18. Berbelit-belit

3.6K 432 16
                                    

Tok tok tok

Semua kepala yang ada dalam kelas 10 IPA 1 menengok ke arah pintu, sumber suara yang menjadikan sepasang mata mereka tak lelah untuk menatap objek yang berdiri tegap dengan senyuman manis disana.

"Gila! Kak Iqbaal coy!"

"Eh, jodoh gue datang,"

"Eh, gue udah cantik belum?"

"Senyumannya bikin gue meleleh, bang,"

"Lo kenapa masih bisa duduk kalau lo udah meleleh?"

"Alay banget lo pada, masih gantengan gue juga,"

"Iye kalau dilihat dari lobang sedotan diatas Menara Pisa!"

"Dasar jin tomang sirik!"

"Apaan dah lu, berisik amat,"

"Diam napa?! Cogan gue mau ngomong,"

"(Nam), kok Kak Iqbaal ganteng?"

Ocehan terakhir dikeluarkan oleh mulut Namira yang sejak tadi tak henti-hentinya menatap salah satu nikmat Tuhan.

Sontak (namakamu) menghela napasnya, selalu seperti itu ketika ada seorang perempuan yang mengagumi kakaknya.

"Ketampanan itu mutlak untuk Kak Iqbaal karena dia laki-laki, beda sama perempuan, soalnya gak mungkin laki-laki disebut cantik, begitu juga sebaliknya,"

"Ah ilah, lo kagak seru banget, (nam)," dengus Namira.

"Bahkan gue gak yakin lo suka sama laki-laki," ucapnya polos.

Mata (namakamu) membulat, tangannya refleks memukul lengan Namira hingga gadis berkacamata itu mengaduh kesakitan. Baru saja (namakamu) akan menceramahi gadis itu dengan beberapa wejengan berkelas, deheman Iqbaal mengintrupsinya.

"Maaf mengganggu waktu kalian sebentar–"

"Gak papa, kak. Aku malah senang kakak masuk di kelas aku,"potong gadis yang duduk di barisan paling depan dengan kipas di tangan kanannya, rambut yang diurai, dan bibir yang berwarna lebih cerah dari bibir perempuan lainnya.

Namira mencibir pelan, "Dasar cabe gatal,"

Iqbaal hanya tersenyum menjawab ocehan adik kelasnya yang sebenarnya tak tahu etika. Memotong pembicaraan seseorang.

Tetapi, perempuan itu tak menghiraukan mimik tersembunyi Iqbaal dan mengeluarkan jeritan tertahan. Tentu karena senyuman tak terduga yang percaya atau tidak percaya ditujukan untuknya.

"Terima kasih buat Bu Lina yang telah memberi saya kesempatan untuk berdiri disini," ucapnya lalu membalikkan badan dan tersenyum simpul. Tentu saja, ibu guru berjilbab segiempat berwarna merah jambu itu membalas senyuman Iqbaal dengan senang hati.

Untuk kesekian kalinya, para fangirl fanatik Iqbaal berteriak, tanpa tertahan.

"Woy! Lu pada diam bisa kagak sih? Budeg gua denger teriakan lu! Ini kelas, bukan hutan! Jadi, kalau lu mau teriak-teriak, sana ke hutan, banyak temen lu disana!" oceh (namakamu) kesal. Sepersekian detik kemudian, tatapan sinis menghujaninya.

"Apa lo liat-liat?! Mau minta tanda tangan lo?!" ancamnya dengan pelototan mata kepada perempuan yang dicibir 'cabe' oleh Namira tadi.

"Apa sih lo?! Kita yang teriak-teriak kenapa lo yang sewot?" balasnya nyolot.

"Ini kelas! Lo harusnya bisa jaga sikap!"

"Terus kenapa–"

"(Namakamu), Jihan, STOP!" suara menggelegar dari Bu Lina memenuhi seantero kelas berdekorasi menarik ini. Suara sahutan debat-debatan antara mereka pun terhenti tanpa diaba-aba.

Sibling RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang