9

16 2 0
                                    

Kisah Alka dalam hidupku berlangsung lama. Dari dia, aku mengerti banyak hal. Sekedar mengerti, kemudian aku menutup mata hingga tidak lagi peka.

"Kamu sayang sama aku? " tanyaku saat berjalan santai di sebuah taman di Jakarta Selatan.

"Hmm... " dia menggandeng tanganku erat, "ke atas gedung itu yuk! " kemudian dia menarikku ke atas gedung parkir di taman ini.

Dari lantai rooftop pada gedung berlantai 5 ini, aku melihat pemandangan ibukota. Barisan gedung tergambar dari balik pepohonan. Lampu gedung yang menjulang dan di pucuk terdapat cahaya merah setitik memberi warna.
"Indah banget, Ka"

Mataku tidak lepas dari potret gedung-gedung di sekitaran Sudirman. Hingga muncul sebuah mimpi tentang bekerja di salah satu gedung itu setelah lulus kuliah nanti.

"Aku suka Jakarta di malam hari. Aku suka" ucapku pelan setelah menyandarkan kepala di pundaknya.

Posisi paling nyaman selama aku hidup. Duduk di pinggir lantai paling atas gedung. Walau hanya 5 lantai, setidaknya aku mendapatkan pemandangan yang aku idamkan.

Alka tersenyum menikmati suasana dan pemandangan. Aku merasakan degup jantung yang kencang di dadanya.

Dia mau nembak gue disini kali yah? Duh akhirnya. Tapi kok gue melting gini ya jadinya? Gila nih orang berengsek. Bisa juga bikin gue jatuh hati setelah 6 bulan.

"Kamu gak mau jawab pertanyaan aku tadi? " aku mengingatkannya.

"Hm? " Dia menoleh ke arahku setelah aku melepaskan sandaranku.

"Jawab ih! " Aku menyubit lengannya yang besar.

"Kamu kan udah tau jawabannya. Aku udah sering bilang ke kamu. Ngapain sih pake nanya lagi? " Kemudian, ia menyium keningku. Aku merasakan kehangatan dari kata sayang yang ia ungkapkan melalui kecupan.

Aku tidak bisa menuntutnya lagi.

"Ka, aku boleh minta sesuatu?"

Ia melepaskan kecupannya.

"Apa, be? "

Be. Panggilan khusus antar kami. Seperti sebutan "yang".

"Nanti pulang lewatin bundaran HI ya. Aku mau ngerasain nikmatnya jalanan ibukota. "

"Siap, be! " bentaknya membuatku terkekeh.

Kami melanjutkan obrolan di bawah bulan dan bintang. Sesekali kami tertawa, menertawakan teman kami. Ia bercerita banyak mengenai organisasinya di kampus. Aku ikut bercerita tentang kuliahku.

Di sela obrolan kami, ponselku berdering. Mama menelpon.

"Kamu dimana? "

"Lagi di taman, Ma"

"Kapan pulang? Udah malam."

"Sebentar lagi ya, Ma."

"Bawain makanan ya, Ayah pengen nyemil katanya. "

"Iya gampang. "

"Yaudah"

Mama menutup telponnya tanpa mengucapkan salam. Aku melihat notifikasi yang masuk. Ada pesan dari Dhika. Aku menguncinya kembali.

Aku melirak-lirik seperti memantau sekitar.

"Pulang, yuk! "

"Udah dicariin Mama? "

"Iya nih. "

"Yuk. "

Kami bergegas turun menuju parkiran dan segera pulang.

Sepucuk Surat dan Secangkir Latte (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang