12. Sedih, Senang, Terkejut, Semua Bergabung Jadi Satu

4.6K 413 236
                                    

WARN! Long chapter.

Disarankan, membaca pelan-pelan. Chapter ini cukup panjang. Silakan setel lagu, sesuai suasana cerita.

Happy reading, guys!

***

Sampai rumah, Jin Young tak lepas senyum. Ia menggengam ponsel berharga, sesekali menatap foto dalam layar. Sang ibu tengah menonton drama, mengalih netra begitu Jin Young masuk dalam rumah.

"Jin Young, kau sudah pulang?"

Yang ditanya, mengangguk tanpa menatap sang ibu. Pandangan, lurus. Hati-pun, sama. Merasa aneh akan kelakuan anak, Jin Ri -sang ibu- mengangkat suara. "Mengapa senyum-senyum seperti itu, huh? Sini, mendekat pada ibu."

Jin Young mengubah ekspresi, menatap ibu-nya. Menggeleng sebagai jawaban. "Ibu, nonton drama saja, sana! Aku lelah."

Kembali melangkah, menuju kamar. Jin Ri -ibu Jin Young- berlari mengejar anak. Tertangkap. Jin Ri menahan pergelangan tangan, menarik Jin Young arah sofa ruang keluarga.

"Kau merahasiakan sesuatu dari ibu, huh? Jahat sekali!"

Jin Young mengerucut bibir. Sudah biasa seperti itu. Jin Ri memang tipikal ibu sangat penasaran akan suatu hal. Prinsip-nya adalah, tak ada rahasia antar keluarga. Terkadang, Jin Young melanggar prinsip sang ibu.

"Lepas tangan ku, ibu! Aku tak merahasiakan apa pun."

Jin Ri tertawa lepas. Jangan salah, sulit berbohong pada-nya. "Bohong! Kau sedang jatuh cinta, kan?"

Makin kesal, sembari coba melepas genggaman. Selang detik kemudian, sang ibu melepas genggaman. Jin Young duduk menjauh. "Apa yang ibu bicarakan? Siapa yang jatuh cinta?"

"Kau, Bae Jin Young! Wahh, anak ibu tengah jatuh cinta! Siapa yang kau sukai, huh?" Penasaran, Jin Ri menarik ponsel dari tangan anak-nya. Jin Young terkejut, coba meraih.

"Tak ada yang ku sukai, ibu! Kembalikan ponsel ku!" Jin Young berlari, mengejar ibu tengah mengutak-atik ponsel-nya.

Jin Ri berhenti, senyum lebar. "Jadi, ini! Kau memotret-nya tengah tidur? Dasar penguntit!" Bagian akhir, ekspresi berubah.

"Habis, aku tak tahu lagi! Hanya saat tidur, waktu yang pas. Menurut ku, dia cantik saat tidur. Aku menyuka--ups!" Pemuda itu menutup mulut, memukul bibir. Jin Young keceplosan. Keringat, mengalir deras. Padahal, tak ada yang panas di sana.

"Ayo, lanjutkan! Ibu penasaran." Kode, Jin Ri mengibas tangan, minta lanjut.

"M-maksudnya, bukan begitu. Aku tak--"

Ucapan terhenti, Jin Ri menyentuh bahu sang anak. Senyum manis, lalu berkata, "Kau sama seperti ibu dulu sekolah. Parah-nya, ibu ingin menyatakan cinta pada ayah mu. Yah, keuntungan. Tiba-tiba ayah mu yang menyatakan lebih dulu. Kami berpacaran sejak sekolah menengah atas, hingga menikah."

Menghela napas, lanjut berkata. "Saran ibu, lebih cepat lebih baik. Nyatakan perasaan mu, sebelum datang orang ke tiga. kau tak perlu melanjut kata yang tadi. Ibu sudah mengerti."

Jin Ri mengembalikan ponsel pada sang anak. Sebelum pergi arah sofa, wanita paruh baya berkata sembari mengepal tangan di atas. "Semangat, Bae Jin Young!"

Mendapat semangat, pria itu beranjak, sambil senyum. Delapan langkah, Jin Young mengingat sesuatu. Berbalik, mendekat. "Oh ya, ibu."

Pemuda wajah kecil berbisik pada telinga kiri sang ibu, "Beritahu padaku, cara menyatakan perasaan."

***

Tak rasa, esok hari datang. Sekolah, lagi. Tampak Guan Lin tengah menyusuri bangunan megah, tempat murid bersantai. Fakta, hari masih pagi. Bel belum berdering. Itulah alasan-nya.

My First and Last || Wanna One ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang