Sesampainya di rumah Om gue, Cik Lam, kami pun langsung disambut dengan hangat sekali. Baru sampai di depan rumahnya, gue melihat nampak sebuah plang bertuliskan; Toko Bintang Jaya. Ternyata, gue baru tahu, kalau Cik Lam juga memiliki usaha toko alat tulis di samping rumahnya. Malam itu, gue disambut oleh 4 orang yang berdiri tepat di depan toko tersebut. Mereka adalah Cik Lam, lalu ada istrinya, Tante Irul, kemudian ada anak mereka satu-satunya, Bryan, dan juga Mbak Sih, asisten rumah tangga di rumah mereka. Percakapan basa-basi pun sempat terjadi, sebelum akhirnya kami masuk ke kamar masing-masing untuk langsung beristirahat.
Esoknya, kami pun berencana pergi menjenguk Emak di Rumah Sakit Siloam, Karawaci, Tangerang. Namun, karena tidak ada yang menjaga toko, gue dan kakak gue pun dipaksa menjadi penjaga toko dadakan. Bermodal briefing kilat dari Tante Irul, kami pun bersedia menerima tawaran untuk menjaga toko siang itu. Meskipun baru pertama kali, tapi kami gak diwajibkan memakai pakaian putih-hitam ala karyawan baru di Indomaret. Intinya, hanya cukup melayani pembeli saja dan mendengarkan arahan dari Mbak Sih, karena ia yang akan menjadi mentor kami di sini.
Sambil berkeliling toko, gue pun berusaha untuk menghafal jenis dan harga barang yang dijual di toko ini. Selain menjual alat tulis, ternyata toko ini juga menjual pulsa, rokok, jajanan ringan, serta menerima print dan fotokopi-an. Beberapa jam menjaga toko, akhirnya ada juga pembeli pertama yang datang.
"Koh, saya mau beli bedak M.B.K dong, ada gak?" tanya seorang gadis bertubuh kurus, dengan mengenakan kaos merah bergambar stoberi.
"Bedak M.B.K? Kayanya ada sih, Mbak. Tapi gak usah panggil 'Koh' panggil aja, 'Mas', saya belum punya cucu kok," jawab gue berusaha menjelaskan.
"Tapi itu bedaknya bagus gak sih, Mas?" tanya gadis berbaju merah itu lagi.
"Bagus kok, ini tuh bagus banget, kalau pake bedak ini, muka Mbak bisa jadi mulus dan bersinar pokoknya deh!" jawab gue dengan penuh keyakinan, sambil menyodorkan bedak sachet berlogo bunga mawar merah itu ke arahnya.
"Ahh kacau nih, gak lucu bercandanya, Mas. Saya gak jadi beli deh,"
"Lho, kenapa Mbak? Saya salah apa?"
"Bodo! Pikir aja sendiri!"
Setelah kalimat percakapan terakhir, Mbak itu pergi melengos begitu saja meninggalkan gue dan rasa penasaran di benak gue, "Kenapa gue disuruh mikir sendiri?! Salah gue apa?! Padahal, dia kan gak tau, gue itu gak punya pikiran sama sekali!" Ya, kepala gue memang kopong, kalau dibedah, paling isinya cuma laba-laba lagi pada reunian sambil main congklak.
Merasa penasaran, gue pun mencoba searching di Google, mengenai bedak M.B.K tersebut. Setelah melihat-lihat, ternyata gue paham alasan Mbak tadi ngambek ke gue. Ternyata, bedak M.B.K itu bukan bedak muka, melainkan bedak untuk ketek basah. Dari kejadian tersebut, gue jadi paham betapa pentingnya pengetahuan tentang produk harus dimiliki oleh penjual dan pembeli. Andaikan, Mbak tadi gak paham dengan produk yang akan dibeli dan dia percaya dengan ucapan gue, kira-kira apa yang akan terjadi? Syukur-syukur sih, mukanya bisa putih seperti yang gue bilang. Atau justru sebaliknya, mukanya bisa ngeluarin aroma busuk, mirip bau ketek Undertaker habis ikut senam Aerobik.
Belajar dari kesalahan tersebut, gue pun mulai memperbaiki diri sebagai seorang penjaga toko yang baik. Ternyata, menjadi penjaga toko bukan hanya soal menghafal jenis dan harga produk, melainkan lebih ke seni menjalin hubungan dengan orang lain. Gue pun coba memperbaiki diri dari berbagai hal. Mulai dari merapihkan penampilan, lalu menggunakan bahasa yang sopan, serta terakhir, lebih rajin mandi dan ganti sempak.
Dalam beberapa minggu, menjaga toko telah menjadi rutinitas buat gue dan kakak gue. Awalnya sih, memang seru karena kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang baru setiap harinya. Namun, semakin lama, ternyata menjaga toko itu membosankan juga. Apalagi, ditambah dengan sikap-sikap aneh dan mengesalkan dari para pembeli. Seperti misalnya, ketika kami pernah digoda pembantu alay saat sedang menjaga toko. Sore itu, hanya ada gue dan kakak gue. Sedangkan yang lainnya masih di rumah sakit dan Mbak Sih sedang menjemput Bryan yang sedang les di dekat rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahasiswa 1/2 Abadi (KOMEDI - PELIT)
No FicciónSetiap kampus punya cerita dan cinta? Ya, ini adalah kisah gue, Dono Salim, biasa dipanggil Dono. Kisah mahasiswa kekininan yang gampang galau dan memiliki perasaan sensitif apabila melihat hujan. Bukan hanya itu saja, sebagai Mahasiswa gue juga a...