Tak tahu apa yang dilakukan, pemuda itu terus berguling atas kasur. Tangan, memegang buku catatan. Bukan berpikir pelajaran, melainkan soal jawaban.
Sejak Yoon Ji menjawab, Jin Young tak mau menatap. Anak itu, berpaling wajah. Alasan, ingin menjerit saat membaca.
Itulah, mengapa Jin Young belum membaca hingga malam ini. Keringat mengalir deras, tubuh bergetar hebat. Berguling atas kasur sembari memeluk buku, rutinitas sebelum lihat jawaban.
"Akh! Aku tak bisa membaca-nya!"
Berguling lagi, lalu mengintip buku. Tak kuat membaca, kata-nya. Wajah, semu. Senyum, tak henti. Tambah parah, Jin Young loncat atas kasur, sambil menjerit. "Aaa!"
Kembali duduk atas kasur, "Huft, Sudah-lah. Bae Jin Young... Kuatkan diri mu!" ia menyemangat diri sendiri.
Membuka buku. Halaman akhir, berisi jawaban. Belum lihat, lantaran mata menutup. Buka kembali, baca perlahan.
Ia bergumam, "Pertama... Yoon Ji suka.. Pria tampan. Wahh! Kau lolos, Bae Jin Young!"
Menjerit, bukan main. Orang itu, menggigit bantal, saking senang. Lanjut, "Kedua, Yoon Ji tak suka pria lebih pendek dari-nya." Berpikir sejenak. Jin Young, mengingat hal di mana ia berdiri, dekat gadis objek.
"Biarkan aku berpikir sejenak. Ji Hoon dengan ku, lebih tinggi aku satu sentimeter. Yoon Ji dengan Ji Hoon? Tentu saja, Lebih Tinggi Ji Hoon. Itu pertanda, Bae Jin Young jauh lebih tinggi, banding Shin Yoon Ji! Wahh! Jin Young! Kau lolos lagi!" Menjerit, lagi. Namun, karena lelah, hanya memukul bantal-guling.
Lanjut, kembali fokus. "Seperti-nya, ini yang terakhir." Ia melihat angka, "Benar! Ini yang terakhir."
Badan, tegak. Pikiran, tegang kembali. Mulut, bergetar. Napas, deru tak sesuai aturan. Kembali membaca, "Tiga! Shin Yoon Ji tak suka..."
Tak percaya, akan tulisan akhir. Mata melebar, mendekatkan buku dengan mata. Sekali lagi, Jin Young tak percaya. Sedikit bocoran, ekspetasi merosot.
"Y-Yoon J-Ji, t-t-tak s-s-suka..." Menggigit bibir, menghela napas, "TIDAK!!!"
***
"Sudah minum obat?" Yang ditanya, mengangguk tanpa beralih netra. Pengecekan telah usai, saat-nya berangkat.
Sekarang, hari minggu. Seluruh siswa diliburkan. Memang sudah aturan, dalam undang-undang. Namun, tak libur bagi anak satu ini. Meski tak sekolah, ada urusan lain.
Shin Yoon Ji, usai pamit, beranjak pergi. Jangan tanya, gadis itu berlari kencang, mengejar waktu. Padahal, sudah telat sepuluh menit.
Sampai halte, tepat kedatangan bus. Ia melompat naik, langsung cari tempat duduk. Beruntung, sepi. Duduk, napas terengah.
"Uh? Shin Yoon Ji?
Tak sadar, gadis itu duduk sebelah Lai Guan Lin. Tentu, terkejut. Menoleh, lalu senyum. Raut heran, terlontar usai senyum. Yoon Ji mencatat sesuatu pada notes, dengan tali menggantung sekitar leher.
'Kau, mau kemana?'
Sudah biasa. Yoon Ji mencatat, di situ Guan Lin membaca. Arti, si pencatat tak perlu merobek kertas.
Singkat, padat, jelas, Guan Lin menjawab, "Perpustakaan kota. Kau?"
Yang ditanya, berpikir sejenak. Setidak-nya, jujur. Kembali menulis, 'Rumah teman.'
Pria jaket hitam melihat sembari senyum. Ia, mengangguk. Tak lama, netra beralih pada wanita tengah menulis lanjutan. Guan Lin ikut mengeja, "Aku dengar, kau orang kaya-ah! Aku tahu apa yang ingin kau tanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/108201248-288-k142278.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last || Wanna One ✔️
Fanfiction[Completed] Park Ji Hoon, 18 tahun, diakui sebagai pembully keji yang belum pernah jatuh hati untuk membully seorang gadis. Lalu, bagaimana jika Shin Yoon Ji seketika hadir depan mata, mengguncang hidup serta nurani yang bergejolak mengatakan, "Apa...