17- Incomprehension

238 33 79
                                        

"Kamu adalah salah satu hal rumit yang sampai sekarang masih sulit untukku pahami."

***


"Gue juga gatau, An. Gak ada kabar sama sekali. Adiknya juga gak masuk kan?"

"Kakak tau alamat rumahnya?"

"Gatau juga, An. Dava dari dulu emang biasanya gak masuk tanpa keterangan. Alasannya itu karena ikut bonyok ke luar negeri, gitu."

Anya menghela nafas panjang. Masa sih tiba-tiba ikut ke luar negeri?

Sudah empat hari sejak pesta pernikahan di hotel saat itu, tak ada kabar dari cowok dengan senyum yang selalu membuat Anya merasa nyaman, Dava.

Bodohnya lagi, walau kerap kali diantar pulang oleh Dava, sampai sekarang Anya tidak tau kediaman cowok itu. Itu karena Dava yang tidak pernah menjawab pertanyaan Anya mengenai tempat tinggalnya.

Chat-nya juga tak pernah di-read. Telfon? Anya tidak punya nomornya.

Anya terduduk di bangku panjang koridor sekolah sambil merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia sama sekali tidak tau apa-apa.

Anya mengedarkan pandangannya. Pemandangan lapangan yang ramai oleh anak laki-laki yang sedang bermain basket tersaji di depan matanya.

Ada Kiel dan Milan disana.

Anya kembali mengedarkan pandangannya. Netranya bertubrukan dengan netra milik Yuni yang di seberang sana ternyata diam-diam memperhatikannya.

Ini bukan kali pertama. Anya biasanya duduk disini, memandang lapangan lalu menangkap basah Yuni yang menatapnya dari seberang. Biasanya Anya langsung melambaikan tangannya atau menjulurkan lidahnya pada Yuni yang juga dibalas oleh cowok itu.

Mereka lantas tertawa. Anya biasa saja. Mereka teman dan juga Yuni cukup dekat dengannya. Semua biasa saja.

Tapi tidak kali ini.

Anya langsung memalingkan wajahnya, menatap asal ke sembarang arah. Ritme jantungnya saling berkejaran mengingat chat-nya dengan Yuni beberapa hari lalu.

Astaga, dia pasti kesusahan bersikap biasa saja.

Anya tidak pernah memperhatikan sorot mata Yuni padanya. Tidak pernah ia menatap dalam pada manik mata sayu itu.

Anya abai akan hal itu.

Anya menarik nafasnya dalam-dalam lantas mengembuskannya cepat. Ia menggeleng untuk menghilangkan segala pemikiran di kepalanya. Anggap saja Yuni memang bercanda walau Anya tak bisa menampik keseriusan Yuni dalam tiap kata yang ia ketik saat itu. Anya baru menyadari itu.

"Anya!"

"Astaga!" Anya terlonjak kaget, tubuhnya tersentak seperti habis disetrum. Tepukan keras pada bahunya itu sukses membuat jantungnya kembali dipacu lebih cepat.

Yuni tertawa keras melihat reaksi Anya, tak merasa bersalah sama sekali padahal sudah membuat jantung gadis itu hampir berhenti berdetak.

Anya menepuk-nepuk dadanya sambil ngos-ngosan. Yuni duduk di sebelahnya.

"Tolong biasa aja, An," Yuni menyandarkan punggungnya pada dinding di belakang.

"Emang bener yah?" Kini, Yuni melempar tatapannya pada Anya.

"Apa?"

"Sebuah pernyataan bisa merubah sikap seseorang,"

Anya tercenung. Menelan ludahnya dengan susah payah.

FlirtationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang