29. Khawatir

3.5K 408 5
                                    

Percayalah, aku akan menjagamu dari kerasnya kehidupan ini Sekalipun jika harus mengorbankan nyawaku.
-Iqbaal Dhiafakhri-

🍭

Tepi Lapangan Sepak Bola SMA Negeri 5, 21:14

Senyum meremehkan dari Ari menjadi pemandangan tak mengenakkan bagi Iqbaal. Tangan Ari masih tergantung di udara, Iqbaal tak berniat untuk menyentuh tangan sialan itu.

"Kalau orang mau kasih selamat itu ya diterima dong," ucap Ari.

Iqbaal menghela napas kesal, masih enggan untuk menjabat tangan Ari. Akhirnya, Ari menurunkan tangannya. Alis bertautan dengan senyum meremehkan masih terpasang di wajahnya.

"Ya gue gak nyangka sih, orang kayak gue jadi pradana di sekolah. Wah kebanggaan dong, ya kan?" ujar Ari dengan bangga, ia melangkahkan kakinya 1 langkah lebih dekat ke Iqbaal.

"Apalagi gue jadi bisa balas dendam ke lo lewat adik lo karena lo sudah ngingkarin janji lo," senyum sinis Ari pun tertarik, membuat Iqbaal menatap tajam Ari.

"(Namakamu) gak ada hubungannya di masalah ini!" ucap Iqbaal dingin.

"Oh jelas ada," jawab Ari.

"Karena dia gue kayak gini. Andai lo buka peluang ke gue buat dekatin dia dulu, gak bakal gini urusannya, Baal," lanjutnya.

Iqbaal berdecak, "Lo cuma terobsesi doang sama dia!"

Ari tertawa meremehkan, "Kenapa? Kalau iya kenapa? Iya, gue terobsesi sama dia! Gue harus lakukan apapun itu biar dia bisa jadi milik gue selamanya," balasnya tak santai.

Emosi Iqbaal pun naik, rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal, siap untuk menonjok Ari kapan pun ia mau.

"Asal lo tau, sebenarnya adik pungut lo itu gak menarik. Gue gini karena gue taruhan sejak SMP sama–"

Buk!

Tonjokan Iqbaal tepat mengenai pipi kiri Ari dan membuat lelaki itu hampir terjatuh jika tak menjaga keseimbangannya.

"Shit! Lo kira adik gue mainan, hah?!" bentak Iqbaal dengan napas memburu.

"Widih, selow Baal. Belum seperempat permainan masa' lo sudah main fisik," ucap Ari tenang.
Sambil mengusap pipinya pelan, Ari kembali maju mendekati Iqbaal yang napasnya masih memburu, membisikkannya sesuatu dan membuat Iqbaal terdiam.

"Asal lo tahu, (namakamu) daritadi lihat apa yang kita lakukan. Dan kalau lo jelaskan ke dia semuanya, gue gak segan-segan nyakitin dia secara fisik dan batin!"

🍭

(Namakamu) memutar balik badannya. Awalnya ia berniat untuk menemui Iqbaal. Tetapi, ia malah mendengar percakapan yang membawa namanya beserta kata-kata yang tak pernah gadis itu pikirkan sebelumnya.

Langkah kakinya itu membawanya ke sebuah tempat dimana ia sering menenangkan diri saat bosan ataupun ada masalah. Taman. Tempat yang sejak awal ia datang di sekolah ini telah menjadi tempat favoritnya. Tempat yang memiliki kenangan berharga, termasuk kenangannya bersama Aldi.

Ah, persetan dengan Aldi. Otaknya tak mau membahas makhluk itu dulu hari ini. Yang sekarang ada di pikirannya hanya perkataan Ari tadi yang mengatakan anak pungut dan taruhan serta marahnya Iqbaal karena Ari mengatakan kedua kata itu tadi.

Sibling RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang