Rintikan hujan di pagi hari mewakili perasaan Andra saat ini, matanya tak henti untuk menatap layar ponselnya. Berharap pesannya di balas, dua bulan sudah berlalu sejak kepergian Agatha. Andra jadi banyak diam bahkan tidak fokus ketika mengajar ataupun mengerjakan pekerjaan kantornya, pikirannya hanya mengarah dan berharap ada sebuah kabar yang selama ini ia tunggu. Andra jadi uring-uringan bahkan ia merasa seperti ada yang hilang dalam dirinya.
"Ndra !" Panggil tante Heni yang menghampiri putranya tengah berdiri menatap luar jendela.
Sedari tadi tante Heni mengetuk pintu kamar putranya, tapi tidak ada jawaban. Saat memegang handlenya justru tidak di kunci dengan pemiliknya.
"Mama !" Balas Andra yang menoleh karna merasa namanya dipanggil.
"Andra ngapain di situ, mama panggil daritadi tapi Andra enggak dengar."
"Maaf mah, Andra benar-benar enggak dengar."
"Mama perhatikan akhir-akhir ini Andra uring-uringan, ada apa sebenarnya?" Tanya tante Heni yang kini duduk di tepi tempat tidur Andra.
Andra berbalik dan ikut duduk di samping tante Heni, ia mencoba menatap mamanya. Tapi justru seketika bayangan yang selalu menganggunya lah yang muncul. Setelahnya Andra menunduk sambil menghela nafasnya berat, hal itu semakin membuat tante Heni yakin kalau memang ada yang sedang disembunyikan oleh putranya.
"Kenapa? Ayo cerita sama mama? Nina bilang Andra akhir-akhir ini lebih banyak diam bahkan sering menyendiri, Andra juga enggak fokus kalau ngajar adik-adik. Apa yang Andra sembunyikan dari mama, Andra tidak pernah seperti ini sebelumnya." Ujar tante Heni yang khawatir.
"Nina?"
"Iya Nina, tempo hari dia ke sini. Sudah lama dia enggak ke sini. Sebenarnya Andra kenapa sih?"
"Andra enggak papa mah, untuk sekarang maaf Andra belum bisa cerita sama mama. Tapi nanti kalau sudah tepat waktunya, Andra pasti akan cerita."
"Tapi masalah apa yang buat Andra jadi seperti ini, mama khawatir sama kamu." Ujar tante Heni dengan nada cemas.
"Bukan masalah apa-apa, lagian masalah ini masih bisa Andra tangani sendiri. Mama enggak perlu khawatir, maaf kalau Andra belum bisa cerita sama mama." Sahut Andra yang memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Baiklah, mama enggak akan memaksa kamu. Tapi nanti siang Nina mau ke sini, dia mau ketemu kamu. Dia juga ikut khawatir sama keadaan kamu."
"Andra baik-baik aja, bilang sama Nina, kalau hari ini Andra enggak ada di rumah."
"Loh, kenapa? dia datang jauh-jauh buat ketemu sama kamu. Masa kamu enggak menghargai kedatangannya sih."
"Mah, Andra ada perlu sama Bian dan udah janji mau ketemu hari ini."
"Yaudah nanti mama kasih tau Nina. Eh, tapi kenapa enggak kamu ajak aja nanti dia. Sekalian jadi teman ngobrol kamu di jalan."
"Ini urusan laki-laki mah. Lagian mama taukan Andra sama Nina itu bukan muhrim, mau di kata apa nanti sama orang kalau yang lihat Andra jalan berduaan sama Nina." Ujar Andra yang mulai malas.
"Ya kalau gitu di SAH in dulu aja Ninanya, biar bisa temani kamu."
Andra menghela nafasnya mendengar ucapan mamanya itu. "Yaudah mah, Andra berangkat dulu." Pamitnya yang mengalihkan ucapan mamanya.
"Andra, di luar masih hujan."
"Andra bawa mobil, mah."
Andra pergi begitu setelah pamit pada tante Heni. Hujan di luar memang deras sekali, tapi karena sudah malas mendengarkan ucapan mamanya yang mengarah pada perjodohan membuat Andra tidak ingin membicarakan hal itu. Sedikit berlari menuruni anak tangga, terlihat di sana om Romi yang sedang membaca koran seketika menoleh ke arah suara seseorang yang menuruni anak tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Ku Memilih Mu
Fanfictiontakdir ku memilih mu Mengenal dan bertemu dengannya membuat ku merasakan ada yang yang berbeda dari kebanyangkan gadis yang aku lihat selama ini. Dia berbeda, meskipun terlalu muda untuk ku. Tapi entah kenapa setiap melihatnya, aku merasa hal yang b...