15- Tentang hati yang lebur

285 45 99
                                    

"He was never mine, but losing him broke my heart."

***


Anya memilin-milin ujung black dress miliknya. Sesekali ia melirik kecil ke arah Kiel yang dengan tampang seriusnya—mengemudikan mobil.

Daritadi Kiel sama sekali tak berucap sepatah kata apapun, selain kalimat penegasan 'pulang sekarang'. Anya jadi bingung sendiri.

Kenapa tiba-tiba Kiel ada di pesta? Pake kaos biasa, lagi.

Dan kenapa pula ia tiba-tiba menarik Anya keluar dari hotel padahal Anya belum menemukan Dava, bagaimana jika Dava mencarinya nanti? Baterai handphone-nya juga sama sekali tidak mendukung.

Anya mulai menenangkan dirinya lantas mengambil nafas panjang secara perlahan.

Ia mulai memasang wajah keras, "Ki, lo kenapa sih? Tiba-tiba datang, gak bicara sepatah kata apapun lalu dengan seenak jidatnya narik gue keluar dari hotel,"

Kiel masih saja bergeming. Pandangannya masih tertuju ke depan.

"Gue datang bareng kak Dava dan gue-juga-harus pulang bareng dia. Lo gak usah antar gue ke rumah!" seru Anya kesal. Sungguh, ia benar-benar kesal. Ada apa pula dengan Kiel? Apa salahnya? Mereka tadi baik-baik saja saat chat.

Kiel tiba-tiba memelankan laju mobilnya lantas menepikan mobil itu di pinggiran jalan.

Anya berpikir bahwa Kiel benar-benar ingin menurunkannya disini dan itu tidak masalah bagi Anya, toh tadi dia sudah berkata bahwa Kiel tidak perlu mengantarnya pulang. Anya tidak tersinggung atas ketegaan Kiel.

Anya sudah menyampirkan tas salempang mini miliknya lalu bersiap keluar tatkala ia mendengar panggilan Kiel, "An,"

Kontan saja Anya memalingkan wajahnya untuk menatap Kiel yang memanggilnya.

"Sorry An," ucap Kiel lembut. Cowok itu tidak berani menatap Anya.

Anya merasa ada sesuatu yang aneh merayap lalu melingkupi hatinya.

Sambil tetap memalingkan pandangannya, Kiel melanjutkan ucapannya, "Gue cuma gak suka lo deket banget sama Dava. Gue tau kalau sejak kelas sepuluh lo juga udah dekat dengan dia. Apalagi setelah lo juga jadi anak OSIS, tapi... ini beda, An. Lo dan dia sekarang bukan lagi dalam artian dekat seperti dulu," terang Kiel.

Kiel mendesah resah, "Gue gatau alasan kenapa gue jadi gak suka sama kedekatan kalian sekarang. Seakan-akan posisi gue jadi terbagi dalam artian yang gak bisa gue pahami sendiri. Lo dan gue tetap masih dekat tapi jujur, gue ga rela kalau lo dan dia juga sedekat kita, An,"

"Sorry kalau gue egois," Kiel memiringkan kepalanya lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Gue cuma mau jujur sama apa yang gue rasa aja,"

Anya meringis, "Tapi kenapa, Ki?" Anya bertanya getir, "Kenapa lo masih mempertahankan hubungan kita yang sekarang kalau lo udah ngerasain itu?"

Anya berusaha menelan ludahnya yang tiba-tiba terasa pahit, "Kita bukan sahabat. Tidak pernah jadi sahabat. Tapi kenapa lo masih ragu? Kenapa lo belum bertindak?" Tenggorokan Anya tercekat, "Ke-kenapa lo gak pernah mau bilang kalau gue gak harus berharap banyak dari kedekatan kita? Kenapa lo gak bilang kalau lo gak punya perasaan suka sama gue?"

"Itu karena lo punya rasa sama gue. Lo suka sama gue tapi tetap bertahan dalam zona nyaman!" Anya berkata dengan tegas. Memukul telak Kiel.

Kiel tergelak. Matanya membulat, terkejut. Jantungnya berdetak lebih cepat lagi dari yang ia rasakan tadi.

FlirtationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang