21- Jessy

216 31 106
                                    

"Kalau ada yang macam-macam sama lo, biar gue yang maju."

-Jessy Tritania

***


"Kantin yok, An," ajak Sisi sambil mengusap-ngusap perutnya yang sudah keroncongan.

Anya mengangguk sekilas sembari merapikan alat tulisnya, "Yuk,"

"ZEFANYA!"

Mendengar namanya dipanggil dengan begitu keras kontan saja membuat Anya langsung memalingkan wajahnya.

Terlihat kak Aren-bendahara OSIS berdiri di depan pintu kelasnya dengan wajah memerah, sepertinya habis main basket.

"Lo dipanggil Mery ke ruang sekretariat OSIS. Udah itu aja. Bye."

Anya mengernyit lantas melempar tatapan bingungnya pada Sisi.

"Yahh, gue jomblo dong makannya," sungut Sisi.

"Nanti gue samperin, lo duluan aja," balas Anya lantas langsung bergegas menuju ruang sekretariat OSIS

______

"Gue mintol lo lanjutin proposal untuk ultah KEMBANG nanti," Mery menyodorkan kertas-kertas proposal persiapan ultah SMA kebanggaan mereka itu.

Anya menerimanya lantas bertanya, "Tumben, kak. Biasanya gue ga dapat pekerjaan apa-apa saking semangatnya kak Mery kerja sendiri,"

Mery tersenyum simpul lantas mendesah lelah, "Yah lo tau lah sekarang kelas 12 sibuknya udah gimana,"

Anya manggut-manggut mengerti, "Sip deh, kak,"

Anya sudah bersiap-siap keluar dari ruangan tatkala panggilan Mery kembali membuatnya berpaling.

"Lo ajak Dava makan, gih. Daritadi di ruangannya mulu,"

"Kak Dava?" tanya Anya ragu

Mery mengangguk lantas memberi kode pada Anya lewat lirikan matanya yang menujuk pada pintu ruang kerja ketua OSIS.

Setelah Anya mengangguk pelan, Mery pun pamit ke kantin.

Anya mengetuk pintu ruang kerja Dava. Tak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam.

Dengan gerakan yang teramat pelan, Anya memutar kenop pintu lantas menyembulkan kepalanya, "Kak," panggilnya.

Dava yang tadinya sibuk berkutat pada laptopnya serta merta mendongak, "Anya?"

Anya tersenyum tipis lantas berjalan masuk lalu duduk di kursi depan meja kerja Dava selaku ketos KEMBANG.

"Ada perlu apa, An?" tanya Dava.

Alih-alih menjawab pertanyaan Dava, Anya malah menatap cowok itu lamat-lamat. Dava terlihat makin kurus, pipinya teramat tirus. Wajahnya juga semakin pucat saja.

Dava grogi sendiri ditatap seperti itu, takut kalau-kalau Anya secara mendadak menyerangnya dengan pertanyaan yang tak bisa ia jawab. Entah mengapa.

Dava ingin memecah sunyi yang terasa kental di ruangan itu, namun Anya sudah memulai terlebih dahulu.

"Kak Dava sakit?"

Antara sadar dan tidak, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Anya. Feeling-nya mengatakan bahwa ia perlu menanyakan hal itu.

Dava diam saja.

Dari tatapannya, Dava mengajak Anya berbicara tanpa bersuara.

"Kak," cicit Anya begitu menyadari ada selapis kaca yang terbentuk dalam kedua bola mata Dava.

FlirtationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang