SESUATU BERNAMA KEPERCAYAAN

1.4K 115 0
                                    

"Karaaaaa... Buruan turun. Alfa nungguin tuh."

Suara Vanilla menggema di seluruh penjuru rumah keluarga Adinata pagi itu. Mendengar nama 'Alfa', Karamel buru-buru membereskan buku dan peralatan sekolahnya. Jam di dinding menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit. Rencananya, Karamel akan mampir dulu ke rumah Devan untuk memberikan bekal yang sengaja dibuatnya untuk Alfa.

Semalam Alfa bilang bahwa hari ini dia masih ingin beristirahat. Kondisinya memang masih kurang fit. Tapi lelaki itu malah muncul dirumahnya sepagi ini tanpa memberitahu lebih dulu.

"Ya ampun, Alfa. Itu muka kamu kenapa lebam-lebam begitu?" Mama berteriak heboh. Menarik tangan Alfa mendekat, dan meneliti setiap inchi luka diwajah lelaki itu.

"Ah nggak apa-apa kok, Tan. Kemarin jatuh pas waktu ngehindarin kucing nyebrang tiba-tiba."

"Naik motor?"

"Iya, Tan." Alfa meringis gugup. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Karamel tahu Alfa sedang berbohong. Bagaimana mungkin dia jatuh naik motor sedangkan kemarin waktu dirumah Devan lelaki itu membawa mobilnya.

"Udah ke dokter, Al?" Tanya Papa ikutan khawatir.

"Udah kok, Om."

"Aduh lain kali hati-hati ya, Al. Bentar, tante punya salep ampuh yang bisa cepet ngeringin luka. Tante ambil dulu, ya."

Alfa mengangguk pelan. Karamel menghampiri lelaki itu. Menatap dalam mata hitam legam milik Alfa yang seolah menyimpan banyak rahasia.

"Kamu udah enakan?"

Alfa mengangguk. Pandangannya beralih ke sebuah kotak makan berwarna pink dipangkuan Karamel. "Itu apa, Ra?"

"Buat kamu." Karamel menyodorkan kotak makan itu. Yang diterima Alfa dengan senyum lebarnya.

"Jarang-jarang lho Karamel mau ke dapur. Om sampe kaget tadi pagi. Om kira maling." Celetuk Papa membuat wajah Karamel memerah.

"Awas keracunan lo, Al." Sahut Vanilla sambil mengigit setangkup roti selai nanas kesukaannya.

"Kakak apaan sih."

Karamel menutup wajahnya dengan kedua tangan. Membuat Papa, Vanilla dan Alfa tergelak melihat Karamel salah tingkah.

Tiba-tiba Mama datang sambil membawa salep berukuran kecil yang dulu sering dipakai mengobati Moka yang hobby tawuran.

"Ini, Al. Di oles sehari tiga kali ya. Tipis-tipis aja."

"Iya. Makasih tante."

"Ya udah, ma. Karamel berangkat dulu ya." Karamel berpamitan pada kedua orang tuanya. Diikuti Alfa yang mencium punggung tangan Papa dan Mama sopan.

"Hati-hati bawa mobilnya, Al. Kalo sampe ada apa-apa sama Karamel, Om bakalan cabut ijin pacaran kalian."

Suara ancaman Papa yang terdengar serius itu tepat mengenai sasaran. Alfa tahu, cepat atau lambat Karamel memang akan ikut terseret kedalam masalahnya. Alfa tidak ingin Karamel ikut terluka. Seperti kemarin Alfa sukses membuat Karamel menjatuhkan air mata karenanya.

***

"Gimana? Aneh ya rasanya?"

Alfa memasukkan suapan keduanya. Rasa nasi goreng bikinan Karamel memang tidak seenak di restoran, tapi cukup pas di lidah Alfa. Tidak asin. Dan juga tidak terlalu pedas. Lumayan untuk ukuran seseorang yang katanya tidak pernah masuk ke dapur.

"Enak." Ucap Alfa sambil mengangkat jempolnya.

"Bohong. Bilang aja nggak enak." Karamel mengurucutkan bibirnya sebal. Dia tahu Alfa pasti berbohong demi menyenangkan hatinya.

Karamel untuk AlfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang