EPILOG

20 3 3
                                    

Untung aku sering stalking instagram, Tiktok, dan berita tentangnya. Nonton semua wawancaranya. Jadi bisa tahu tempat tinggalnya di Jakarta. Setelah susah payah mengeluarkannya dari apartemen, dengan cara memancing para penggigit menggunakan musik dengan sound system yang aku putar keras-keras, aku berhasli mengenalinya di antara kerumunan penggigit di dekat kolam renang.

Sekarang Nabilah sedang makan roti tawar yang baru sehari kadaluarsa, sementara aku memasak untuknya nasi, Indomie, telor, sarden, dan bayam yang aku ambil dari Pasar Pramuka, menggunakan kompor kecil.

Luka Nabilah hanya sedikit, berupa goresan di pipi, dan sebagian besarnya di leher. Masih oke, lah. Baju tidurnya penuh noda darah kering dan tanah. Sekarang mulutnya belepotan selai nanas dan remah-remah roti.

"Telornya empat, Bang!" katanya dengan mulut tak berhenti mengunyah.

"Siap, Neng!" sahutku. "Neng, konsen aja makan rotinya buat ganjel."

Ia tersenyum dengan mulut menggelembung dan bergerak-gerak.

"Anti virusnya masih ada?" tanya Nabila.

Aku memandangnya. Berusaha menebak isi pikirannya. "Memang kenapa?" tanyaku.

"Aku mau nyari cowokku."

Aku berpaling lagi pada masakan tanpa menjawab. Menunduk, memandang api kompor yang berkobar. Melihatnya seperti soundtrack perasaanku. Sebagian diriku mengingatkan.

Masih ada waktu.

Biar cinta datang karena tak diundang.

Semoga.

ZOMBLO APOCALYPSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang