40. Masalah Hati Mereka

1.7K 252 9
                                    

Perahuku tak pernah ragu untuk berlabuh, hanya saja ia terkadang salah memilih pelabuhan untuk dijadikan sandarannya.
-Kiky-

🍭

Senin, 28 Agustus 2017

Sejak ia mengetahui rahasia sebenarnya dibalik hubungan persaudaraannya itu, (namakamu) memilih lebih banyak diam dan menyendiri di rumah. Entah mengapa, ia merasa canggung untuk bergabung dan bercanda lagi dengan keluarga yang telah merawatnya selama belasan tahun itu.

"(Nam), sarapan dek," ucap Iqbaal di balik pintu kamarnya setelah mengetuk terlebih dahulu.

(Namakamu) menghela napasnya pelan, "Iya, Kak. Nyusul."

Setelah itu tak ada lagi suara Iqbaal. Selalu seperti itu sejak beberapa hari lalu. Mungkin Iqbaal mengerti, saat ini adiknya masih perlu waktu untuk menerima semuanya.

(Namakamu) menatap dirinya sekilas di cermin. Ia sadar, sekarang ia jarang tersenyum. Tersenyum pun terkadang ia paksakan baik itu di sekolah terlebih di rumah ini.

Tapi, mulai hari ini, gadis itu bertekad akan menjadi (namakamu) yang dulu, gadis remaja yang selalu tersenyum apapun keadaannya.

(Namakamu) merapikan seragam sekolahnya lalu meraih ransel navy kesayangannya. Hari ini ia akan berangkat bersama Iqbaal lagi setelah sebelumnya ia terus berangkat bersama Bagas.

"Selamat pagi anak cantiknya Mama, ayo sarapan," sambut Karina saat gadis yang rambutnya diikat rapi itu sampai ke meja makan.

(Namakamu) tersenyum menanggapi sambutan Karina kemudian menarik kursi di samping Iqbaal.

Secentong nasi goreng sudah diberikan Karina di piring (namakamu). Sekarang tinggal gadis itu makan dengan lahap. Suasana di meja makan setidaknya memang lebih hangat dari sebelumnya saat hubungannya dengan Iqbaal belum baik. Tetapi, entah kenapa (namakamu) merasa masih ada yang mengganjal.

"Kata Naufal pas sampai disana dia sudah disambut sama temannya, katanya rindu gitu," Iqbaal mengatakannya disela suapan nasi goreng khas mamanya. Robby dan Karina terkekeh.

"Benar aja kah itu? Gak bohong?" kata Robby meragukan ucapan Iqbaal, tidak lebih tepatnya ucapan Naufal yang disampaikan oleh Iqbaal.

Iqbaal tertawa, "Gak tau, Yah. Bodo amat lah, yang penting dia senang. Habis ini kan makin puyeng tuh kepalanya dia, soalnya balik belajar lagi."

(Namakamu) melirik satu kursi kosong di sisi meja lainnya. Itu adalah kursi yang selalu diduduki Naufal saat menginap di rumah ini. Tetapi sekarang, lelaki itu telah kembali ke Amerika, menuntut ilmu untuk meraih cita-citanya.

"Kapan-kapan kita jalan-jalan kesana yuk," ajak Robby yang membuat (namakamu) mengalihkan pandangannya ke Robby.

"Beneran, Yah?" tanya Iqbaal memastikan dengan mata berbinar.

"Iya dong. Nanti kalau libur semesteran dah Ayah bawa kesana, kita berempat," ucap Robby sembari tersenyum lebar.

Seketika senyum (namakamu) tertarik, "Ini gak lagi nge-prank kan, Yah?"

Robby tertawa, "Gak dong, kan kita gak pernah jalan bareng ke luar negeri bareng-bareng gitu."

"Lagian juga Desember ulang tahun kalian kan? Ya sekalian dirayain bareng aja disana," timpal Karina sembari tersenyum.

"Iya, ma. Ini juga dalam rangka mau wujudin impiannya anak ayah tercantik," ucap Robby lalu mengedipkan salah satu matanya kearah (namakamu).

(Namakamu) tersenyum lebar, ia langsung berdiri dari duduknya dan berjalan kearah Robby untuk memeluknya dengan erat.

Sibling RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang