26.

16 2 0
                                    

Seminggu lagi tepat tiga tahun dari hari dimana kita kencan pertama kali. Kamu tau, malam itu belum bisa aku lupakan. Meski kamu sudah kubur semua itu, termasuk aku.

Saat aku tau kamu sudah punya kekasih, beberapa hari setelah hari ulang tahunku. Setelah beberapa hari kamu membatalkan pertemuan yang menurutku akan merubah sebuah takdir. Tuhan memang sudah merubah takdir buat kita.

Rasanya seperti apa? Aku menangisi takdir Tuhan yang tidak berpihak pada keinginanku untuk kesekian kalinya. Meski di awal tidak terima akan kenyataan, percayalah, aku selalu bisa mengendalikan perasaanku sendiri untuk menerima segala bentuk kasih sayang Tuhan yang abadi.

Setelah kejadian di bioskop. Seolah kamu dan aku senyap? Tidak. Kamu masih ada di setiap mimpi. Walau tidak setiap malam. Hingga sampai pada suatu hari di akhir April tahun ini. Tahun dicurahkannya kisah ini.

"Mamaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!! " aku histeris dari kamar.

"Eh orang gila kenapa sih berisik tengah hari bolong? " sahut Mama dari dapur.

Aku menahan air mata, tidak ingin meneteskannya lagi hanya untuk kamu.
"Dia melamar seorang gadis, Ma. "

"Dhika? "

Aku mengangguk.

"Udaaah jangan kayak orang gila. Itu namanya bukan jodoh. Inget ya! Bukan jodoh"

"Maaa lemeeesssssss"

"Makan! "

Aku menggeleng.

"Mau pergi aja deh"

"Jangan aneh-aneh! "

"Maksudnya mau pergi aja sama Nita. Mau belanja. "

"Ih sakit jiwa bener. Sejak kapan kamu patah hati terus ngobatinnya dengan belanja? "

"Ma, butuh suasana ramai buat ngilangin yang sendu. Biar ga melulu ngeluarin air mata. Kan kasian sama diri sendiri juga. "

"Yauda sana deh. "

"Iyaa... "

Aku bersiap diri untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Tangerang bersama Nita. Ya, hari itu aku merasa butuh pelarian. Bukan dengan Juan yang masih setia memasuki umur ke-3 tahun dalam hubungan kami. Terlalu jahat sepertinya menjadikan Juan lagi dan lagi sebagai pelarian.

Begitu aku bertemu Nita di perempatan jalan dan menunggu angkutan umum, aku berusaha mencairkan kegundahan ini dengan cerita soal pekerjaan. Sampai pada akhirnya, aku menceritakan hal yang sudah banyak kusembunyikan ini kepada Nita.

Hari itu pun Nita sedikit membeberkan perkara hubungan Imah dan Dhika. Kedekatan mereka tidak bisa didefinisikan dalam suatu hubungan. Sepertinya itu salah satu karakter kamu.

Walau suasana ramai di tempat itu. Mataku masih kosong menatap entah apa yang ada di depan. Walau mulut terus berbicara. Pikiranku masih belum lepas dari sebuah cincin yang melingkar di jari yang sedang memeluk seikat bunga.

Lelah kakiku hari ini tidak selelah hati ini menolak untuk berhenti mengharapkanmu. Hingga sampai pelukanku dalam dekapan Juan malam harinya. Semua itu belum hilang.

"Juan, aku jahat banget ya sama kamu? Maafin ya. Aku udah pernah selingkuhin kamu sama partner kerja hanya karena kamu cuek. Maafin ya. "

Juan maafin aku yang masih belum bisa jujur sama kamu. Masih belum bisa menghilangkan Dhika dari mimpi-mimpi tentang masa depan. Masih belum bisa melupakan cinta sesaat itu.
"Udah kamu ngomong apa sih? Masuk sana! Pasti capek kan abis belanja? "

Aku tersenyum karena masih melihat kehangatan itu.

"Aku juga capek sama kerjaan. Istirahat ya. "

Sepucuk Surat dan Secangkir Latte (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang