14. Sirat-Sirat Prihatin dari Pria Tinggi

3.1K 316 143
                                    

Kali ini author enggak mau spoiler masalah lagu. Kalian siap-siap aja muter back sound apapun untuk mendukung feel cerita ini. Oke? Happy reading, guys!

***

Syukur, Jin Young kembali melangkah menuju bangunan besar usai mendapat jengukan serta keadaan yang semakin pulih. Meski sebagian wajah bersihnya tertutup plester, ia tetap bersikeras untuk hadir sekolah tanpa memikul beban dua hari silam.

Jin Young melepas earphone hitam saat menyadari dirinya di dalam ruang berisikan murid-murid. Matanya tertuju arah teman yang memanggil pertama kali, Lee Dae Hwi namanya. "Bae Jin Young! kemana saja kau?" Anak itu mendekat juga menepuk bahu milik lelaki di hadapan.

Ada beberapa alasan yang disembunyikan pada lelaki satu ini. Singkat saja, pemuda 'Bae hanya memberi senyuman hangat sebagai jawaban tanpa bicara. Dae Hwi mengernyit bingung, dia kurang mengerti apa yang Jin Young mesemkan barusan.

Di sisi lain, makhluk bersurai cokelat pirang tengah membenarkan posisi tas yang menggantung di sebelah bahu. Ia tak mengindahkan bagaimana cara berjalan menuju kelas. Masa bodoh kalau tertabrak orang lain, toh yang tengah melangkah juga anak pendonasi terbesar sekolah. Siapa lagi kalau bukan Park Ji Hoon?

Benar. Ji Hoon tak peduli dengan murid yang dia sandung. Sampai di kelas, anak itu mengedar pandangan bermaksud mencari tempat duduk. Jelas kakinya berjalan mendekat menuju tempat duduk yang diinginkan, namun sebelum itu dia tarik tangan Gwang Hyun -teman sebangku Dae Hwi- agar berdiri dari kursi belajar. "Kau pindahlah. Aku duduk dengan Dae Hwi mulai sekarang."

Jin Young tersenyum sinis seraya menatap Gwang Hyun pindah tempat duduk. Melihat itu, rasa benci kian memuncak untuk pemuda 'Park yang tengah merapikan buku dari dalam tas. Persetan jua kalau Ji Hoon mau pindah atau hilang sekalipun, Jin Young tak kepingin peduli.

***


Sejak awal keberangkatan, Yoon Ji terus melirik pemuda di sebelah. Akhir-akhir ini Guan Lin bersikap aneh. Mulai dari menjemput pagi buta hingga mengantar pulang sampai tepat depan rumah wanita itu. Serius, dia tak seperti biasanya.

Di samping itu Guan Lin sadar akan lirikan gadis yang sedang berjalan bersama, maka itu dirinya melontar senyuman hangat begitu manik Yoon Ji bergerak diam-diam. Intinya dia ketahuan melirik.

"Mengapa kau terus melirikku? Aku tampan, ya?" Lelaki itu menyenggol sikunya ke arah wanita yang menatap lurus sembari tergelak remeh. Yoon Ji menaikkan sebelah alis juga menggeleng, bermaksud pura-pura tak mengerti apa yang Guan Lin ucap barusan.

"Jangan pura-pura tak mengerti, hm? Aku tahu kau terus melirikku." Merasa tak kuat menahan senyum malu, akhirnya Yoon Ji berjalan lebih cepat. Dia tak berbalik saat Guan Lin menyebut namanya keras-keras, pemudi itu jadi tersipu sendiri.

Masuk ke dalam area sekolah, hati jadi leluasa. Setidaknya kata 'telat' enggan datang di antara dua insan itu. Baguslah. Tetapi hal yang membuat Guan Lin bertanya-tanya dalam benak yakni, 'apa yang dia lakukan? Mengapa pergi ke taman belakang sebelum masuk dalam kelas?'

"Yoon Ji! Kau tak ke kelas?" Bukan terpaksa, memang kewajiban Guan Lin untuk mengekor gadis yang tengah menyusuri taman belakang sekolah. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya sekali lagi.

'Mencari Ji Hoon. Ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan.' Itulah isi dari sticky note tulisan Yoon Ji. Darah Guan Lin naik kembali sebab membaca kalimat yang tertera, ia menarik lengan Yoon Ji guna lanjut menuju kelas. "Jangan temui dia lagi. Ayo kita ke kelas."

Gagal, Guan Lin berhasil dibuat kandas. Yoon Ji menahan diri untuk menunggu majikan yang biasa menyuruh tanpa terima kasih. Ia membiarkan Guan Lin tengah memasang wajah muram, yang penting tugasnya tak terbengkalai.

My First and Last || Wanna One ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang