37. Jawaban dari Sebuah Puzzle

2.3K 311 25
                                    

Terkadang, sesuatu baru dianggap berharga saat sesuatu itu telah hilang.
-unknown

🍭

"Ayah?"

Lelaki itu tersenyum, bersamaan dengan tatapan tak percaya yang sejak tadi menghiasi wajah Iqbaal.

Ayahnya? Dalang dari semua ini? Maksudnya?

Robby berjalan masuk dengan gagahnya, sepatu pantopel yang ia kenakan menghasilkan suara khas saat bertabrakan dengan keramik aula ini.

Robby mengulurkan tangannya untuk merangkul Iqbaal, tetapi Iqbaal lebih dahulu menghindar, menjauhi seseorang yang tadi ia sebut dengan sebutan ayah.

Robby menghela napasnya, "Adikmu baik-baik saja."

"Tapi, apa maksud ayah datang kesini?"

"Tau kan, kalau orang dekat paling berpotensi untuk menyakiti?" Robby menyudahi kalimatnya dengan tersenyum miring.

"Ayah ngelakuin apa sih? Iqbaal gak ngerti." Iqbaal sendiri pun semakin bingung dengan kalimat yang baru saja dikatakan ayahnya. Bahkan ia sempat berfikir, 'Apa ayahnya tidak ngigo sampai di sekolahnya?'

"Ayah yang ngelakuin ini semua." ucap Robby kemudian.

Iqbaal masih terdiam, sesekali melirik ke arah Ari yang sedang tersenyum. Bagi orang-orang mungkin itu adalah senyum menawan, tapi bagi Iqbaal senyumnya adalah senyum memuakkan.

"Ayah yang kasih kamu surat teror."

Iqbaal mengernyitkan alisnya bingung, "Ayah?"

Robby mengangguk perlahan, "Iya. Ayah kerja sama dengan Ari."

Iqbaal kembali menengok sekilas ke Ari lalu kembali menatap Robby, "Tapi tujuannya apa?"

"Simpel," Robby tersenyum, "Cuma mau buat kamu sadar, kalau punya adik itu harus diakuin dan dilindungin."

Iqbaal tersenyum, ternyata ayahnya pun turut andil dalam hubungannya dengan (namakamu).

"Dan satu lagi, berterimakasihlah kepada Ari hari ini," ucap Robby.

"Kenapa?"

Robby tersenyum miris, "Dia sudah bawa (namakamu) ke UKS tepat waktu."

"(Namakamu) masuk UKS bukan karena ayah, kan?" Iqbaal berkata sembari menyipitkan matanya.

"Permisi," semua pasang mata yang ada di aula itu menoleh ke manusia yang baru saja datang dengan napas tak beraturan.

"(Namakamu) sudah sadar."

Iqbaal melirik Ari ke belakang, lalu kembali menghadap Robby, "Maaf yah, Iqbaal mau nemuin (namakamu) dulu. Permisi."

Lelaki itu berlalu begitu saja melewati Robby dan anak buahnya. Kiki, Aldi, dan Bastian saling tatap. Mereka sebenarnya masih bingung dengan alur cerita ini. Kenapa mereka seperti dihilangkan dari cerita?

Tak butuh waktu lama, Aldi bergegas menyusul Iqbaal ke UKS, berlari secepat mungkin bak pelari tingkat internasional.

🍭

Banyak kejadian yang belum dipahami Aldi tentang keduanya. Tentang Iqbaal dan (namakamu). Semuanya terasa sangat rumit, bahkan lebih rumit dari soal logaritma dan trigonometri yang ia pelajari tadi.

Seperti sekarang, sebelum masuk UKS, Iqbaal tidak langsung masuk. Ia menenangkan diri dahulu di kursi panjang depan UKS. Menatap tangan kanannya dan menghela napasnya.

Sibling RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang