Moving On... #part4

904 151 0
                                    

Kali ini, gue kembali harus mengerjakan tugas kelompok di kampus, tepatnya di perpustakaan kampus. Berbeda dengan sebelumnya, kalau kemarin gue menjadi obat nyamuk, sekarang gue seolah menjadi raja sehari karena ditemani 2 orang cantik. Mereka berdua yang gue maksud adalah, Harti dan Khilda.

Harti seorang perempuan cantik berambut ikal lebat, lengkap dengan behel gigi warna-warni, mirip kayak pager di taman kanak-kanak. Selain itu, Harti memiliki kulit yang sangat putih sekali. Harti ini merupakan penggemar berat dari Justin Bieber, hampir setiap hari dia nge-tweet dan selalu dimention ke Justin Bieber. Berharap, tweet tersebut akan di re-tweet oleh Justin Bieber. Andai gue penggemar Justin Bieber, gue pasti juga akan mengirim tweet ke Justin Bieber, bilang kayak gini, "Bang Justin, kapan-kapan main ke Indonesia dong, biar bisa duet bareng sama Kangen Band di Dahsyat."

Hampir sama dengan Harti, Khilda juga merupakan perempuan yang sangat cantik, dia juga memiliki rambut agak bergelombang di bagian bawah, tapi bedanya, Khilda gak setinggi Harti. Bisa dibilang sih, Khilda itu mungil-mungil manis gitu, mirip kayak martabak mini di pinggir jalan.

Harti dan Khilda, mereka berdua merupakan sahabat dekat dan memiliki hobi yang sama yakni menari Saman. Mereka juga tergabung di dalam sebuah UKM kampus bernama, BLDC (Budi Luhur Dance Club). Sebagai sepasang sahabat, kedekatan mereka itu begitu luar biasa sekali. Di mana dan kapan pun ada Khilda pasti di sana juga ada Harti, dan begitu sebaliknya. Ya, bisa dibilang, mereka mirip kayak duo cacing di film Larva. Sedangkan gue? Di mana dan kapan pun ada kesepian, pasti di sana selalu ada gue. Sedih.

Di perpustakaan, gue duduk bertiga dengan Harti dan Khilda, gue duduk sendiri dan mereka berdua duduk di hadapan gue.

"Don, lo keren dah, gue suka liat penampilan lo, Beda." Kata Harti sambil tersenyum lebar memandang gue.

"Hah? Beda gimana maksudnya?" tanya gue memasang wajah bingung.

"Gue senang aja liat lo, penampilannya rapih gitu, setiap hari pakai batik sama kemeja setiap hari ke kampus. Suka gue ngeliat cowo kaya lo, keren, hehe," ujar Harti kembali memuji gue.

"Iya Don, lo tuh ganteng tau, mirip artis korea favorit gue, hehe," Khilda ikut menimpali ucapan Harti dengan melemparkan senyuman manis ke arah gue.

"Aahh, bisa aja kalian ini. Kan, aku jadi malu, hehe," ujar gue mendadak tersipu malu, sambil gigitin kabel mouse laptop.

"Gapapa mirip artis korea, asalkan jangan mirip Justin Bieber aja. Nanti gue jadi males buat nge-fans sama Justin Bieber lagi, kalo dia mirip sama lo, hehe." Kata Harti meledek gue.

Di tengah serunya obrolan kami, mendadak Harti mengangkat telepon dan kemudian pergi meninggalkan kami. Bukan, dia bukan pergi untuk menghadiri acara pengajian dari Justin Bieber, tapi dia mau bertemu dengan temannya sebentar.

Kini, di perpustakaan hanya sisa gue dan Khilda saja. Kami pun melanjutkan obrolan yang sempat berhenti sejenak, karena menunggu Harti mengangkat telpon.

"Kenapa lo gak nyari pacar, Don? Padahal, lo kan baik, pasti banyak yang mau," tiba-tiba Khilda mendekatkan diri ke meja dan memandang gue dengan tatapan tajam.

"Err~ aku belum siap, Khil," jawab gue gugup.

"Kenapa gak siap, Don?" tanya Khilda lagi.

Setelah pertanyaan terakhir dari Khilda, gue pun berusaha menjelaskan kepada Khilda, alasan kenapa gue bilang belum siap. Ya, karena gue jujur, kalau gue belum bisa move on dari gebetan gue di SMA dulu. Seumur-umur sih, gue memang belum pernah pacaran sama sekali. Di saat orang lain, sudah pernah merasakan dipeluk sama cewek, gue hanya bisa pelukan sama kucing. Itupun, setelah gue peluk, kucing tersebut langsung positif terkena flu babi.

Terakhir, di penghujung SMA gue memang sempat hampir punya pacar, namun hubungan kami saat itu hanya sebatas suka sama suka saja, alias belum sampai ke tahap yang lebih serius. Dia adalah adik dari teman kelas gue dulu di SMA. Nama perempuan itu, Fani.

Banyak teman yang bilang, kalau urusan pelajaran gue memang nomor 1, tapi untuk urusan cinta, gue pribadi mengakui, kalau gue itu payah. Hati gue terlalu sensitif untuk ukuran seorang cowok. Tidak jarang, ketika hujan datang, gue selalu terdiam sejenak, sambil berpikir, "Lagi sedih gini, kayaknya enak kalau bisa main hujan-hujanan. Siapa tau, kalau aku nangis di bawah hujan, mereka gak akan ada yang tau, kalau aku lagi sedih."

Sebagai seorang cowok, terkadang gue merasa malu dengan diri gue sendiri, karena gue terlalu gampang sedih untuk urusan cinta. Hanya saja, memang hal tersebut gak pernah gue tunjukkan di kehidupan sehari-hari gue. Namun, ketika gue sudah menyendiri, maka di saat itu lah, perasaan gue mendadak sangat sensitif. Ya, bisa dikatakan, gue ini merupakan tipe cowok yang perasa. Cowok yang selalu dan terlalu menggunakan perasaan dalam melalukan segala hal.

Semenjak meninggalkan Surabaya, gue gak pernah melepaskan rutinitas gue setiap malam sebelum tidur, yakni stalking sosial media Fani. Bahkan, tidak jarang juga, untuk menambah suasana haru, gue juga memutar lagu Geisha, Lumpuhkan Ingatanku. Bisa dibilang, apa yang gue lakukan itu memang sebuah kegiatan yang dianggap oleh sebagian orang, memalukan. Tapi gue gak peduli, karena bagi gue, hal tersebut merupakan hal yang wajar, karena gue masih rindu dia. Mungkin suatu saat, gue akan melupakannya, namun gue belum tahu, kapan hal itu akan terjadi. Gue hanya butuh waktu. Hanya itu saja.

"Lo harus bisa move on, Don. Mau sampai kapan lo mikirin dia mulu, dia aja gak pernah mikirin lo sama sekali," kata Khilda berusaha menyemangati gue.

"Iya sih, tapi susah, Khil," kata gue.

"Lo buang-buang waktu tau, Don, kalau masih mikirin dia mulu, banyak yang lebih baik dari dia kok," ujar Khilda sambil melemparkan senyuman tipis ke arah gue.

"Semoga aja sih, benar kayak gitu," jawab gue seadanya.

"Memang sejauh kuliah ini, gak ada cewe yang lo suka di kampus?" Khilda kembali mendekatkan diri ke meja dan menatap gue dengan tatapan tajam.

"Gak tau, Khil, hehe," kata gue enggan menjawab.

"Yaudah, kalo lo malu, tulis aja di kertas ini, lo gak perlu sebut nama deh." Khilda tiba-tiba membuka lembaran tengah dari binder gue.

Lalu, gue pun mengambil pulpen dan menuliskan nama di dalam kertas tersebut. Ketika melihat tulisan di kertas tersebut, Khilda pun terkejut.

"Iiih, lo serius suka sama orang ini?" tanya Khilda dengan wajah terkejut.

"Iya, bisa jadi gitu, hehe," jawab gue sambil melemparkan senyuman ke arah Khilda.

"Yakali dah, kan gue suruh nulis nama orang, kenapa lo malah nulis 'Kamu' dah," ujar Khilda, agak sedikit kesal, namun salah tingkah. Lucu.

"Kalau misalnya aku beneran suka kamu, gimana? Hehe," tanya gue lagi, kali ini, gue yang mendekatkan diri ke meja dan menatap Khilda dengan tatapan tajam.

"Ahhh, jangan gitu dong, Don," jawab Khilda semakin salah tingkah.

"Bercanda Khilda, aku cuma bercanda kok, hehe." Ujar gue tertawa lepas, melihat tingkah lucu dari Khilda yang terlanjur salah tingkah.

Gue memang sempat bercanda ketika menulis di kertas tersebut. Meskipun Khilda gue akui memang cantik, namun gue sudah terlanjur menganggap dia sebagai teman yang baik dan gak mungkin untuk gue suka sama dia. Jadi, tulisan 'kamu' di kertas itu, hanya sebagian dari bahan bercandaan gue saja. Lagipula, gak mungkin cewek secantik Khilda, mau dengan cowok culun kayak gue.

Awalnya, gue berpikir setelah sedikit bercanda seperti itu, akan membuat Khilda lupa dan tidak melanjutkan perbincangan mengenai perempuan yang gue suka. Ternyata, gue salah. Dia justru semakin memaksa gue, untuk jujur dan mengakui siapa permpuan yang gue suka di kampus. Dengan memasang wajah melas, Khilda pun merayu gue untuk kesekian kalinya. Jujur, gue memang gak pernah bisa melihat dan menolak permintaan cewek, ketika dia sudah memasang mata nanar dan wajah melas. Mau gak mau, akhirnya gue mengatakan kepada Khilda, bahwa sebenarnya gue sedang dekat dengan seorang teman sekelas juga yang bernama, Diah.


**Lanjutan cerita ini bisa dibaca di halaman berikutnya, ya! :)

Follow gue di Instagram, Twitter, & Wattpad juga -> @dono_salimz

Jangan lupa juga kasih Comment, Voted, & masukin cerita ini ke Reading List ya, Guys! (^_^)  

Mahasiswa 1/2 Abadi (KOMEDI - PELIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang