Malam itu, gue tengah asyik menulis, sambil menonton YKS (Yuk Keep Smile) di Trans TV. Sebuah program komedi yang sedang menjadi fenomena. Dalam program tersebut, nampak seorang berpakaian romawi dengan wajah konyol yang selalu tersenyum lebar, bernama Caesar, berjoget dengan begitu ceria, diikuti dengan para penonton, crew, dan talent yang tidak kalah semangat. Sadar memiliki deadline menulis, gue pun kembali ke layar notebook dan berusaha mengabaikan suara TV. Sampai akhirnya, fokus gue kembali terpecah, setelah gue mendengar suara Cik Gong yang baru pulang dari kantor.
"Don, kamu iku loh, tiap hari kok main laptop terus kerjaannya. Gak pegel, ta?" Tanya Cik Gong, sambil menghampiri gue yang tengah asyik menulis.
"Gak lah, kan mau jadi penulis terkenal, hehe," jawab gue nada sedikit bercanda.
"Halah, kamu iku loh, cita-cita kok jadi penulis. Memang kalau nulis, bisa buat jamin masa depanmu?" ujar Cik Gong meragukan.
"Bisa kok. Bisa banget malah." Jawab gue dengan penuh keyakinan.
"Yowes, kalau kamu yakin, ya lanjutin. Aku gak bisa ngelarang, soale iku kan masa depanmu. Tapi, aku mau nanya sebelumnya,"
"Nanya soal apa?"
"Kamu beneran gak mau kuliah? Wes hampir setahun loh kamu nganggur, Don."
"....." gue hanya diam termenung, sambil berusaha bunuh diri, dengan nelen remote TV tanpa minum.
Kuliah? Sama sekali gak pernah terlintas di pikiran gue, untuk melanjutkan kuliah sebenarnya. Namun, gue juga gak mau munafik, kalau gue juga ingin sukses kelak dan gak mau jadi gembel yang luntang-lantung, terus tidur seadanya di dalam kaleng Khong Guan bekas peyek kacang.
Kata orang, kuliah itu berbeda dengan saat SMA / SMK dulu. Kuliah itu lebih nyantai dan gak ribet, itulah kalimat yang sering gue dengar dari teman-teman yang sekarang sudah kuliah. Bahkan, ada yang bilang juga, kuliah itu bebas, mau pakai kemeja boleh, pakai kaos boleh, bahkan mau kompakan pakai seragam JKT 48 juga boleh. Berbekal kalimat-kalimat itu, perlahan keyakinan gue mulai goyah. Hingga terlintas sebuah pemikiran, seperti ini, "Kayaknya gue memang harus kuliah, deh. Biar bisa jadi orang sukses, punya wawasan yang luas, dan punya banyak istri muda."
Dengan penuh semangat, gue pun langsung mencari di internet, sebuah jurusan kuliah yang gue inginkan. Berbekal searching dengan kata kunci, "Jurusan Kuliah Yang Gak Pake Itung-Itungan dan Dosennya Cakep," akhirnya munculah beberapa jurusan, seperti ; Pariwisata, Hubungan Internasional, Ilmu Sosial Politik, dan Ilmu Komunikasi. Gue tertarik, ketika mendengar nama jurusan terakhir, yakni Ilmu Komunikasi. Saat pertama kali mendengar jurusan tersebut, gue mengira kerjanya cuma memberikan pengumuman kayak Mbak-Mbak bagian informasi di Mall, yang biasanya berkata seperti ini, "Diberitahukan kepada Bapak Doni, untuk segera memindahkan mobilnya segera, karena mobil Bapak telah menghalangi tangga Eskalator kami. Terima kasih."
Ternyata gue salah, Ilmu Komunikasi ternyata tidak sesimpel itu. Setelah searching beberapa lama, akhirnya gue mengetahui kalau prospek kerja lulusan komunikasi itu bisa menjadi ; penyiar, kameraman, reporter, wartawan, MC, public relations, juru bicara, penulis berita, copy writer, dan masih banyak lagi. Secara garis besar sih, jurusan ini lebih banyak belajar mengenai 2 hal saja, yakni berbicara dan menulis. Dari saat SMA, gue memang sangat senang kalau disuruh ngomong di depan kelas, ditambah sekarang gue sangat menikmati hobi baru gue sebagai penulis. Gue rasa, gue gak perlu waktu lama untuk bimbang mengenai jurusan, karena gue sudah menemukan apa yang gue inginkan. Selain itu, gue juga sudah mengetahui, di mana gue harus melanjutkan kuliah. Semoga, pilihan gue tepat dan terbaik buat semuanya.
"Cik Gong, aku wes tahu, habis ini mau lanjut kuliah apa dan dimana," kata gue dengan penuh semangat, menghampiri Cik Gong yang sedang asyik mendengarkan suara burung peliharaannya di halaman belakang.
"Emang kamu mau kuliah apa?" tanya Cik Gong dengan seadanya, sambil menatap ke arah kandang burung yang ada di atasnya.
"Aku mau kuliah di Jakarta dan ambil jurusan Ilmu Komunikasi," jawab gue lagi, masih dengan penuh rasa semangat.
"Opo iku Ilmu Komunikasi?" tanya Cik Gong lagi, sambil memasang raut wajah bingung.
"Itu loh, kuliah yang nanti kalau lulus, bisa kerja di Stasiun TV atau Radio, gitu,"
"Hmm, gimana yak, aku bingung mau ngomongnya,"
"Bingung kenapa Cik Gong?"
"Gini loh, sebenarnya aku gak masalah kamu mau kuliah apa aja. Toh kamu sudah gede dan bisa nentuin pilihanmu sendiri, tapi masalahnya ada di sodara mu yang di Jakarta,"
"Emang kenapa?"
"Mereka pasti gak akan setuju, Don. Karena, mereka dari awal pingin kamu itu lanjut kuliah, tapi ambil jurusan Akuntansi atau Manajemen."
Ibaratlagi pedekate sama cewek dan sudah dekatbanget, tapi pas mau nembak, eh dia mendadak bilang, "Maaf ya, aku gabisa, aku mau fokus sekolah dulu." Itu namanya, kampret! Seperti itulah, kekesalan gue saat harus disuruh memilih jurusan yang gak gue inginkan. Jujur gue merasa kecewa dan merasa ini gak adil buat gue. Mungkin terkesan egois, tapi gue juga punya hak, untuk bermimpi dan memilih jalan hidup gue sendiri. Bisa saja, gue turuti semua keinginan keluarga gue, tapi maaf, gue belum siap untuk menjadi Zombie. Ya, gue belum siap, kalau harus hidup dalam iming-iming gaji besar, namun semua harus gue jalani dengan perasaan kosong dan tanpa ada hati. Kenapa? Karena, gue sangat percaya, segala sesuatu yang dijalankan dengan setengah hati, pasti hasilnya akan setengah hati pula.
Melihat gue yang sangat keukeh dengan pendirian gue, Cik Gong pun akhirnya luluh juga. Kini, dia sangat mendukung gue sepenuhnya untuk melanjutkan kuliah dan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Bahkan, dia juga bersedia buat bantu ngomong ke sodara gue yang ada di Jakarta, mengenai keinginan gue tersebut.
"Aku heran, kenapa kamu keukeh banget sih, pingin ambil jurusan itu?" tanya Cik Gong lagi.
"Kenapa, ya? Gak tau kenapa, tapi aku yakin aja bakal sukses, kalau ambil jurusan itu, apalagi kalo kuliah di Jakarta, gitu," jawab gue dengan polosnya.
"Oalah, baguslah kalau kamu udah mikir sampai ke situ,"
"Oiya, sama satu lagi. Cik Gong gak usah khawatir, aku berani tanggung jawab kok sama keputusan ku ini. Maksudnya, aku janji, pulang ke Surabaya nanti, aku sudah jadi orang sukses dan masuk TV, hehe."
Percakapan sore itu, diakhiri dengan sangat hangat sekali. Gue semakin senang, karena pada saat yang sama Cik Gong langsung menelpon sodara yang ada di Jakarta, dan meminta izin agar gue diizinkan kuliah di Jakarta untuk mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Tak perlu waktu lama, gue pun akhirnya mendapatkan izin tersebut. Semudah itukah? Awalnya, gue mengira mereka gak akan mengizinkan dan memaksa gue untuk kuliah akuntasi atau bahkan, kuliah tata rias. Tapi ternyata, gue salah. Meskipun, sempat ditentang di awal, akhirnya kini mereka luluh juga dan mendukung semua keputusan gue.
Tanpa pikir panjang, gue langsung mencari Universitas yang gue inginkan. Setelah mempertimbangkan dengan matang-matang, akhirnya pilihan gue jatuh kepada Universtas Budi Luhur, Jakarta. Di kampus itu, gue mengambil jenjang S1 (Strata 1) jurusan Ilmu Komunikasi, dengan konsentrasi studi Broadcast Journalism, mesikpun ada konsentrasi lainnya, seperti ; Public Relations, Design Communication Visual, dan Advertising. Dengan harapan, nantinya gue bisa masuk TV dan Joget Oplosan bareng sama Caesar dan Soimah.
Kuliah? Gue sudah membayangkan, akan ada banyak sekali hal menarik dan seru yang akan terjadi ke depannya. Setidaknya, gue gak akan mimisan lagi, karena gak akan nemuin angka dan hitung-hitungan di kuliah. Intinya, gue merasa sangat bersyukur, karena bisa dikasih kesempatan untuk kuliah, walaupun agak sedikit telat sih. Setidaknya, kini gue sudah tidak galau lagi dan tahu harus menjawab 'apa' ketika ditanya, "Kamu mau jadi apa?"
**Bagian cerita ini sudah selesai, ya! Baca terus kelanjutan cerita dari "Mahasiswa 1/2 Abadi" hanya di Wattpad :)
Follow gue di Instagram, Twitter, & Wattpad juga -> @dono_salimz
Jangan lupa juga kasih Comment, Voted, & masukin cerita ini ke Reading List ya, Guys! (^_^)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahasiswa 1/2 Abadi (KOMEDI - PELIT)
Non-FictionSetiap kampus punya cerita dan cinta? Ya, ini adalah kisah gue, Dono Salim, biasa dipanggil Dono. Kisah mahasiswa kekininan yang gampang galau dan memiliki perasaan sensitif apabila melihat hujan. Bukan hanya itu saja, sebagai Mahasiswa gue juga a...