Petir [6]

8.2K 1K 14
                                    

Motor hitam Elrach membelah jalan Suparman, dia menepi saat hampir sampai di persimpangan. Sejak Elana naik motornya, Elana diam sedangkan dia tak mengetahui alamat cewek aneh yang diboncengnya.

"Kok berhenti?" tanya Elana.

"Alamat lo di mana?" tanya balik Elrach.

"Oh iya, ya. Gue turun sini aja deh. Biar gue pulang naik taksi."

"Gue tanya alamat lo, bukan mau nurunin lo di tengah jalan begini."

"Rumah gue di situ. Lampu merah itu belok kanan terus lurus, ada pertigaan bel--"

"Gue tanya alamat lo, Lana. Bukan arah ke mana rumah lo. Penjelasan lo malah bikin gue pusing."

"Lo kan anak baru. Siapa tahu nggak ngerti kalau gue kasih tahu."

Elrach memperhatikan Elana yang bicara dengan polosnya. Dia pun terkekeh sendiri.

"Kok malah ketawa sih?"

"Lo tahu kan gue pindahan dari mana. Gue bukan pindahan dari planet Pluto. Rumah lo mana?"

"Oh ya, ya. Gue tinggal di Sky Residence."

"Pegangan," ucap Elrach, melajukan motornya lagi ke Sky Residence tanpa bertanya lagi.

"Lo tinggal di mana? Nggak pa-pa nganterin gue?" tanya Elana dengan menaikkan nada suaranya tapi Elrach diam saja. Elana jadi kesal, menggerutu di belakang punggung Elrach.

Setelah mereka sampai, Elrach langsung pulang tanpa basa-basi setelah Elana mengucapkan terima kasih. Elana bengong di teras, menatap punggung Elrach yang menghilang.

"Gila, ada ya cowok aneh kaya dia," gumam Elana lalu masuk ke dalam rumah.

***

Gantungan kunci beruang yang tergantung di tembok kamar memiliki teman baru, kuncir rambut bentuk kelinci. Kuncir rambut yang baru Elrach dapatkan hari ini. Dia sendiri bingung kenapa mengumpulkan barang aneh milik Elana. Mau dibuang rasanya sayang, apalagi kuncir rambut yang dia beli seharga lima puluh ribu.

Dipikir lagi semua benda itu sungguh tak berguna untuknya. Elrach akan menurunkan benda-benda itu dari tembok hias tapi Rachel -kembarannya keburu masuk kamar dan mengagetkannya.

"Kak, pulang sore amat," seru Rachel sembari duduk di tepi kasur.

"Main dulu tadi."

"Emang udah punya temen di sana?"

"Aku habis dari panti asuhan sama temen-temen."

"Oh, kok nggak ajak-ajak sih. Eh, ini punya siapa? Bukan punya Popi kan?"

"Bukan, nggak mungkin Popi pakai begituan."

"Terus?"

Elrach hanya menaikkan bahunya dan langsung mendapat tatapan mengancam seolah dia akan dipenggal lehernya kalau tak juga dijawab.

"Gue beli tadi dari Lana. Uangnya buat amal."

"Lana? Siapa tuh? Kak, jangan terlalu deket sama cewek. Aku nggak mau Kak El kena masalah lagi karena cewek."

"Lana tuh beda, dia itu masih bocah."

"Pokoknya kalau mau deket sama cewek, cewek itu harus aku seleksi dulu."

"Hm..."

"Kak, denger kan? Jangan cuma ham hem doang."

"Iya."

"Jangan iya, iya aja."

"Terus aku suruh gimana?"

Double ElTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang