Terhitung sudah empat hari waktu berlalu semenjak datangnya sebuah petuah. Semakin jarum jam bergerak, semakin bulat pula tekad Rifqi untuk mencari Caitlin, jauh ke ibukota negara. Rifqi merencanakan semua hal yang akan ia lakukan disana dengan sangat terperinci. Demi menyukseskan pencarian, selain membutuhkan semangat yang menggebu-gebu, pastinya membutuhkan biaya. Maka daripada itu dia membongkar celengannya, sebuah celengan tua dari tanah liat berbentuk ayam. Sangat melegenda memang. Selain uang celengan, ia pun menambahkan uang upahnya bekerja di Caffè Parlare dan terkumpul sekitar dua juta sembilan ratus tiga puluh enam ribu rupiah. Setelah mendapatkan uang yang dirasa cukup, ia mengemas pakaian yang hendak dibawa dengan sebuah tas carrier ukuran lima puluh liter berwarna hijau dari pabrikan lokal yang sangat terkenal. Selain itu ia juga membawa kompor portable, tabung gas kecil, nesting, aeropress, dan grinder portable. Tak lupa ia memesan dua ratus lima puluh gram biji kopi papandayan sebagai pelengkap perjalanan.
Keesokan harinya, Rifqi pergi ke Caffè Parlare. Karena baru buka, Rifqi sedikit membantu membereskan bar dan melakukan kalibrasi atas perintah Kang Arief. Terdengar sedikit pujian dari mulut Kang Arief, "Rasa espresso-nya udah masuk standar. Tapi ada satu rasa yang tipis, lo kecepetan di proses ekstraksi." Sembari tersenyum Rifqi menanggapi, "Iya sih Kang, kirain cuma perasaan gue aja. Eh gak taunya emang kurang sempurna. Nanti deh gue perbaiki." Karena kalibrasi yang Rifqi lakukan dirasa belum pas dan Rifqi tidak mau mengulang, maka Kang Arief yang menggantikan. Setelah kalibrasi dirasa cukup, secangkir espresso tersaji dihadapan Rifqi. Tak lama dari itu, Kang Ari datang dan meminta maaf atas keterlambatannya karena ada jam kuliah tambahan. Sekarang semuanya telah selesai, tinggal menunggu para pengunjung datang dan memesan kopi. Disela-sela menunggu pengunjung, Rifqi menceritakan tentang rencana gilanya pergi ke Jakarta dalam waktu dekat. Bahkan dia menceritakan tentang datangnya sebuah petuah yang makin membuatnya membulatkan tekad. Kang Arief dan Kang Ari hanya bisa terdiam sembari mendengarkan celotehan Rifqi, seolah tak ada respon. Tapi ketika Rifqi berhenti berbicara, Kang Arief mulai membuka mulut dan berkata, "Yaudah deh kalo lo emang beneran mau pergi. Tapi kalo boleh gue saranin lagi, lo mending diem aja di Garut sambil stalking akun si Caitlin. Itu lebih aman." Kang Ari tak menanggapi, menghirup aroma kopi yang ada didalam toples. Tak lama dari itu datang Kang Ben, tapi bukan tokoh filosofi kopi. Kang Ben adalah seorang roaster kenamaan di Kota Garut. Kang Ben juga cukup akrab dengan Rifqi, apalagi dengan Kang Arief dan Kang Ari. "Nih pesenan lo." ucap Kang Ben sambil menyerahkan kantung plastik berwarna putih bersih. "Papandayan mt, full wash, dry hulled sesuai pesenan lo. Harganya tujuh puluh lima ribu." sambung Kang Ben. Rifqi yang sudah mengambil kantung plastik itu sedari tadi menyerahkan uang sesuai yang diminta Kang Ben. Dengan nada sedikit mengejek, Kang Ben kembali berkata, "Jarang-jarang nih lo pesen dua ratus lima puluh gram. Biasanya juga pesen seratus gram, biar ngirit." Rifqi hanya tersenyum, kemudian Kang Ari berkata dengan nada datar, "Bocah ini mau ke Jakarta, ngejar orang yang gak tau rumahnya dimana." Mendengar perkataan tadi, sontak Kang Ben terdiam lalu kembali bertanya, "Serius lo?!" Semua diam, tak ada lagi yang mewakilinya menjawab, "Iya Kang gue mau ke ibukota, mau ngejar mimpi!" jawab Rifqi mantap. Kang Ben hanya bisa menggelengkan kepala pertanda tak percaya. Setelah itu Kang Ben berpamitan karena harus mengirimkan biji kopi lagi.
Dalam heningnya bar Caffè Parlare, karena sedari tadi belum ada pengunjung, giliran Rifqi yang berpamitan kemudian kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ia memasukan biji kopi tadi kedalam carrier-nya. Setelah itu ia kembali melihat rencana kepergiannya yang ditulis dengan tulisan tangan, hampir menyerupai tulisan seorang dokter. Dalam kertas itu tertuliskan dia akan berangkat tanggal dua puluh tiga desember dua ribu enam belas dengan menggunakan kereta.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Caitlin
RomanceTerinspirasi dari tulisan yang berjudul "Mencari Herman" karya Dee Lestari. Berisikan kisah tentang seorang remaja yang gila akan sebuah obsesi.