Prolog: Tentang Masuk Sekolah

2.6K 38 9
                                    

Pagi ini matahari bersinar dengan sangat cerah. Terlalu cerah. Sepertinya dia sedang tertawa lebar menikmati penderitaan semua anak sekolah yang harus kembali masuk setelah liburan semester.

Sial! Cepat banget waktu tiga minggu liburan selesai.

Anak yang sedang berlari terbirit-birit itu Aku. Karena dalam buku ini tidak ada naratornya dan memang penulisnya masih sangat amatir, akhirnya aku terpaksa menjadi narator paruh waktu. Mungkin nanti akan bergantian dengan karakter lainnya. Mohon kerja samanya!

Oh iya, aku belum memperkenalkan diri.

"Oy penulis, yang betul lah! Kalau begini alurnya jadi jelek, kan!" kataku sambil mengacungkan jari telunjuk ke penulis entah di mana.

Ok, kembali ke mode narator dan melihat diriku yang sedang berlari.

Namaku Dimas. Ini adalah hari pertamaku ditahun kedua SMA. Seperti yang bisa kalian lihat di bordiran lengan kanan kemejaku, aku siswa di SMA Segitiga Biru. Itu juga bisa kamu lihat dari badge di bagian kerah, bentuk segitiga berwarna biru.

Aku adalah siswa jurusan sosial. Seperti yang sudah kalian bayangkan dari mayoritas pendapat masyarakat soal anak jurusan sosial, aku terbilang anak bandel. Walaupun rambutku disisir rapi seperti siswa teladan, tapi rekor terbaikku sejauh ini adalah yang paling hebat di kelas: berdebat dengan guru Bahasa Sunda sampai dia menangis dan minta dipindahtugaskan ke kampungnya di Bandung. Membanggakan.

Kenapa aku berlari saat ini? Kenapa kau tanya?! Jelas saja karena aku sudah hampir terlambat! Pertanyaan bodoh!

Ini semua salah ibuku yang terlalu suka beres-beres rumah. Sebanyak 42 jam waker yang kupasang semalam dan kusebar di sekeliling kamarku dianggapnya berantakan dan dimasukkannya ke dalam gudang saat aku tidur. Huft...

HAMPIR SAMPAAAAI!!!

Aku berhenti, merasakan kelelahan di telapak kakiku yang berbalut sepatu Kompres hitam. Gerbang sekolah sudah terlihat. Di depan gerbang berdiri Pak M yang melihatku di ujung jalan.

Pak M adalah guru BP paling ditakuti di sekolah. Walaupun paling ditakuti, sebenarnya dia hanyalah pria tua kurus tinggi yang suka mengancam siswa-siswi dengan poin BP. Itu lho, poin pelanggaran yang kalau sudah mencapai titik tertentu bisa ditukarkan dengan hukuman skorsing sampai dikeluarkan dari sekolah.

Mata Pak M melirik jam digital di atas gerbang dan tersenyum memperlihatkan gigi taringnya. Tinggal 30 detik lagi. Sial! Dia pasti berharap melihatku terlambat di hari pertamaku.

Tidak akan kubiarkan!

Aku menekan lambang bintang di bagian mata kaki sepatuku. Sepatu itu menyala memancarkan energi yang meluap dan meniup daun-daun kering di sekitarku. Backsound Conan terdengar dari dalam rumah di dekatku.

Aku siap berlari ke arah gerbang dan tersenyum menatap mata Pak M. Di gerbang, Pak M membalas senyumanku sambil mengacungkan penggaris kayu yang biasa dia gunakan memukul pantat siswa yang bandel.

"HUAAA!!" aku berteriak sambil melompat.

"HEAAA!!" balas Pak M bersiap menutup pintu gerbang.

"Mang, bareng ya ke dalam," pintaku pada Mang Acil sambil mendarat duduk di atas jok motornya.

"Hayu, den. Mangga," jawabnya ramah.

GUBRAK! Aku mendengar suara jatuh dari arah gerbang. Ketika melewati gerbang dengan kecepatan penuh motor Mang Acil, aku melambaikan tangan ke Pak M yang masih dalam posisi jatuhnya dengan satu kaki terangkat. 1-0!

Keseharian Siswa SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang