Semua terbongkar. Rahasia belaka yang tersuruk di dalam diri milik Lai Guan Lin kini tersingkap sebagaimana jadinya. Percuma juga jikalau mengumpat seperti sedia kala, toh yang dihasut tak akan tertipu kedua kalinya.
Sejoli itu diam seribu bahasa. Matanya menerjap terus-menerus lantaran tak berani menyahut lanjutan kata yang barusan terpotong olehnya sendiri. Tapi nahas, Yoon Ji bisa mengerti dengan satu kata dari mulut sang sahabat.
"Anu... A-Aku hanya salah mengucap, serius." Guan Lin mencoba meyakinkan dengan cara tersenyum sembari mengangguk mantap, tetapi hasil yang didapat nihil seratus persen. Yoon Ji mendekat dengan genggaman selembar kertas kecil, hampir saja remuk karena tingginya emosi di dalam hati.
'Sekarang terserah padamu. Beritahu penyakit itu lebih detail sekarang, atau aku akan membencimu selama-lamanya. Tak ada lagi yang bisa dipercaya karena sudah kucoba menyamakan tanda-tanda penyakit ini dengan pernyataan yang beredar di internet. Awalnya aku biasa saja, namun dengan katamu barusan membuat keyakinan dalam hati kian bertambah bahwa tertera penyakit ganas di dalam tubuh ku.'
Pria itu terperangah. Benar juga, rahasia tak lagi berlaku untuk kedua makhluk yang tengah melempar tatapan aneh. Rasanya ingin merutuk diri sekencang-kencangnya, itulah yang Guan Lin rasakan.
"Baiklah, kalau begitu kita cari tempat duduk terlebih dahulu." Bahkan kaki pun sulit untuk diajak berjalan, dia tak sanggup kalau mesti menceritakan semua yang terjadi selama ini. Guan Lin berusaha sekali lagi untuk menghasut wanita di depannya, barangkali ada keberhasilan. "T-Tapi Yoon Ji, aku hanya bercanda dengan perkataan tadi."
Kata 'sial' melanda kesekian kalinya. Gadis itu menunjuk bangku berjarak tiga puluh sentimeter, lalu menarik tangan sang pria agar duduk di sebelah. Persetan dengan majikan yang menunggu berjam-jam atau mungkin sampai lumutan, Yoon Ji tak memikirkan itu lagi. Kefokusannya sudah beralih menuju lelaki tinggi yang masih membungkamkan mulut entah hingga kapan.
"S-Sebenarnya..." Berat rasanya harus bercerita perihal penyakit yang bahkan Guan Lin anggap sekadar ungkapan tabu. Berkat paksan dari gadis yang membuat kaca-kaca dalam manik bersihnya, ia merasa tidak enak. "Aku dan nenek sengaja merahasiakan hal ini agar kau tak merasa tertekan. Kami takut kau susah fokus untuk menjalani hidup jika terus mengingat penyakit ganas yang hinggap di dalam tubuh. Penyakit itu adalah..."
Wanita surai hitam kecokelatan bersiap guna mendengar nama detail penyakit yang diderita. Meski ia tahu lewat internet, setidaknya ucapan Guan Lin lebih dibuat sejuta yakin olehnya. "Kanker otak stadium tiga. Lima hari lagi kau harus menjalani kemoterapi. Hanya itulah yang aku ketahui pasal penyakit di dalam tubuh mu, selebihnya aku belum tahu."
Ya, pasti bagaikan tertusuk ribuan duri, kini Yoon Ji-lah yang diam seribu bahasa. Dia hanya melihat pemuda di hadapan dengan tatapan kosong seakan terhipnotis menjadi patung. Mulut sang lelaki langsung bergetar tatkala memandang wajah wanita 'Shin yang terbilang sedikit kecewa-dibanding diri sendiri.
Gadis itu lekas berdiri sambil membenarkan tas kecil milik kakak Guan Lin. Ia berbalik lalu berlari menjauh sekencang- kencangnya, mengeluarkan seluruh tangisan yang ingin lolos dari dalam mata sedari-tadi. Kini tak ada pikiran lain di lubuk hati, hanya penyakit itu yang terdampar dengan tenang 'nan damai.
Guan Lin terus menyusul dengan berlari layak seorang lelaki mengeluarkan gaya laju terbesarnya, hingga menyamakan posisi dengan sang wanita yang sudah duduk di bangku bus umum. Ia terus menepuk bahu manusia yang menangis sambil menatap jalan lewat kaca jendela tanpa mendapat tolehan dari orang tersebut.
"Yoon Ji, maafkan aku." Sebuah kata yang tak berhasil mendapat anggukan dari si objek ungkapan, pria itu akhirnya menunduk pasrah. Mau tak mau harus menunggu hingga bus berhenti di tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last || Wanna One ✔️
Fanfiction[Completed] Park Ji Hoon, 18 tahun, diakui sebagai pembully keji yang belum pernah jatuh hati untuk membully seorang gadis. Lalu, bagaimana jika Shin Yoon Ji seketika hadir depan mata, mengguncang hidup serta nurani yang bergejolak mengatakan, "Apa...