Pagi yang berbeda bagi Elana. Harusnya dia biasa saja tapi nyatanya sejak bangun tidur dia mondar-mandir di depan cermin. Melihat pantulan dirinya dari bangun tidur hingga kini sudah berseragm dan mengenakan sweeter pinknya. Tak lupa bros kelinci tersemat di dadanya. Sungguh manis jika melihatnya sekilas. Tapi ketika sikap jutek dan galaknya keluar, siapapun malas berurusan dengannya.
Elana tersenyum melihat pantulan dirinya. Mengambil napas panjang sebelum keluar kamar. Dia memegang dadanya yang berdetak kencang. Mengambil napas panjang sekali lagi barulah dia melangkah keluar kamar.
"Gue cuma mau dijemput El kenapa jadi berdebar gini sih?" gumam Elana.
Dijemput?
Mata Elana langsung melebar mengingat Elrach akan menjemputnya. Bagaimana jika bundanya tahu? Elana seketika panik. Dia menggigit kuku jempolnya mencari ide sembari menunggu bundanya menyiapkan roti selai strawberry.
"Kamu kenapa, Lana? Ini makan rotimu dan berhenti menggigit kukumu."
"Iya, Bun."
"Tanganmu masih sakit?" tanya sang ayah.
"Sedikit, Yah."
"Besok lagi hati-hati."
"Iya, Ayah."
"Maaf Non, ada temannya di depan."
"Hah? El di depan, Bi?"
"El siapa, Lana?" tanya Ayah.
"E... itu temen Yah."
"Ya udah disuruh masuk ikut sarapan."
"Biarin aja di depan. Lana udah mau selesai kok," ucap Lana. Padahal roti di tangannya masih utuh.
"Bi, tolong temennya Lana disuruh masuk."
"Tapi, Yah...."
Elana memejamkan matanya. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Saat suara Elrach yang khas menyapa orangtuanya Elana menoleh.
Senyum Elrach terasa berbeda, pagi ini Elrach terlihat mengeluarkan sinar. Elana menggeleng, menutup matanya lalu memalingkan wajah.
Hal yang dia takutkan ternyata tak terjadi. Ayahnya hanya bertanya soal sekolah pada Elrach dan bundanya hanya tersenyum memperhatikan. Tapi dia yakin nanti malam bundanya akan menginterogasinya.
Selesai sarapan mereka langsung berangkat sekolah menggunakan motor matic berwarna putih. Di belakang Elrach, Elana mencolek bahu Elrach.
"Apa?"
"Lo kok diem aja sih?"
"Masuk angin kalau gue banyak ngomong kalau lagi naik motor," jawab Elrach, asal.
"Ish... gue nanya beneran juga. Btw ini motor siapa?"
"Motor adek gue. Males bonceng lo pakai motor gue. Punggung gue pegel nahan berat badan lo."
Refleks Elana memukul puggung Elrach, tak terima dikatakan gendut walau tak secara langsung.
"Berat badan gue cuma 40 kg, apanya yang berat."
"Dosa lo kali."
"El..." seru Elana seraya mencubit perut Elrach.
Sampai di sekolah sudah ramai, Elana turun di depan sementara Elrach memarkirkan motornya.
Lorong yang biasanya Elana lewati terasa berbeda. Semua mata melihatnya. Elana jadi jengah sendiri. Langkah Elana terhenti oleh panggilan Geo di ujung lorong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Double El
Fiksi RemajaALDEBARAN SERIES (Bagian dari Kali Kedua dan Cool Boy) Sudah terbit Berawal dari pertemua pertama yang menyebalkan. Elana dan Elrach jadi harus sering berurusan apalagi mereka satu kelas. Elana yang baru patah hati dari Geo tak begitu tertarik den...