Cita-Cita?

301 15 3
                                    

Pagi itu semua anak 11 IPS 2 duduk menunduk di kursi mereka masing-masing. Di atas meja guru ada setumpuk kertas hasil ulangan Bahasa Indonesia minggu lalu. Sementara itu Pak M berdiri di depan kelas memegang gulungan kertas tabel hasil ulangan tersebut. Sesekali beliau mengacak-acak rambutnya yang entah kenapa melah semakin rapi. Lah, kok bisa?

"Hei 11 IPS 2! Bagaimana ini remedial sebanyak ini? Saya tau bagi kalian yang sudah dicap anak-anak kasta kedua di sekolah ini mendapat nilai bagus dalam ulangan itu tidak ada artinya. Saya tau kalau pelajaran guru-guru lain kalian juga sering remedial. Tapi mbok ya pelajaran Bahasa Indonesia, yang setiap hari kalian pakai itu, bisa bagus dong. Kok ya malah bisa banyak yang remedial terus?" kalimat Pak M bergetar dan tangan kanannya terlihat meremas gulungan kertas itu.

Grooook! Ditengah momen itu tiba-tiba terdengar suara ngorok. Semua mata tertuju ke arah satu orang. Rehan.

"Jangan tidur di kelas!" semprot Pak M sambil melempar penghapus papan tulis. Ambon yang duduk di sebelah Rehan langsung menusuk perut remaja tembam itu dengan ujung pensil. Merasakan tusukan nan mantap, Rehan terlonjak bangun dan refleks menangkap penghapus yang melayang itu.

"Siap, laksanakan!" teriak Rehan yang terlonjak berdiri. Anak itu tiba-tiba berjalan berbaris ke papan tulis dan menghapus tulisan di atasnya. Selesai membersihkan Rehan kembali menghadap Pak M, "Tugas selesai Kapten!"

"Kapten gundulmu! Siapa yang suruh hapus papan tulis? Cepat kembali ke tempat duduk sana!" bentak Pak M sambil memukul kepala Rehan dengan gulungan kertas.

Tiba-tiba Ambon mengangkat tangan. "Pak!"

"Ada apa? Mau membela?" tanya Pak M.

"Bukan, Pak. Mau izin ke belakang."

"Ya sudah cepat sana!" bentak Pak M. Ambon langsung ngucluk ke meja paling belakang dan duduk di sana. Semua orang bengong, mikir.

"O...bener juga ya. Nah, kalimat teman kalian itu contoh makna denotatif," komentar Pak M. "Begini saja sekarang, sebelum remedial ini, Bapak ingin bertanya ke kalian. Apakah kalian punya tujuan yang ingin kalian capai? Saya mau tahu apa kalian punya cita-cita yang menggerakkan kalian," tanya Pak M ke kelas. "Coba kamu! Apa cita-citamu, Riko?"

"Saya mau jadi juara dunia karate, Pak!" sahut Riko tegas.

"Nah, bagus itu."

"Tapi karena itu saya berlatih karate aja, Pak. Nggak belajar," sambung Riko.

Plak! Pak M menepuk jidatnya. "Kamu, Dimas?"

"Saya ingin jadi Juara Pildacil, Pak!"

"Berarti kamu harus pintar komunikasi dan berbahasa, ya!"

"Tapi Pak, saya udah ketuaan buat ikut Pildacil. Gimana dong?!" sambung Dimas degan muka aspal, datar.

Plak! Pak M kembali menepuk jidatnya. "Ngaco! Kamu, Cipcip?"

Cipcip mengangkat buku gambar di atas kepalanya. Di sana tertulis "Mau...".

"Mau?" Pak M penasaran.

Cipcip membalik bukunya dan tertulis di lembar tersebut "...tauuuu aja. Kepo!"

Plak! Jidat Pak M mulai merah. "Nggak bener! Jangan melucu kamu! Coba kamu Nina!" tunjuk Pak M pada anak teladan dengan harapan jawabannya normal.

"Saya ingin jadi ibu rumah tangga dengan dua anak..." Nina agak mikir. Mata Pak M berkaca-kaca terharu ada yang jawabannya nggak ngaco. "...tapi punya doraemon yang punya alat untuk bantu saya biar nggak repot di rumah." sambung Nina.

Plak! Pak M mau nangis tapi kesal sekaligus. "Lucu ya...! Kamu, Rehan?"

"Saya mau membantu mewujudkan cita-cita Nina saja lah, Pak. Hehehe..." jawab Rehan. Nina langsung melototin si tukang tidur itu, sementara cowok-cowok lain melemparinya dengan kertas, penghapus, penggaris, kursi, lemari, sampai truk sampah. Alhasil Rehan lenyap dalam timbunan.

Plak! "Kalian ini nggak ada yang bener ya?!" Pak M senewen. "Ayo kamu Andi! Apa kamu punya cita-cita yang benar?"

Andi mengangkat speaker portable ke atas meja. Lalu terdengar lagu dari speaker itu. Abang pilih yang mana? Perawan atau janda? Perawan memang cantik, janda lebih menarik...

"Itu mah Cita-Citata!" Pak M melempar spidol ke Andi. Andi ngeles masuk ke kolong meja. "Jangan melucu lagi! Samuel?"

"Saya mau jadi orang Batak, Pak. Bosen saya jadi orang Ambon," jawab Ambon.

Plak! "Aduuuh!" Pak M mengacak-acak rambutnya. "Rana?"

"Saya mau jadi bidan," jawab Rana.

"Lalu?" tanya Pak M.

"Sudah itu aja, Pak. Saya mau jadi bidan," jelas Rana.

Pak M terdiam. Kelas hening menunggu komentar Pak M. Keringat mengalir menelusuri sisi wajah Rana yang seperti mengharapkan sesuatu yang baik. Beberapa laler berhenti di udara siap-siap masuk ke mulut anak-anak yang mangap. Tangan Rehan melambai dari sela tumpukan. Tiba-tiba...

Kosrak! "KOK NGGAK LUCU!!" Pak M melempar kertas hasil ulangan ke udara.

"Laaaaaah?!" semua siswa bingung dengan muka nggak karuan.

PLAKKK! Suara puluhan jidat ditepok bersamaan menggema seantero sekolah.

Keseharian Siswa SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang