RATNA-ALEX

65 6 2
                                    

Membuat Ratna sudah punya kelompok meskipun dirinya tidak masuk, adalah rencana Alex dalam rangka meluluhkan hatinya. Alex pernah cerita kepadaku bahwa dia jatuh cinta pada Ratna ketika kami satu kelas dalam mata kuliah Bahasa Inggris II. Waktu itu Ratna menjadi pasangan tanya jawab perkenalan dalam Bahasa Inggris. Waktu itu aku melihat Alex begitu lancar, sementara Ratna terbata-bata.

"My name is Ratna."

"Helo, Ratna, my name is Alex. Nice too meet you. You look beautiful today."

"Ya..."

"Are you merried or engaged?" tanya Alex, membuat dosen dan segelintir saja mahasiswa tertawa. Waktu itu, aku ikut-ikutan tertawa biar dikira jago Bahasa Inggris.

"I can't understand kalau cepat-cepat." keluh Ratna sambil menahan tertawa.

"It's oke." sahut Alex. "You don't need to understand, you only have to know that you are so beautiful and I hope you don't have boyfriend, yet, because I can see my unborn children in your eyes."

Dosen Bahasa Inggris malah memasukan tangannya ke dalam mulut lalu bersiul wit-wiw, mirip pelatih sepak bola di pinggir lapangan. Aku ngangguk-ngangguk sambil senyum, masih dalam rangka biar dikira ngerti. Hampir semua mahasiswa terpesona dengan kemampuan Bahasa Inggris Alex yang ia dapat dari pengalaman sekolah di Inggris karena ayahnya atase di kedubes. Alex pun tahu itu bisa menjadi modal baginya untuk mendekati Ratna. Sebuah kemampuan yang aku harapan ada pada diriku.

Sejak saat itu, Alex dan Ratna kerap besama. Setiap kali satu mata kuliah, Alex selalu berusaha duduk di samping Ratna. Aku melihat Ratna cukup kalem. Tidak tampak letupan-letupan asmara yang menjadi tanda rasa yang sama. Ratna memang tak menolak Alex untuk mendekatinya. Tapi belum mau hanya berdua. Selalu menyertakan teman wanita lainnya ketika Alex pedekate. Aku mengira-ngira. Ada sesuatu yang menghalangi Ratna untuk menerima Alex. Tebakanku, Ratna sudah punya. Aku pun tahu ketika sarapan sebelum mata kuliah statistik paling pagi.

Waktu itu baru sedikit sekali mahasiswa yang sudah di kantin. Termasuk aku dan Ratna. Sambil sarapan Indomie goreng, Ratna bercetita padaku yang sambil nyeruput kopi endorsan channel Baim Wong.

"Gue ngeri juga deh, Wen, sama Alex."

"Kok, ngeri?" tanyaku heran dengan pilihan kata.

"Gelagatnya kaya playboy gitu." jawab Ratna dengan aksen Jakselnya. "Kaya biasa banget deketin cewek gitu."

"Ya karena yang dia deketin selalu cewek kali, nggak pernah cowok." sahutku asal.

"Bukan begitu juga kali." ketusnya. "Maksud gue, kaya nggak ada tegang-tegangnya gitu sama gue."

Aku ngangguk, mengerti keresahan Ratna. "Percaya diri." ujarku pelan.

Ratna nunjuk mukaku pakai garpu. Hampir membuatku reflek menangkis dan memasang kuda-kuda. "Itu dia!" serunya. "Tapi kaya over pede gitu."

"Tapi elo suka sama dia?" tanyaku tak mau bertele-tele. Setelah menelan satu helai mie yang masih nyisa di piring, Ratna mengangguk.

"Lumayan, sih." angguknya lalu menyeruput teh gelas. Dia seperti ingin mengucapkan sesuatu lagi, tapi aku keburu menanggapi.

"Ya, sudah, itu cukup." sahutku. Kata 'lumayan' bagiku sudah lebih dari lumayan. Sampai pada titik dianggap lumayan saja aku belum pernah. Jadi, menurutku, Alex akan mendapatkan hati Ratna. Meskipun ada kendala berupa cerita selanjutnya.

"Gue udah punya cowok, Wen." sambung Ratna dalam perjalanan menuju gedung utama kampus. "Tapi lagi break gitu, deh."

"Lagi berak?" tanyaku melucu.

"Ih, jorok, lo, Wen! Gue kan baru makan!"

"Ya elah, tinggal cebok, sih!"

Setelah tidak jadi jijik, Ratna mengangguk dan lanjut berucap. "Yah, lagi marahan gitu, deh." katanya.

Sudah ku duga. Stautsnya itulah yang membuat Ratna tak bisa bebas merespon Alex meskipun Ratna suka. Mau menyambut Alex, takut balikan. Mau nolak Alex, takut putus.

"LDR, ya?" aku menebak.

Ratna langsung menatap wajahku dengan cepat. "Kok elo tau?"

"Nebak doang." jawabku. Sebuah tebakan ringan. Kalau tidak LDR, setidaknya aku pernah melihat cowoknya sekali atau dua kali, selama dua semester ini. Meskipun aku tidak naksir pada Ratna, karena sadar diri, tapi kecantikannya sangat menarik perhatian, sehingga aku ingat setiap kali melihatnya di sekitar kampus. Dan memang tak pernah bersama pria manapun kecuali abang Gojek, dosen dan Alex.

"Gue takut, kalau gue tegasin putus sama cowok gue, ternyata Alex nggak serius sama gue, kan rugi gue." kata Ratna.

"Emang apa resikonya kalau begitu?" tanyaku penasaran. "Paling juga elo jomblo."

"Justru itu, Wen!" balas Ratna cepat. "Gue nggak biasa jomblo. Kaya nggak laku gitu."

"Puih!" semburku ke samping.

"Kenapa, Wen?"

"Tau, nih!" jawabku sambil berlaga melihat ke cangkir. "Kayanya kopi gue ada nyamuknya!"

Ratna mencoba mengintip isi cangkirku, mengira aku serius. "Lagian, elo milih kopinya bukan yang rasa lavender sih!" ujarnya.

Di sisi lain, Alex mencurahkan ketergila-gilaannya pada Ratna. Alex bilang, Ratna punya mata yang indah. Padahal itu kan softlense. Puja-puji terbanyak tentang Ratna yang aku dengar langsung adalah ketika aku dan Alex nonton futsal di pinggir gawang lapangan futsal kampus.

"Gue tuh sering ngeliat cewek cantik. Dari Europe, America, Aussy. Tapi this girl, cantiknya Indonesia banget!"

"Ada logo SNI-nya gitu, Lex?" tanyaku iseng.

"Cantiknya bukan cantik indo blasteran, Wen." Alex menjelaskan maksudnya. Aku ngangguk-ngangguk. "Im fallin love with her, dud! So deep!"

Aku ngangguk-ngangguk lagi. Paham atas apa yang sedang Alex rasakan. Aku juga pernah merasakan hal itu. Cuma beda eksekusi saja.

"Mohon dukungannya, ya, Wen." kata Alex sebelum bola tembakan yang melenceng mengenai wajahnya. Dasar lagi jatuh cinta, tidak ada tuh rasa sakit atau malu walau baru kena senter bola.

"Udah kaya mau nyaleg aja lo, Lex, minta dukungan." ujarku sambil memandang wajahnya, memastikan tidak ada biru-biru akibat benturan.

"Maksud gue, mohon pastikan kalau ada informasi soal Ratna. Apa dia jalan sama cowok lain atau ada yang gangguin. Elo bilang ke gue."

"Siap, Bang Jago!" sahutku semangat, hampir bersamaan dengan peluit panjang yang wasit tiup, tanda berakhirnya pertandingan. Skor akhir 0-0. Dari tadi tembakan pemainnya melenceng terus. Bola kena muka Alex tadi itu sudah yang kelima kalinya.

ZOMBLO APOCALYPSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang