17

12 2 0
                                    

Sudah tiga hari aku mengabaikan dus sepatu yang dikirimkan subuh itu.

Aku tidak berniat untuk membukanya karena aku tau akan terjadi gejolak di dalam hati.

Bukanlah perkara yang mudah mengingat dan melupakan. Apalagi aku harus melewati rumah Dhika yang berada di samping pasar setiap aku menemani Mama kesana untuk belanja hari-hari.

Setiap hari aku masih suka bertemu Bu Wiwid di depan rumah dan selalu beliau sedang menyapu halaman depan rumah sebelum bekerja.

Sementara aku berharap Dhika yang kutemui setiap pagi itu. Namun, kesibukan kerjalah yang memupuskan harapanku sehingga akhirnya kita selalu beradu kata dalam percakapan online. Kemudian, Dhika justru tiba-tiba datang ke rumahku dan memberikan dus ini.

Melupakan Dhika sangatlah tidak semudah kita kembali berkomunikasi dulu, tidak juga sebanding dengan waktu yang kita habiskan bersama.

Aku pun masih bingung sampai detik ini mengapa begitu sulit melupakan cinta sesaat. Mungkin, karena rasa penasaran dalam diriku yang membuatku masih terobsesi dengannya. Mungkin, karena kesalahanku pada hari itu yang membuat Dhika sangat kecewa.

Mungkin, karena aku masih sering lewat depan rumah Dhika dan memanggil Mamanya dengan sebutan "Ibu". Mungkin dan dengan segala kemungkinan.

Jatuh cinta. Apa mungkin memang aku sangat mencintainya dengan waktu sekejab?

Apa mungkin aku jatuh cinta hanya karena ia kembalikan memori jaman kecil?

Apa mungkin aku jatuh cinta karena memang rupanya yang rupawan?

Sekarang, ia datang dengan seperti ini?

***
"Box itu masih kamu simpan? " Mama memecahkan lamunanku malam itu.

"Masih, dan belum dibuka. "

"Kenapa? "

"Engga, takut. "

"Takut Dhika membawa perasaannya di dalam box itu? Dan meninggalkan semua perasaannya? "

"Iya, Ma. "

"Apa mungkin maksudnya Dhika ngirim itu untuk bener-bener lupain Fay ya? "

"Jangan tanya Mama. Kamu buka aja. "

"Engga ah tetep. Fay takut. "

"Begini, Mama sih gak pernah ya nasehatin kamu dengan kata-kata bijak. Tapi ya Mama kasian aja liat kamu uring-uringan karna box itu. "

"Hmm... " aku bangun dari kursi ruang tamu dan berjalan menuju ke kamar, "oia, aku mau pergi temenin Mas Juan. Dia mau ke kampusnya, mau ambil foto dan trofi wisudanya kemarin. "

"Juan yang rumahnya di komplek sebelah? "

"Iya" aku membuka pintu kamar.

"Fay, jangan mempermainkan perasaan laki-laki lagi. "

Aku menatap mama teringat betapa jahatnya aku yang belakangan ini menyakiti perasaan beberapa laki-laki hanya karena aku disakiti oleh Alka.

"Iya, Ma" aku tersenyum dan bersegera mengganti baju.

***

Gue udah di depan.

Iya gue ke depan.

Sampai tiba pukul jam 10 pagi dan aku memang sudah selesai dengan urusanku.

Ayah dan Mama di rumah. Kebetulan hari itu Ayah sedang sakit, jadi beliau tidak masuk kerja.

Juan sudah berdiri di depan pagar rumahku dan memencet bel dari sela pagae. Aku keluar dengan mengenakan celana jeans hitam, t-shirt putih bertuliskan "GEEK" dan jaket crop jeans yang masih kutenteng dilengan kiri bersamaan dengan totebag hitam bertuliskan "I AM WHO I AM". Kemudian, Juan meminta untuk mampir dan meminta izin secara baik-baik dengan Ayah dan Mama. Namun, aku menolak karena tidak ingin mengganggu orang tuaku yang sedang beristirahat.

Selama perjalanan aku hanya diam memerhatikan jalan yang tidak pernah sekalipun aku lewati.

Memang arah kampus Juan dan aku berbeda. Dia lebih mengarah ke perbatasan Jakarta-Tangerang. Sementara kampusku mengarah ke pusat kota Jakarta.

Pergaulan kami jelas berbeda walau daerah rumah kami sama. Hal itu lah yang mewarnai pembahasan obrolan kami di BBM dapat panjang dan tidak berhenti.

Terlebih dia dua tahun di atasku. Jadi dia lebih banyak pengalaman cerita mengenai perkuliahan yang selama ini dia bagikan juga. Terutama saat dia memulai, memroses dan menyelesaikan skripsinya. Walaupun jurusan kuliah kami berbeda, tapi dia memberikan tips dan trik secara umum agar aku bisa menyelesaikan tugas akhirku nanti.

Juan kuliah jurusan IT. Angkatan 2010 di Universitas Budi Luhur. Dan baru minggu kemarin dia wisuda.

Saat ia wisuda, kami sudah menjalin komunikasi. Walaupun intens, tapi belum bisa aku sebut semua ini sebagai kedekatan.

Aku terus menyelipkan kisah dengan Alka di setiap obrolan aku dan Juan. Sebenarnya, aku membatasi kedekatan dengan Juan. Tapi, begitulah laki-laki, akan selalu berjuang sampai ikan terkait dipancingannya.

Sesungguhnya agak gugup dibawa di kampus Juan. Karena pasti banyak teman-temannya yang akan mempertanyakan keberadaanku. Apapun itu, aku akan tetap ada di samping Juan seharian ini. Karena jika aku menjauh darinya, aku tidak yakin bisa pulang. Balik lagi, aku tidak tau jalan pulang.

Alasan lain hari ini aku bersama Juan adalah karena kami ada kencan. Ya, aku sebut itu kencan. Juan memang mengajak aku untuk keluar. Dan sebagai alasannya, dia meminta ditemani ke kampus.

Bagaimana dengan Alka ketika aku bersama Juan?

Alka tidak banyak tau tentang Juan. Alka hanya tau ada Juan yang mencoba mendekati aku. Seperti sebelumnya, Alka hanya terlihat cemburu. Meski aku ragu, kecemburuannya itu benar atau hanya pura-pura seperti dulu-dulu.

Alka berpura-pura cemburu? Iya, jika dia benar-benar cemburu dan serius memiliki perasaan sayang, kenapa selama satu tahun ini kami tidak memiliki status hubungan? Itu, aku sebut sebagai kepura-puraan.

Akhirnya aku sampai di kampus Juan. Dan kemudian kami segera menuju ke ruang panitia wisuda untuk mengambil keperluan Juan.

Setelah itu kami sempat menghabiskan dua jam duduk di lobby gedung sekretariat. Aku bertemu dengan beberapa teman Juan. Aku dikenali dengan mereka-mereka yang pernah mengisi hari-hari Juan.

Ketika wajahku mulai terlihat bosan, Juan mengajakku pergi ke sebuah cafe. Kencan pertama kami bermula.

Sepucuk Surat dan Secangkir Latte (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang