Tentang Mereka

15 2 0
                                    

Entah kenapa, aku ingin membahas mereka satu per satu yang muncul dalam kisah Asmara aku belakangan ini.

Rasanya pada setiap part sebelumnya, mereka hanya muncul sebagai kisah-kisah yang berlalu begitu saja.

Baiklah. Dimulai dari Vano.

Vano. Pertama kali aki melihatnya di ruang kelas. Kelas pertama di mata kuliah pertama, hari pertama, semester pertama. Dia duduk di depan dengan kacamatanya. Kepalanya tertunduk ke arah novel terjemahan yang ia baca. Ia fokus, tanpa merasa aku datang memasuki kelas.

Aku berjalan ke barisan pertama dekat pintu. Karena aku tidak mau menjelajah kelas yang masih kosong.

Di kelas hanya ada aku dan dia.

Kami duduk di deretan paling depan dengan baris yang berbeda. Dia berada di baris panjang yang disatukan oleh 3 meja. Sementara aku ada di baris sebelahnya yang sejajar dengan pintu.

Aku tidak menyapanya. Malu. Terlalu berani jika aku memulai perkenalan.

Tak lama kemudian gadis berwajah oriental masuk dan menatap seluruh ruang kelas dari balik pintu.

Ia memutuskan duduk di sampingku.

"Gue duduk sini ya? "

"Eh iya silahkan."

Aku tidak melakukan banyak hal hari itu. Hanya menatap white board dan bernapas. Ya iya, kalau gak bernapas namanya mati.

Gadis oriental itu mengajakku berkenalan.

"Lucia," katanya saat menjabat tanganku.

"Fay" aku membalas.

Kemudian ia pergi ke laki-laki kurus berkacamata dan berambut gondrong yang aku ceritakan tadi.

Aku akhirnya mengikuti langkah Lucia.

"Vano" katanya dingin ketika dua orang perempuan mengajaknya berkenalan.

Kemudian satu per satu mahasiswa mata kuliah ini datang.

Saat-saat pertama di absen oleh Dosen Manajemen yang menurutku mempesona, menjadikan moment buatku mengenali teman-teman sekelas. Beliau tipikal cowok yang aku suka. Berbadan besar, tinggi, dan wangi. Sedikit berewok di sekitar dagu.

Rivan Harsani.

Itu nama lengkapnya. Ternyata dia punya keunikan panggilan seperti namaku.

Fadhillah Putri Difa, yang sering kusebut di depan teman-teman sebagai Fay.

***

Ternyata Vano alumni SMA yang letaknya tidak jauh dari SMA -ku. Bahkan beberapa teman SMP -ku adalah teman SMA -nya.

Dari situlah kami dekat. Dan kemudian sering pulang kuliah bareng karena arah rumah kami sama.

Berlanjut ke chat yang kemudian terasa nyaman jika ada dan kehilangan bila tidak ada.

Semester dua awal kami resmi berpacaran. Tapi itu, tidak ada satu hari pun di kampus yang kita habiskan bersama. Dia dengan cewek-cewek 'gatel', sementara aku membicarakannya di masjid bersama teman-teman cewekku.

Nyatanya, selepas mengakhiri hubungan dengan Vano. Vano sempat susah move on. Dan itu dalam jangka waktu yang lama.

Aku pernah sekali pergi ke bioskop bersama Vano untuk menonton film Raditya Dhika. Parahnya, saat itu dia tidur. Itu kencan pertama kami setelah resmi berpacaran.

Kencan keduanya, kami pergi ke sebuah acara radio. Sejenis lari pagi. Dan itu cukup menyenangkan. Dia menunggu di halte transjakarta jam 5 subuh.

Selebihnya, tidak ada lagi. Bahkan pulang bareng pun tidak ada.

Sepucuk Surat dan Secangkir Latte (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang