CEWEK PERMEN

1.9K 155 0
                                    

"Nanti malem, gue tunggu lo semua ditempat biasa. Udah lama kita nggak kesana."

Alfa menghirup rokoknya dalam. Menikmati setiap nikotin yang masuk memenuhi paru-parunya, sebelum akhirnya menghembuskan asapnya keras. Asap itu mengepul bercampur dengan udara yang tanpa disadari lebih berbahaya bagi yang menghirupnya.

Keempat lelaki itu mengangguk menyetujui.

"Gue agak telat kayaknya. Ada janji sama Lisa." Ucap Roland yang dibalas lemparan kulit kacang oleh Gara.

"Hari ini Lisa. Besok siapa lagi?"

Roland tersenyum miring. "Sirik aja lu, kribo!"

"Bangsat! Kurang-kurangin lah mainin cewek gitu."

"Mereka yang mau sama gue. So what?"

Roland adalah yang paling playboy diantara mereka berlima. Tampang ganteng dan dompet tebalnya menjadi daya tarik utama bagi cewek-cewek matre di kota metropolitan ini.

"Jangan kebablasan aja lo, Land. Pakai pengaman yang bener." Celetuk Devan disambut tawa membahana dari yang lain.

"Sialan! Tau deh yang LDR. Kasihan banget nggak dapet jatah."

Devan hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Roland. Pacar Devan saat ini memang sedang menuntut ilmu di negeri Kangguru. Kadang, teman-teman yang lain heran melihat bagaimana kesetiaan Devan terhadap pacarnya itu. Padahal, bisa saja kan disana pacar Devan itu selingkuh.

"Ente begitu, Land. Bagi-bagi lah sama kite." Kali ini Jali, lelaki blasteran arab-betawi itu bersuara.

"Gue sih mau aja bagi-bagi, Jal. Cuma masalahnya cewek-cewek itu mau nggak sama lo."

Devan, Gara, dan juga Reno tertawa mendengar ucapan kejam Roland. Alfa sendiri hanya menggelengkan kepalanya mendengar percakapan teman-temannya.

"Ente tai banget deh, Land."

"Kenak karma baru tau rasa lo." Sahut Reno menyumpahi.

"Jangan nyumpahin gue gitu dong, Ren." Roland merangkul Reno bersahabat. Reno sendiri menyingkirkan tangan Roland geli.

"Geli gue."

"Oh ya, cewek tadi siapa sih, Ren?" Tanya Gara tiba-tiba. Membuat keempat lelaki itu kini menatap Reno penasaran.

Terutama Alfa. Lelaki itu juga cukup penasaran dengan gadis mungil yang entah mengapa berani sekali menyapa Reno. Apa gadis itu tidak tahu kalo Reno adalah teman satu gengnya.

Melihat dari raut wajahnya yang biasa saja, sepertinya gadis itu juga tidak tahu siapa Alfa.

"Siapa tadi namanya, Karla? Eh Karin? Karam? Siapa sih?"

"Karamel." Koreksi Reno

"Iye Karamel. Kayak permen namanya. Die siape ente, Ren? Pacar?" Tanya Jali ikutan kepo.

"Bukanlah. Kan udah gue bilang dia temen sekelas gue." Ucap Reno dengan nada yang berbeda. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh lelaki itu.

"Lo pernah punya masa lalu apa sama dia?"
Pertanyaan skak mat dari Devan membuat Reno sedikit terkejut.

Devan ini memang yang paling peka dan paling pintar membaca raut wajah seseorang. Tidak ada hal yang bisa disembunyikan jika sudah berbicara dengannya.

Reno menggaruk tengkuknya canggung. Dia menatap keempat temannya yang masih penasaran menunggu jawaban darinya.

"Itu.. Ng.. Gue dulu pernah nembak dia."

"Ape?!"

"Wow?"

"Anjir, serius lo?"

Empat reaksi berbeda ditunjukkan oleh Jali Devan, dan Gara. Hanya Alfa yang masih terdiam menunggu kelanjutan cerita Reno.

"Ya. Dan gue ditolak. Katanya kita lebih cocok temenan." Ucap Reno dengan raut wajahnya yang berubah murung.

Jali menepuk-nepuk pundak Reno prihatin. "Sabar. Cewek nggak cuma die aje, Man."

"Kok dia berani nolak lo, Ren? Emangnya dia nggak tau siapa lo? Siapa kita?" Tanya Gara mewakili isi hati Alfa.

"Karamel mana tau siapa kita. Dia itu polos banget. Semua orang dibaikin sama dia. Sampe ada beberapa orang yang sengaja manfaatin kebaikan dia."

"Kelihatan sih dari mukanya. Imut gitu. Mungil lagi. Enak tuh di peluk-peluk. Gemesin."

Gara menoyor kepala Roland. Isi kepala temannya yang satu itu memang selalu kotor. "Mesum lo!"

"Gue sekelas sama dia sejak kelas sepuluh. Dan sejak pertama kali kenal, gue langsung jatuh cinta. Waktu itu dia nolongin gue ngerjain PR yang menurut gue susah banget." Cerita Reno dengan pandangan yang menerawang. Di kepalanya berputar ulang adegan pertemuan pertamanya dengan Karamel.

"Pas gue beraniin diri nyatain perasaan gue, dia malah nolak gue. Sampe sekarang sih gue jadi canggung kalo ketemu dia. Apalagi kita sekelas lagi. Tapi, dianya biasa aja. Malah tetep bersikap baik sama gue."

Mereka berempat mendengarkan cerita Reno dengan seksama. Tidak menyangka bahwa Reno yang terkenal dingin terhadap kaum perempuan itu ternyata pernah ditolak cintanya oleh gadis polos seperti Karamel.

"Setelah itu, gue jadi sadar. Ternyata emang Karamel bersikap baik ke semua orang. Nggak cuma sama gue." Reno tertawa hambar. "Gue udah berusaha menjauh dari dia. Rasanya aneh aja kalo tetep deket sama dia. Gua jadi nggak bisa nutupin perasaan suka gue. Padahal udah jelas gue ditolak."

"Segitu sukanya lo sama cewek cupu kayak dia?" Alfa tertawa remeh. Lelaki itu kini menyalakan batang rokok keduanya.

"Karamel beda, Al. Selama ini belum pernah gue nemu cewek kayak dia."

"Udah lah Ren. Cewek yang lebih manis dari si Permen ini juga banyak kali." Ucap Gara menghibur.

"Permen?"

"Iya. Karamel maksud gue. Lucu banget dah namanya."

Roland mengangguk setuju. "Ntar deh gue kenalin sama stok cewek gue."

"Ane juga dong, Land." Sahut Jali tak mau kalah.

"Kalo lu mah, ogah. Malu-maluin."

"Bahlul ente!" Jali menggeplak kepala Roland. Gara dan juga Reno tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Devan dan juga Alfa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku teman-temannya.

Dering ponsel Devan tiba-tiba berbunyi. Lelaki berkacamata itu berjalan menjauhi teman-temannya. Dahinya mengernyit heran melihat nama seseorang yang terpampang di ponsel miliknya.

Jena?

"Halo, kenapa Jen? Hah? Serius? Oke. Hm.. Iya gue sama yang lain kesana. Yap, thanks."

Devan menutup telepon Jena, ketua dikelas sebelas ipa tiga. Dia menghembuskan napasnya keras lalu berjalan menghampiri teman-temannya.

"Siape?" Tanya Jali penasaran melihat perubahan raut wajah Devan.

"Jena. Ada yang lapor ke Miss Loli kalo kita cabut."

Mendadak wajah mereka semua berubah panik.

"Bangsat!" Umpat Alfa sambil membuang puntung rokoknya kesal. "Terus dia bilang apalagi?"

Devan menghela napas panjang. Dan kalimat yang meluncur berikutnya dari mulut lelaki berkaca mata itu membuat keempatnya buru-buru kembali memanjat tembok kembali ke sekolah.

"Kita semua dipanggil kepala sekolah. Sekarang juga."

***

Karamel untuk AlfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang