Keesokan harinya, Rifqi kembali ke Caffè Parlare untuk menjadi barista karena pondok memberikan waktu libur tiga hari dan sekarang hari kedua. Dia tidak jadi orang pertama yang datang. Sebelumnya sudah ada Kang Idris yang menjadi koki disana. Rifqi pun sesegera mungkin menyiapkan bar, mengeluarkan beberapa alat menyeduh kopi dan melakukan kalibrasi. Tak lama dari itu, datang Kang Ari dan langsung menyapa Rifqi. Kemudian Kang Ari membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan, “Eh Qi, lo udah pernah ngontakin si Caitlin?” Rifqi menggeleng sembari memberikan secangkir espresso hasil kalibrasinya. Sembari menyeruput kopi Kang Ari kembali berkata, “Kalo menurut gue sih, mending coba aja. Yaa sekedar ngechat, siapa tau dia ngebales. Eh ngomong-ngomong hasil kalibrasi lo pas, konsisten yaa.” Rifqi sedikit tersenyum dan menanggapi saran dari Kang Ari, “Iya yaa, kenapa gue kagak pernah kepikiran sampe sana. Iya deh nanti gue coba. Makasih yaa Kang buat saran sama pujian kalibrasinya.” Seakan tak merasa puas, Kang Ari kembali berkata, “Nanti? Kelamaan Qi, mending seakarang aja. semakin cepat, semakin baik.” Rifqi pun bergegas mengambil smartphone-nya yang tergeletak di sebelah Rok Presso kemudian mengirimkan pesan lewat direct message. Setelah itu, Rifqi menaruh smartphone-nya di saku apron karena pengunjung mulai berdatangan dan harus kembali menyeduh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Caitlin
RomanceTerinspirasi dari tulisan yang berjudul "Mencari Herman" karya Dee Lestari. Berisikan kisah tentang seorang remaja yang gila akan sebuah obsesi.