Saran dari aku, silakan untuk setel lagu ballad kalian, ya:)
Happy reading!
***
"Empat mata. Aku ingin bicara empat mata denganmu, Shin Yoon Ji."
Ucapan barusan membuat dua perempuan di sana sedikit ternganga keheranan.
Kenapa harus empat mata?
Apa Ji Hoon ingin menyiksanya kembali?
Apa yang harus Yoon Ji lakukan? Jujur saja, ia takut, namun permintaan barusan berasal dari majikannya sendiri.
Baiklah.
Gadis itu mengangguk, kemudian arah pandangnya menuju langit melalui kaca jendela.
Sang Nenek terlihat peka saat Yoon Ji memanggilnya dengan satu tepukan. Bahasa isyarat yang sama sekali tidak dimengerti oleh pemuda 'Park pun diucapkan dari ayunan tangan.
"Kau ingin pergi ke taman rumah sakit? Apa tidak terlalu jauh? Di sini saja, ya. Biar Nenek yang keluar."
Yoon Ji terlihat kecewa, Ji Hoon tidak sengaja memandangnya sekilas barusan. Entah kenapa, tiba-tiba lelaki itu merasa iba meskipun sedikit. Ia bingung harus berpihak pada ucapan siapa di sini.
"Saya akan menjaganya selama di luar sana." Hanya perkataan ini yang dapat meyakinkan, bagi Ji Hoon sendiri.
Dua lawan satu, sang Nenek jadi berpikir lagi sebelum memutuskan. Ia tidak yakin dengan ucapan Ji Hoon untuk cucu satu-satunya, takut perilaku negatifnya muncul kembali di luar sana.
"Kau yakin? Kalau begitu berjanjilah."
Ji Hoon mengangguk pelan. Dia berani berjanji, asalkan untuk mengembalikan raut bahagia milik Shin Yoon Ji. Tidak tahu juga mengapa ia jadi seperti ini.
"Baiklah. Saya berjanji." Jawabnya.
Nenek Shin tersenyum tipis, kemudian mengambil kursi roda yang terlipat di sudut ruangan. Mendorong benda tersebut hingga berada di sebelah ranjang.
Sekarang Ji Hoon lah yang beraksi. Ia mendekat, menatap Yoon Ji sebentar sebelum mengalihkan pandangannya seperti tadi. Mengangkat tubuh gadis itu perlahan, lalu mendudukkannya di alas kursi roda.
Aroma Shin Yoon Ji benar-benar khas rumah sakit, Ji Hoon makin bersalah saat mencium wanginya. Beberapa persen penyakitnya tambah parah karena pria ini, bukan? Lantaran ia tidak memberinya waktu istirahat serta fokus menyiksa saat itu.
Dasar Ji Hoon, sudah seperti ini baru menyesal.
"Permisi. Saya izin membawa Yoon Ji pergi ke taman rumah sakit." Tak lupa dengan pemberian hormat sebelum mendorong kursi roda di depannya.
"Ya, silakan. Jangan lupa pegang janjimu, nak." Jawab Nenek Shin sembari menyunggingkan senyumannya. Laki-laki itu mengangguk.
Ji Hoon menutup mulutnya selama berjalan di koridor maupun lift rumah sakit. Begitupun dengan sang gadis, tidak berani menggerakkan tangannya untuk berbicara bahasa isyarat -percuma juga, sang majikan tidak akan mengerti dengan bahasanya.
Yoon Ji tersenyum melihat keramaian di sekeliling taman. Ia rindu dunia luar, rindu sekolah, rindu apapun yang dilakukannya sebelum terbaring lemah di rumah sakit.
Perasaan lega dialami oleh Ji Hoon sendiri, secara tak sengaja dia ikut senang saat Yoon Ji mengembangkan sunggingannya. Sudah sampai dekat bangku taman, orang itu mendudukkan diri.
"Kau senang?"
Pertanyaan barusan diucapkan dengan sangat canggung. Wanita yang sekilas menatap Ji Hoon untuk mengangguk, setelah itu kembali menelusuri sekitar, membuat pemuda satu ini bingung ingin bicara apalagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last || Wanna One ✔️
Fanfiction[Completed] Park Ji Hoon, 18 tahun, diakui sebagai pembully keji yang belum pernah jatuh hati untuk membully seorang gadis. Lalu, bagaimana jika Shin Yoon Ji seketika hadir depan mata, mengguncang hidup serta nurani yang bergejolak mengatakan, "Apa...