"Jadi, apa lagi hari ini?" tanya Dimas.
"Mandiin kucing mertua Pak Kepsek," jawab Riko yang menggendong seekor kucing persia loreng. Hatcim! Blub. Kucing itu bersin dan mengeluarkan gelembung dari mulutnya.
"Nyapu kantor kelurahan," sambung Andi yang memegang sapu merek naga mendem. "Kalo lu?" sambung Andi.
"Nih, ngupasin kuaci buat hamsternya yang punya warung bakso depan sekolah," jawab Dimas sambil menunjukkan sekantong plastik besar kuaci.
Huuuft... keluh tiga siswa SMA itu lemas. Sepertinya rencana mereka melenceng jauh dari orbitnya. Mungkin udah pindah galaksi.
Masa SMA adalah masa yang paling menggugah emosi, salah satunya karena kegiatan ekskulnya. Latihan rutin, teman dari kelas lain, kejuaraan, dan drama di dalamnya tidak akan dirasakan mereka yang memilih hidup sapu-sapu (sekolah-pulang-sekolah-pulang). Ibarat main RPG, sekolah itu main quest yang dimainkan semua orang sedangkan ekskul itu adalah side quest yang bisa bikin karakter kita lebih berkembang dan lebih mengenal dunianya.
Karena romansa ekskul yang belom dirasa itu juga tiga sohib ajaib dari SMA Segitiga Biru ini membentuk sebuah ekskul baru. "Sob, gue ngerasa kita perlu bikin ekskul baru yang solutif. Ekskul yang bisa bikin semua anak di sekolah ini ngerasain masa SMA dengan sepenuhnya, baik yang ekskul ataupun yang sapu-sapu. Soalnya gue yakin semua punya tujuan masing-masing di sini," kata Dimas dalam sebuah majelis ketoprak di kantin.
"Wah, ekskul ya! Boleh tuh, kita kan juga nggak ikut apa-apa sekarang," sahut Andi sambil memotret ketoprak di hadapannya.
"Kalo tujuannya begitu, kegiatannya apa?" tanya Riko yang lagi mukulin kacang sampe halus di samping gerobak ketoprak.
"Kaya City Hunter aja. Kita nerima permintaan dari para siswa yang butuh bantuan untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan semasa SMA," jelas Dimas.
"Menarik," respon Andi sambil memutar lensa kameranya.
"Kalo gitu gue usul namanya SOS! HEA!" seru Riko yang masih mukulin kacang.
"Apaan tuh? Kaya nama grup lawak yang udah bubar," tanya Dimas dan Andi.
"Itu kan kode untuk minta tolong. Diambil dari singkatan aslinya save our soul," jelas Riko sambil menegakkan badannya.
"Gimana kalo SMA aja? Secara kita kan anak SMA. Tapi kepanjangannya kalian yang mikirin, hehe," celetuk Andi.
"Satuan Misi Abadi gimana?" tanya Dimas.
"Setuju!" teriak Andi dan Riko. Bukan karena idenya bagus, tapi karena bel masuk sudah berbunyi. Tiga orang siswa itu pun ngibrit ke kelas.
***
Singkat cerita mereka mendaftarkan ekskulnya ke kesiswaan kemarin. Namun, tantangan sesungguhnya dimulai. Mereka diberikan form tanda tangan nama anggota sebanyak 40 lembar. Jumlah itu adalah jumlah minimal anggota ekskul di SMA Segitiga Biru. Kalau mereka gagal, ya sayonara dengan idenya.
Kabar baiknya, ada kakak kelas yang namanya dirahasiakan dan mukanya disensor yang memberitahu mereka bahwa jumlah anggota itu tidak mesti aktif, yang penting terdaftar. Mereka bisa meminta tanda tangan anak-anak yang tidak ekskul dan memang tidak niat ikut ekskul. Namun kabar buruknya, setahu mereka hanya ada 40 orang yang mereka kenal tidak ikut ekskul.
"Oke, ini daftarnya. Hari ini kita kumpulin semua. Ayo!" ajak Dimas pada Riko dan Andi sesaat setelah guru keluar. Beberapa saat kemudian bel istirahat berbunyi.
"Demi SMA!" seru ketiga siswa itu semangat. Mereka pun berpencar ke tiga arah berbeda. Karena ujungnya ternyata tembok semua, mereka berjalan kembali ke titik semula dengan muka merah padam lalu keluar dengan tenang. Para siswa 11 IPS 2 yang dari tadi ngeliatin tiga makhluk ajaib itu cuma bisa geleng-geleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keseharian Siswa SMA
Short StoryKalian pernah ngerasain duduk di bangku SMA? Sama aja kah sama rasa duduk di bangku SMP? Kalo gitu berarti SMP dan SMA kalian menggunakan bangku dari pengrajin yang sama. Eits, tapi jangan salah! Ini bukan cerita tentang bangku tapi tentang kesehari...