TUGAS PERTAMA

1.7K 131 2
                                    

Karamel menghentikan kegiatan sarapan paginya, saat tiba-tiba ponsel pintar miliknya berbunyi. Karamel mengintip pop up pesan itu dan matanya membelalak lebar saat melihat sebuah pesan dari seseorang yang beberapa hari ini menghantui hari-harinya.

Alfarizi Mahesa : Roti 2 bungkus + air mineral 2 botol. Gedung belakang sekolah. Jangan telat!

Karamel lupa, mulai hari ini dia resmi menjadi 'asisten pribadi Alfa'. Itu artinya dia harus bersedia disuruh ini itu oleh lelaki itu. Dan pesan Line Alfa pagi ini merupakan tugas pertamanya sebagai asisten pribadi seorang Alfarizi Maheswara.

Bagi Karamel ini adalah mimpi buruk. Alfa adalah pentolan SMA Garuda yang namanya bahkan sudah terkenal seantero sekolahan. Tentang segala sikap buruknya dan juga kekejamannya. Sebelumnya Karamel bahkan tidak pernah mendengar tentang nama Alfa, namun belakangan takdir seolah selalu mempertemukan dia dengan lelaki itu dalam keadaan yang bisa dibilang sangat tidak tepat.

Karamel bingung harus menjawab apa. Gadis itu berkali-kali mengetikkan sebuah kata-kata. Namun berkali-kali pula dia menghapusnya. Akhirnya, Karamel memutuskan tidak menjawab pesan itu dan membiarkannya begitu saja.

"Taroh dulu handphone-nya, Dek"

Karamel meringis mendengar suara peringatan dari Vanilla Adinata, kakak keduanya.

Memang ada peraturan tidak tertulis di Keluarga Adinata yang melarang kegiatan apapaun dimeja makan selain makan. Hal itu dimaksudkan agar keakraban tetap terjadi dalam Keluarga. Karena hanya pada saat kegiatan makan pagi dan makan malam lah seluruh keluarga bisa berkumpul. Menceritakan setiap kegiatan yang terjadi sehari-hari.

"Maaf, Kak."

"Siapa sih, Dek? Tumben kamu pagi-pagi udah sibuk sama handphone." Kali ini sang mama angkat bicara. Wanita setengah baya itu tersenyum menggoda ke arah anak bungsunya yang kini sudah beranjak dewasa itu.

"Pacar Karamel ya?" Sahut lelaki berkaca mata yang duduk dipaling ujung.

"Papa! Bukan, ih."

"Emang siapa pacar kamu, Kar? Cowok yang kapan hari nganterin kamu pulang itu ya?" Tanya Vanilla kepo.

Nganter pulang? Oh, Kak Genta maksudnya.

"Bukan, Kak. Aku nggak punya pacar kok."

"Siapa namanya kemarin? Mama lupa. Gen-- apa ya?"

"Genta, ma." Koreksi karamel.

"Ah iya, Genta. Cakep lho anaknya, Pa. Baik banget lagi mau nganterin Kara pulang." Ucap mama pada Papa. Papa sendiri hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum penuh wibawa.

"Papa sih nggak ngelarang Karamel punya pacar. Cuma harus tetep bisa memprioritaskan. Sekolah tetep nomer satu." Nasihat Papa bijak.

"Karamel tuh masih kecil, Pa. Nggak boleh pacar-pacaran." Moka, kakak sulung Karamel yang sejak tadi diam akhirnya bersuara.

"Kamu tuh jangan over protektif gitu sama adek kamu, Moka. Nggak inget kelakuan kamu sendiri kayak gimana?" Sindir Papa yang dihadiahi pelototan tajam dari mama.

"Justru itu, Pa. Moka ini udah banyak makan asem manisnya percintaan. Moka tahu apa yang ada di otak semua laki-laki."

"Apa coba?" Vanilla angkat bicara.

"Ah, lo jangan pura-pura nggak tau deh Van. Kerjaan lo juga gonta-ganti cowok mulu."

"Alah, lo juga kali Bang. Udah berapa lusin cewek yang lo bikin patah hati?"

Karamel untuk AlfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang