Pertemuan di Bulan Syawal

54 5 1
                                    

Beberapa tahun telah berlalu dengan kisah kita yang pernah di mulai di awal bulan Syawal. Sebuah kisah yang dimulai dari pertemuan dan berakhir dengan kebencian. Kisah yang masih bisa teringat jelas di benak kita masing-masing. Walau kini telah banyak kisah baru yang mampu menggantikan sedikit demi sedikit. Meski demikian, pertemuan itu sangat indah.

Allahuakbar... Allahuakbar... Allahuakbar Walillailham...
Takbir itu masih berkumandang di masjid-masjid rumah kita. Aku tidak pernah menyangka bahwa Allah mempertemukan kita di bulan yang indah ini.
Pertemuan sederhana di sebuah kafetaria daerah Cengkareng, salah satu kecamatan di Jakarta Barat, tempat kita tinggal. Saat itu kamu sudah lebih dulu datang di kafetaria tersebut. Lalu berselang beberapa menit, aku tidak tau pastinya, aku dan keluargaku datang.
Kita duduk di meja yang bersebelahan. Aku melirik ke arahmu, kukira aku mengenal laki-laki sebaya yang berkaos hitam dan mengenakan sweater hitam. Aku tidak menyapamu, jelas karena aku malu untuk memulai duluan dan kembali mengakrabkan diri. Beberapa kali aku menengokan kepala ke arah kiri, akhirnya kita saling bertemu pandang.
"Ehh... Elu?" Sapamu membuatku grogi.
"Ehh... Iya." Ternyata benar dia teman sekelasku dulu.
"Itu siapa?" Adik keduaku bertanya di sela tatapan kita.
"Temen Kakak dulu waktu sekolah. Kayaknya," kataku pelan di ujung kalimat.
"Lah? Itu adek lu? Banyak banget adek lu."
"He... Iya ini adek gue yang kedua."
"Wehh bro!!!" Kamu menyapa adik pertamaku.
"Ehh iya, Bang" jawabnya.
"Sebentar ya. Gue mau pesen makanan dulu."
"Oh iya iya, sorry ganggu."

Selang beberapa menit, kita kembali bercakap.
"Kok lu ga mudik?"
"Iya, tahun ini lg krisis moneter nih di keluarga. Jadi ga mudik dulu. Ya paling jalan-jalan sekalian makan aja di deket-deket rumah."
"Sama dong. Gue juga nih. Tapi sayangnya keluarga gue ga sekompak keluarga lu. Bapak sama Ibu lu mah mau diajak jalan kayak gini. Gue mah susah."
"Bukannya kalau cowok mah malah susah diajak main sama keluarga? Dia aja susah banget." Aku menunjuk adik pertamaku.
"Ya bener sih. Udah gede mah anak laki suka males main sama keluarga. Ya ga?" Kamu malah bertanya ke adik pertamaku.
"Iya, Bang. Gue juga males ini kalau ga dipaksa sama Kakak."

"Pak, Bu, kok anaknya tambah cantik ya? Gingsulnya bikin manis." Kamu memujiku di depan Ibu dan Bapak.
"Hush!!!"
"Yeeeh, emang bener. Makin manis lu."
"Ya namanya juga anak Mama." Mama menjawab.
"Manis dari mana? Amit-amit dia mah." Ayah meledek.
Aku sedikit malu saat itu. Kamu berani memuji di pertemuan pertama kita setelah enam tahun kita tidak pernah berjumpa.
"Eh... Lu inget gak waktu dulu gue kirim surat ke elu yang isinya tentang perasaan gue. Tapi lu gak pernah sekalipun bales. Jangankan bales, baca juga engga."
"Surat? Kapan lu pernah kasih gue surat deh?"
"Dulu, tuh kan lupa. Lu kan selalu gitu sama gue. Ya gue mah apa kan, cuma pengagum lu aja dari dulu."
"Ha?" Aku terkejut dengan pernyataan kamu.
Tapi, itulah awal mula kita menjalin kisah hingga berakhir dengan rasa saling benci.

Well... Ini tulisan pertama yang akan bercerita panjang. Gue niat banget untuk selesaiin dan menceritakan secara detail.
Beberapa nama akan gue plesetin, karena sebenarnya hampir 90% it's real my life.

Buat pacar gue, gue tetep sayang sama lo kok. -seolah dia baca wattpad, tp doi adalah pembaca dari sebagian postingan gue di blogg-

For some people, agak pede ya gue pas nulis ini seakan beberapa menit kemudian ada ratusan atau bahkan ribuan pembaca haha. Tapi gak apa, setidaknya gue menyalurkan hobi.

Simak terus yaa bagian-bagiannya...

Sepucuk Surat dan Secangkir Latte (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang