stella pun langsung menutup pipinya dan berusaha berdiri tegak.
"Ah nateng! Kan aku malu!" ucap stella masih memegangi pipinya. Nathan pun hanya tersenyum lebar, lalu tiba-tiba stella menubruk badan nathan dan memeluknya erat.
Setiap kali stella memeluk nathan, badan nathan tiba-tiba merasa tidak karuan. Jantungnya langsung berdegup dengan kencang, ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Biarin kayak gini dulu nat. Aku sangat membutuhkannya." kata stella didalam pelukan nya. Lama kelamaan nathan pun mulai merasa nyaman, tubuhnya sudah tidak lagi menegang. Walaupun jantungnya masih berdegup kencang.
Nathan membalas pelukan stella tidak kalah eratnya. Sembari mengelus rambut stella, nathan tersenyum. Sementara stella merasa tidak ingin melepas pelukan itu, ia terlalu nyaman dalam pelukan nathan. Rasanya seperti pulang ke tempat yang seharusnya.
Sebenarnya, stella mendengar degupan nathan. Karena posisi kepala stella berada di dada bidang nathan, yang stella khawatirkan adalah degup jantung nya sendiri yang tidak karuan. Mungkin nathan merasakan apa yang stella rasakan.
"Ella?" suara bariton yang terdengar asing ditelinga nathan, namun sangat akrab ditelinga stella. Hingga badan stella menegang dan matanya membuka lebar.
Nathan pun merasakan keterkejutan stella.
Author note:
For you readers,
jangan lupa vote,comments atau apapun yang bisa ditinggal di Bab ini untuk kenang-kenangan.
Thank you for reads❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Book's bring love
RomantizmKatanya sih cinta sejati itu datang dengan sendirinya. Tapi kira-kira dalam sejarah cinta, bisa gak ya memilih cinta sejati? Karena yang ngakunya cinta sejati pernah datang lalu pergi juga dengan sendirinya. Aku ingin memilih. Memilih dia yang mempe...