Dito: Udah pulang Sal?
Tulis Dito dalam pesan yang dikirim ke Salma. Ya. Hari ini mereka akan bertemu untuk sekedar melepas rindu yang sudah tiga bulan lamanya tidak bertemu. Sekaligus untuk mendengarkan cerita Dito tentang Paris.
Bicara soal Paris, itu adalah kota kesukaan Salma. Ia ingin sekali mengunjunginya. Banyak orang yang mengetahui kota Paris. Kota yang sangat cantik dengan hiasan menara eiffel. Kota itu juga terkenal dengan kota paling romantis dan fashionable. Itulah mengapa Salma sangat menyukai Paris.
Salma belum membalas pesan Dito. Ia tidak tahu kalau ada pesan baru di hpnya. Ia sedang sibuk merias diri untuk persiapan bertemu Dito.
Salma memakai blouse polos berwarna maroon dan jeans hitam. Ditambah aksesoris kalung dan jam tangan. Outfitnya selalu simple tapi terlihat elegan.
Ia mengambil hp untuk memberi kabar ke Dito kalau ia sudah siap untuk dijemput. Ternyata Dito sudah menanyakannya duluan.
Salma: Udah siap kok.
Dito: Okey. Tunggu ya. Gue otw.
Salma: Iya. Hati - hati ya.
Seperti biasa ia berpamitan dengan ibunya kalau ingin pergi. Saat hendak membuka pagar, Dito sudah berada didepan rumahnya.
"Loh? Cepet banget sampenya. Dari kapan disini?" tanya Salma heran.
"Baru sih. Hehe. Yaudah naik cepet." Dito memberikan helm untuk Salma.
Salma lalu naik ke motor Dito. "Yuk. Berangkat." ucap Salma.
***
"Lo pesen apa?" tanya Salma didepan kasir.
"Samain deh." Dito tidak mau ambil pusing dengan melihat menu.
"Kebiasaan nih. Gak seru ah."
"Yaudah deh." Dito terpaksa membuka buku menu untuk memilih. "Gue grilled chicken dan matcha green tea."
"Okey. Mbak saya pesen grilled chicken, striploin steak, matcha green tea, dan red velvet. Masing - masing satu buah ya." ucap Salma.
"Baik kak semuanya jadi Rp 200.000."
Salma menelan ludah mendengarnya. Ini kali pertama ia dan Dito mencoba menu baru cafe ini dan mereka tidak melihat harga terlebih dahulu sebelum pesan.
Dito tidak mendengar yang dibilang kasir itu. Ia sedang asik menggunakan headset sambil membuka - buka buku menu.
"Dit, Rp 200.000 totalnya. Hehe." bisik Salma ke Dito.
"Hah? Apa sal?" Dito tidak mendengar. Ia langsung mencopot headset yang dipakainya.
"Totalnya Rp 200.000" Salma mengulang ucapannya.
"Yaudah gakpapa." Dito mengeluarkan uang dari dompetnya. Kemudian membayar.
"Terima kasih kak." ucap petugas kasir.
Mereka berdua lalu menuju ke meja kosong.
"Gimana Paris?" Salma membuka topik pembicaraan duluan.
"Hmm. Yagitu. Membosankan." Ucap Dito seraya mengedikkan bahunya.
"Masa sih? Bukannya disana ramai? Dan banyak spot foto bagus. Jadi lo bisa foto - foto sepuasnya. Haha." ucap Salma sambil membayangkan kota Paris.
"Ramai sih. Tapi kan gue kesana buat tes beasiswa dan belajar. Jadi sangat membosankan."
"Maksudnya?"
"Ya gue gak bebas disana. Gak boleh foto - foto, main gadget, dan hal lainnya yang menyenangkan. Karena tujuan awalnya kan belajar bukan buat senang - senang."
"Yah. Gak bisa ke menara eiffel dong?"
"Nggak. Madamnya galak. Susah buat izin kemana - mana. Kecuali ibadah."
"Oooh gitu. Padahal gue mau minta fotoin menara eiffel. Haha."
"Di google banyak Sal. Haha." Dito terkekeh.
"Ih hahaha. Kan maunya dari lo gitu. Huh."
"Oh iya btw maaf ya, gue gak sempet beli oleh - oleh buat lo. You know lah yang tadi gue bilang. Susah izin keluar."
"Hm. Gakpapa kok. Emang mau kasih gue apa?" tanya Salma penasaran.
Mata Dito menatap ke atas seperti orang yang sedang mikir.
"Hmmmm. Daun - daun yang berguguran disana. Hahhaa." ledek Dito.
"Ihhhh. Nyebelin banget sih. Hahaha." Salma mencubit tangan Dito sambil tertawa.
"Eh aduh sakit tau. Gue kan bercanda." Dito menghentikan tangan Salma yang sedang mencubitnya.
"Rasain tuh. Emang enak. Hahaha."
"Nih rasain." Dito membalas dengan mengacak - acak rambut Salma.
"Heh. Ih ampun - ampun. Hehe. Nanti berantakan rambut gue kan gak lucu." Salma menyingkirkan tangan Dito yang berada dikepalanya.
"Uuuu tayang - tayang" Ledek Dito.
Ditengah asiknya perbincangan, makanan yang mereka pesan pun datang. Pelayan restoran menyebutkan kembali menu pesanan untuk memastikan kebenarannya. Salma pun memberikan struk kepada pelayan tersebut sebagai bukti. Kemudian mereka menyantap makanan tersebut dengan lahap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rainbow is Over
Teen Fiction"Jika ingin bermain, maka keduanya harus bahagia. Tapi, jika salah satunya tidak merasakan bahagia, bagaimana bisa dikatakan bermain?" Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, seorang gadis remaja si kutu buku bertemu dengan seorang pria yang ta...