STATUS SEPIHAK

1.3K 118 0
                                    

"Non Kara, ada temennya nunggu dibawah."

Karamel menggantung sendoknya diudara begitu mendengar ucapan Mbak Mirna. Gadis itu menautkan kedua alisnya bingung. Siapa kiranya 'teman' yang mencarinya sepagi ini?

"Siapa mbak?" Tanya mama mewakili isi hati Karamel.

"Cowok, Bu. Cakep." Ucap mbak Mirna mengacungkan ibu jarinya sambil senyum-senyum.

"Namanya?" Kali ini Vanilla yang bersuara.

"Al.. Alfa kalau nggak salah, Non."

Mendengar nama Alfa, sontak Karamel tersedak makanannya sampai terbatuk-batuk. Kejadian semalam berputar lagi dikepalanya. Karamel mengira ucapan Alfa kemarin hanya bercanda, tapi nyatanya lelaki itu sudah muncul dirumahnya sepagi ini.

"Pelan-pelan makannya sayang." Mama menyerahkan segelas air putih sembari menepuk-nepuk punggung Karamel. Sedangkan Vanilla menyunggingkan senyumnya penuh arti.

"Panggil aja kesini, mbak. Ajak sarapan bareng."

Karamel membelalakkan matanya lebar saat Papa menyuruh Mbak Mirna memanggil Alfa. Rasanya, dia ingin kabur saja lewat pintu belakang.

Beberapa detik kemudian, Alfa muncul lengkap dengan seragam abu-abunya yang tampak baru. Rambutnya pun dipotong rapi. Sepatu converse dan juga tas hitam yang tersampir dibahunya pun juga sepertinya baru. Lelaki itu tampak beda hari ini. Tingkat kegantengannya entah bagaimana meningkat dua kali lipat dimata Karamel.

Alfa tersenyum ramah, menyalami tangan Papa dan Mama bergantian.

"Pagi Om, Tante."

Papa dan Mama pun dibuat terkesima oleh kesan pertama Alfa yang begitu sopan. Karamel menganga tidak percaya, bagaimana lelaki dingin didepannya itu begitu berbeda dari biasanya. Kemana perginya sikap jutek dan ucapan ketusnya itu.

"Duduk nak Alfa! Udah sarapan belum?" Tanya mama dengan senyum manisnya. Karamel tahu jenis senyum mama yang ini. Pasti ada maunya.

Karamel memberi kode pada Alfa lewat matanya. Namun, sepertinya Alfa sengaja mengabaikan kode itu.

"Kebetulan belum tante."

"Nah, kalau begitu makan disini aja ya." Pandangan mama lalu beralih ke Karamel. "Mata kamu kenapa sayang kok kedip-kedip gitu?"

"Ha? Ah, nggak ma. Kelilipan kayaknya." Ucap Karamel sambil berpura-pura mengucek matanya. Vanilla cekikikan melihat tingkah lucu adiknya itu.

Sarapan pagi yang penuh hikmat di keluarga Adinata pagi itu mendadak jadi heboh. Semua ini karena kedatangan Alfa yang dengan beraninya memperkenalkan diri sebagai pacar Karamel pada Mama dan meminta ijin pada Papa untuk mengantar jemput Karamel setiap hari.

Mama tentu saja senang bukan main, apalagi kalau bukan karena tampang ganteng Alfa. Bahkan mama mendukung seratus persen hubungan mereka. Padahal, kemarin-kemarin Mama sempat juga jadi tim sukses Genta. Ah, mengingat nama Genta rasanya Karamel ingin menangis saja.

Sedangkan Papa selalu jadi pihak yang bijak dalam bersikap. Papa mengijinkan Alfa berpacaran dengan anak bungsunya, dan mengantar jemput Karamel setiap hari. Asal Alfa berjanji bisa menjaga Karamel dengan baik. Papa akan mencabut ijinnya jika Alfa melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkannya.

Hanya saja, Alfa tidak tahu bahwa perjuangannya mendapatkan Karamel ternyata belum selesai. Ada satu orang lagi yang harus ditaklukan Alfa. Kebetulan, pagi ini Kakak sulung Karamel yang over protektif itu sedang berlibur bersama teman-temannya ke Bali.

"Lo jangan puas dulu adik kecil. Karamel masih punya herder yang lebih galak lho." Pesan Vanilla mengakhiri acara sarapan pagi itu yang hingga kini masih terngiang ditelinga Alfa.

***

"Sampai kapan mau disini terus? Ayo turun."

"Aku kan minta turunin di depan sana, bukan diparkiran gini Al."

"Nggak bisa lah. Cowok macam apa gue nurunin pacarnya di pinggir jalan."

Karamel masih bergeming di tempatnya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sebal sambil memeluk tasnya erat-erat. Tidak mau turun.

"Kenapa sih? Malu pacaran sama gue?" Alfa memutar paksa tubuh Karamel menghadap ke arahnya.

"Bukan gitu, Al. Aku... Aku cuma nggak siap aja. Lagian, kemarin kan aku nggak bilang iya."

Memang, seingat Karamel dirinya bahkan tidak mengatakan sepatah katapun atas permintaan gila Alfa kemarin. Lalu, bagaimana bisa lelaki itu malah nekat datang kerumahnya dan membuat heboh Papa serta Mama dengan mengikrarkan diri sebagai pacarnya.

"Lo kan diem aja kemaren. Ya udah gue anggep aja iya." Ucap Alfa enteng. "Lo nggak siap kenapa juga sih? Harusnya lo tuh seneng bisa jadi pacar cowok paling ganteng se-SMA Garuda."

"Justru itu, Al..."

"Lo ngomong yang jelas, Ra."

Karamel menggigit bibir bawahnya ragu. Dia menatap Alfa takut-takut. "Aku takut... di bully sama fans-fans kamu."

Mendengar jawaban Karamel, sontak Alfa terbahak keras. Lelaki itu mengacak-acak rambut Karamel gemas. "Lo tuh pasti aman sama gue. Tenang aja kali, Ra."

Darah Karamel berdesir hangat saat tiba-tiba Alfa membukakan pintu mobilnya dan menggenggam jemarinya erat. Benar saja, hampir semua pasang mata siswa-siswi SMA Garuda menatap Alfa dan juga Karamel dengan pandangan kepo level dewa. Beberapa bahkan saling berbisik-bisik membicarakan murid paling bandel se-SMA Garuda itu.

Karamel berkali-kali berusaha melepaskan genggaman jemari Alfa, namun lelaki itu malah semakin memperkuat genggamannya. Seolah-olah memang sengaja menunjukkan pada seluruh penghuni sekolah bahwa mulai hari ini Karamel adalah miliknya.

Banyak tatapan-tatapan iri dan juga benci yang dilayangkan beberapa murid perempuan yang Karamel tahu sebagai anggota Alfa Fans Club. Karamel semakin takut dibuatnya. Gadis itu tanpa sengaja mencengkeram pergelangan lengan Alfa. Membuat Alfa mengusap-usap tangan Karamel menengankan sambil menggumamkan kata-kata 'rileks' berkali-kali.

Ternyata, kecepatan gosip bahkan mengalahkan kecepatan cahaya. Dikelas sebelas IPA satu pun, pemandangan yang sama didapati oleh Karamel. Semua teman-teman sekelasnya menatapnya kepo saat melihat dia datang bersama Alfa dan lelaki itu mengantarnya hingga sampai ditempat duduknya. Parahnya lagi, Alfa bahkan menyempatkan diri mendaratkan tangannya di rambut Karamel dan mengusapnya pelan sebelum akhirnya pergi ke kelasnya sendiri. Jeritan tertahan terdengar dari beberapa murid perempuan.

Setelah Alfa pergi, barulah jejeritan itu terdengar nyaring. Karamel sampai harus menutupi kedua telinganya saking berisiknya. Kini, mereka semua telah memenuhi meja tempat duduk Karamel untuk mendengarkan fakta dari gosip yang sudah santer terdengar sejak tadi pagi.

Untuk kali ini saja, Karamel berharap Hany segera datang untuk menolongnya. Sialnya, sahabatnya itu malah belum menampakkan Batang hidungnya. Karamel tidak tahu harus menjawab apa saat pertanyaan-pertanyaan kepo dilontarkan teman-temannya bergantian. Dia hanya menggeleng dan mengangguk sebagai jawaban.

"Gila! Lo beneran jadian sama Alfa, Kar?"

Karamel mengangguk. Ragu.

"Pasti lo kan yang nembak dia?"

Karamel menggeleng cepat.

"Anjrit! Jadi, dia yang nembak?"

Karamel mengangguk. Pelan.

"Romantis banget. Terus, pake Kasih bunga atau cokelat gitu nggak?"

Karamel menggeleng lagi.

"Cowok tipe kayak Alfa sih nggak perlu deh diminta bunga atau cokelat. Dia bersikap manis aja uda sweet banget. Ya kan, Kar?"

Kali ini Karamel hanya mengedikkan bahu nya sebagai jawaban 'tidak tahu'. Hingga tiba-tiba suara cempreng milik Hany membuyarkan kerumunan mereka. Karamel akhirnya bisa mendesah lega. Hany sukses mengusir teman-temannya yang kepo tentang hubungannya dengan Alfa.

Hany akhirnya mendapati kembali tempat duduknya. Gadis itu mengibaskan rambutnya hiperbola, dia menghela napas panjang lalu menatap serius ke arah Karamel.

"Teganya lo nyembunyiin ini dari gue, Kar. Gue tunggu cerita lo nanti jam istirahat. Lengkap! Nggak boleh ada yang kelewat."

***

Karamel untuk AlfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang