Namira, gadis berkacamata yang akhir-akhir ini dekat dengan (namakamu). Oh tidak, sepertinya dia yang mendekati (namakamu). Dengan alasan untuk berteman, ya kan? Gak ada alasan lain, kan?
Tidak ada yang tahu.
Dan sebaiknya, lupakan saja.
Saat ini gadis itu tengah kesal, kesal sekesal-kesalnya. Bagaimana tidak? Iqbaal, notabene adalah kakak idolanya menolak mentah-mentah tawaran ekslusif darinya untuk menemani (namakamu) di UKS. Ah gila-gila! Iqbaal malah menyuruh kedua manusia aneh —menurutnya— itu menemani (namakamu).
Percaya atau tidak, tinta pulpennya sekarang habis hanya karena coretan tak bermutu yang ada di bagian belakang buku tulisnya. Coretan abstrak yang sejujurnya juga tak ia mengerti apa itu.
Jika ia bisa mencoret-coret wajah Iqbaal seperti di kertas ini mungkin kekesalannya akan berkurang. Sayang, itu mustahil.
Sang gadis malang itu menghentikan aksinya. Mata sipitnya menatap lurus keluar jendela kamarnya. Langit abu-abu menyapa matanya, sepertinya sebentar lagi langit akan menurunkan tetes-tetes berkahnya.
Ia menghela napas, ada sesuatu yang mengganjal dihatinya sejak tadi. Tapi, dia tidak tahu apa. Tak mau ambil pusing, gadis berusia 15 tahun itu menutup buku tulis bersampul batik dan keluar dari kamarnya. Menemui kakaknya di ruang keluarga sepertinya ide bagus.
"Bang,"
Laki-laki berambut tebal, gondrong, cokelat tetapi tidak terlalu panjang berdehem, menyahuti panggilan adiknya. Lelaki itu membelakangi adiknya dan fokus menonton acara kartun yang ada di depannya.
"Bang, ish," Namira mulai kesal. Sedari tadi hanya direspon dengan deheman, dan ia tidak puas dengan jawaban seperti itu.
Lelaki itu menghela napas pelan lalu menoleh ke adiknya yang sudah duduk di sofa berbeda. Bibir Namira dimanyunkan sehingga sangat terlihat jika gadis itu kesal kepada sang kakak.
Lelaki itu mempertipis jarak antara dia dengan adiknya. Ia berpindah tempat duduk ke samping Namira lalu menangkup wajah adiknya dengan kedua tangannya.
"Kenapa adiknya kakak?" tanyanya lembut dengan tatapan meneduhkan. Tatapan yang selalu berhasil membuat Namira luluh.
Namira balik tersenyum sembari melepaskan kedua tangan kakaknya, "Bang Ari, suka sama orang itu salah gak sih?"
Ya, Irham Nuran Harir, atau lebih akrab disapa Ari oleh orang terdekatnya. Lelaki bertubuh jangkung, berumur 16 tahun, dan menyukai olahraga karate. Satu lagi yang harus kalian ketahui, Ari adalah sosok yang sangat menyayangi adiknya, terlebih adiknya seorang perempuan. Jika ada sesuatu yang tidak beres pada adiknya dan kalian berkaitan dengan itu, siap-siap akan babak belur di tangannya.
Ari menaikkan salah satu alisnya, "Emang Namira suka sama siapa?"
Namira mengalihkan pandangannya ke televisi lalu tersenyum, "Kak Iqbaal, pradana pramuka SMA 5,"
Ari terdiam, tak ada respon dari lelaki itu. Sedangkan sang adik tetap tersenyum dan membayangkan sesuatu tentang dia dan Iqbaal.
"Tapi kan Iqbaal–"
Namira menoleh dan memotong perkataan Ari, "Ya, Namira tahu, Kak Iqbaal musuhnya kakak kan? Iya-iya. Tapi, ini bukan Namira yang mau. Ini hati Namira. Hati Namira yang milih Kak Iqbaal,"
Ari menepuk dahinya, "Kok bisa sih?"
"Akhir-akhir ini karena ancaman konyol kakak, Kak Iqbaal jadi makin dekat sama (namakamu). Dan kakak tahu kan apa misi aku disini? Nah, jadinya aku malah makin jatuh hati sama sosok Iqbaal,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sibling Relationship
Fanfiction(Namakamu) Zivanna Hakim, gadis remaja berusia 15 tahun yang lahir di keluarga sederhana. Dia tidak disukai oleh kakaknya sendiri, Iqbaal Dhiafakhri Hakim sehingga membuatnya diasingkan oleh Iqbaal. Tetapi, selalu ada 2 insan berbeda aliran darah ya...