Empat

12.3K 1.1K 37
                                    

Nara masih serius dengan ponsel sembari menyesap susu cokelat panas buatan ibunya. Sebelum tidur adalah waktu yang tepat menilik akun Instagram dan e-mail. Beberapa tawaran paid promote menghampiri e-mail. Nara cukup mengunggah gambar dari online shop yang ia terima ke akun Instagram-nya, setelah pihak online shop mengirimkan uang jasa. Satu kali post gambar ia mendapat bayaran sekitar 250 ribu sampai 300 ribu. Nara juga pilih-pilih, tidak semua produk ia terima. Dan Nara lebih suka dengan produk fashion dan accessories saja.

"Ra," panggil Wina, ibu Nara. Ia menghampiri anaknya yang sedang asyik duduk di sofa ruang tengah.

"Hmm," deham Nara. Putri semata wayang Wina tampaknya masih kesal.

Wina mendesah seraya menepuk bahu Nara pelan. "Masih marah?"

Nara menoleh sebentar kemudian fokus kembali pada ponsel. "Habis, Ibu main terima lamaran Reinan aja."

Wina menyandarkan punggung ke sofa. "Reinan bilang kamu sudah menerimanya."

"Ibu percaya sama Reinan si es batu?" tanya Nara dengan erangan putus asa menatap Wina.

Wina mengerjap, menatap Nara datar. "Jadi, Reinan bohong?"

Nara merengut, menggigit bibir beberapa detik dan mengulumnya. "Enggak."

"Lah, gimana, sih? Ibu serba salah jadinya," pungkas Wina sedikit gemas dengan kelakuan Nara.

"Ya ... habis gimana? Nara ...." Nara bimbang, ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Kamu suka Reinan?" Wina menahan senyum bahkan tawa geli dalam batin. Putrinya sudah dewasa, wajar bila kebiasaan mengikuti Reinan ke mana saja laki-laki itu pergi menimbulkan perasaan lain.

Nara mendelik tak terima dengan pertanyaan yang dilempar ibunya. "Ah, enggak. Kalau kagum sama ketampanan laki-laki bukan berarti aku cinta sama dia, 'kan, Bu?" sangkal Nara dengan bibir sedikit maju.

"Ih, biasa aja kali. Nggak usah marah. Ibu tadi cuma tanya, ngapain sewot?" Wina bangkit sambil membenarkan posisi sweater hangat yang ia kenakan.

Wina sempat berbalik sebelum memutar kenop pintu kamar untuk beranjak tidur. "Oh, ya, ada titipan sneakers dari Tante Amira. Dia buka online shop sepatu katanya. Ibu letakin di rak sepatu kamar kamu tadi."

"Iya," sahut Nara malas seraya merebah ke sofa dan memalingkan tubuh membelakangi Wina.

Wina malah terkikik geli dan menggelengkan kepala.

Nara mendengus dan memejamkan mata. Baginya, Wina memang ibu yang sangat memahami dan pandai membaca pikiran anaknya. Tapi, apa iya Nara menyukai Reinan bukan hanya sekadar suka. Maksudnya... maksudnya.... Entahlah!

Nara menoleh ke arah kamar Wina. Sudah tertutup rapat, mungkin sudah akan beranjak tidur. Nara menatap langit-langit rumah, untuk kesekian kali ia menghela napas berat. Entah kebodohan apa yang sedang ia lakukan. Memilih menerima lamaran Reinan tanpa tahu apa yang melandasi pernikahan mereka kelak.

**

Reinan duduk di sofa kamar tidur dengan kaki berselonjor ke lengan sofa. Sesekali ia mengalihkan halaman majalah fotografi yang ia baca. Aktivitas terhenti saat samar-samar ia mendengar Nara bersenandung lirih. Asisten Reinan yang loyal itu tampak sedang menata beberapa pakaian Reinan ke dalam travel bag. Di kedua telinga Nara terpasang headset.

Kontan Reinan meletakkan majalah ke pangkuan. Entah kenapa hatinya tergerak untuk memiringkan tubuh, menyangga kepala dengan sebelah tangan untuk mengamati gadis yang sedang sibuk menyanyi sekaligus mengemasi pakaian tuannya. Suaranya tidak sumbang, tidak jelek, tapi tidak bagus-bagus amat. Tapi suara nyanyian lirih dari Nara cukup menarik perhatian Reinan untuk memaku pandangan pada gadis itu.

Selebgram in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang