Ji Hoon masih belum habis pikir. Cerita Yong Jin ....
Membuatnya makin bersalah pada si Pelayan.
"Saat itu nenek menyuruhku membeli garam dan bumbu dapur di toko toserba. Lumayan jauh toko itu, aku harus menempuhnya naik sepeda dan melewati jalan yang berjurang."
"Saat kulewati jalan itu, aku melihat kerumunan orang. Terdapat kecelakan hebat -mobil jatuh ke dalam jurang. Aku ingin menonton bahkan membantunya, tapi seorang laki-laki tua melarangku mendekat. Karena aku belum cukup umur."
"Esok hari, saat aku ke luar rumah, ratusan bahkan ribuan orang berbondong-bondong mendatangi dua rumah di sebelah rumah nenekku. Ternyata keluarga dari anak nenek Shin yang mengalami kecelakaan itu."
"Hampir dua minggu berita terus menginfokan tentang keluarga Shin, hingga acara reality show mengundang korban selamat dari kecelakaan tersebut. Aku menontonnya dengan saksama di televisi."
"Gadis kecil seumuran denganku, dia satu-satunya korban selamat. Saat itu dia datang bersama neneknya -untuk menjelaskan kejadian tersebut."
"Sang nenek menjelaskan; keluarga itu menempuh perjalanan jauh untuk berlibur ke rumah nenek Shin. Kecelakaan pun terjadi. Hanya satu dari tiga orang yang selamat, yaitu anaknya. Tapi dia terkena traumatik yang sangat parah -mungkin tidak bisa hilang. Karena trauma kejadian itu, sang anak mengalami kelainan, yaitu bisu."
Sudah lima kali Ji Hoon memikirkan perkataan tersebut. Kepalanya jadi pusing, bahkan panggilan pria tua di hadapannya tidak disahut sama sekali.
Benar, sang Ayah emosi lantaran perilaku anaknya yang termenung tidak jelas seperti ini.
"Ji Hoon!"
"Park Ji Hoon!"
"Lama-lama Ayah muak melihatmu seperti itu!"
Akhirnya tersadar, yang dipanggil mengangkat kepalanya. Dia mengangkat sebelah alis mempertanyakan arti 'muak' dari ucapan Ayahnya barusan.
"Muak kenapa?"
Laki-laki berumur setengah abad itu menghela napas pendek. "Mengaduk-aduk makanan tanpa melahapnya sama sekali, Ayah jadi ingin muntah melihatnya. Makan ya makan, berpikir ya berpikir! Jangan disatukan seperti itu, kau membuat orang mual jadinya."
Sang Ayah berdiri, "Karena kau, Ayah kehilangan selera makan. Selamat malam." Ucapnya dingin sebelum meninggalkan ruang makan.
Ji Hoon tertawa kecil melihat Ayahnya yang berjalan menuju ruang pribadi. "Cih! Dasar pria aneh."
Tidak membutuhkan waktu lama, pikiran pria bersurai cokelat karamel terlarut kembali akan perkataan Yong Jin beberapa waktu silam.
Yang membuat Ji Hoon tertegun dengan kalimat akhir dari mulut Yong Jin ....
"Jika kau bisa menebak, maka tebakanmu benar. Shin Yoon Ji lah yang menjadi korban selamat dari kecelakaan tersebut. Kesimpulannya; wanita itu tidak terkena cacat dari lahir, melainkan traumatik yang mendalam."
"Akh!"
Prang!
Tambah kaget lagi saat Ji Hoon tidak sengaja menggeser piring hingga terjatuh dan pecah -lantaran pusing memikirkan kalimat barusan.
Semua pelayan menoleh, memerhatikan perlakuan bocah berumur delapan belas tahun tanpa bergerak sama sekali. Bukannya tidak ingin membantu, melainkan tak punya nyali.
Ji Hoon mengacak surainya kasar sebelum beranjak menuju kamar tidur -tanpa berniat membereskan kekacauannya.
Yang ada di otaknya saat ini hanyalah Yoon Ji, Yoon Ji, dan Yoon Ji. Dirinya makin merasa bersalah, apalagi saat mengetahui bahwa Yoon Ji tidak cacat dari lahir. Bahkan bukan cacat namanya, melainkan trauma.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last || Wanna One ✔️
Fanfiction[Completed] Park Ji Hoon, 18 tahun, diakui sebagai pembully keji yang belum pernah jatuh hati untuk membully seorang gadis. Lalu, bagaimana jika Shin Yoon Ji seketika hadir depan mata, mengguncang hidup serta nurani yang bergejolak mengatakan, "Apa...