Enam

9.1K 938 20
                                        

Nara terlihat gugup, tangannya sudah sedingin es saja. Padahal cuaca tidak hujan atau bahkan berangin. Ia sedang di dalam kamar sekarang, mengenakan gaun pengantin berwarna putih bersih dengan buket bunga mawar di tangannya. Ya, hari ini adalah pernikahannya dengan sang super model. Super model yang pernah memberikan Nara pundi-pundi uang selama menjadi asisten pribadi sang model.

Sebenarnya rencana pernikahan bulan depan. Tapi mengingat dua hari lagi mereka berdua akan pergi ke Melbourne untuk acara pemotretan. Reinan memilih mempercepat tanggal pernikahan mereka. Selain itu juga Wiryawan–papa Reinan, sudah tidak sabar dan terus mendesak Reinan. Untuk alasan yang terakhir itu, Nara mendapat informasi dari Bi Lilis. Reinan tidak akan pernah menjawab pertanyaan Nara, dan Nara tahu itu. Reinan juga seperti menutup rapat keluarganya dari Nara. Ia seperti enggan mendekatkan Nara dengan keluarganya.

Oh, demi Tuhan. Nara semakin bingung dengan alasan Reinan mempersunting dirinya. Yang jelas Nara belum yakin kalau itu cinta. Bisa jadi Reinan terdesak papanya yang terus memaksa menikah. Atau entahlah! Sungguh ini pernikahan yang penuh risiko. Ada sedikit sesal di benak Nara menerima lamaran Reinan.

Tanpa sadar Nara menghela napas panjang. Wina yang sibuk mengintip di balik pintu menyadari helaan napas putrinya.

"Kamu ragu?" tanya Wina. Wina mengerutkan alis saat menatap ekspresi wajah Nara yang lesu. "Wajar. Dulu ibu juga begitu. Waktu mau naik pelaminan tiba-tiba keraguan itu muncul. Namanya prewedding syndrom. Tak usah risau, semua akan berlalu. Ibu rasa Reinan juga laki-laki yang baik."

Nara menunduk lemah. "Semoga," lirih Nara.

**

Pernikahan berlangsung tertutup di kediaman rumah Reinan. Tidak ada tamu, hanya ada petugas dari KUA dan keluarga serta beberapa saksi, termasuk Lusi dan Sam. Semua sepakat untuk menutup rapat-rapat pernikahan ini untuk kepentingan karier Reinan yang sedang melesat. Sementara dari pihak Nara, hanya ada Wina sang ibu dan Amira sahabat karib Wina. Wina dan Nara memang sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Mereka berdua hanya hidup berdua setelah kepergian Danu–ayah Nara.

Nara mengembuskan napas lega saat Reinan usai mengucapkan ijab qabul tanpa kesalahan. Begitu juga dengan Wina yang menitikkan air mata. Ia berpelukan dengan Bi Lilis dan Amira.

Acara dilanjutkan dengan saling memasangkan cincin di jari manis pasangan. Kemudian mereka berdua menyalami orang tua dan keluarga mereka. Nara tersentak saat ia telah menyalami Laura–mama Reinan. Saat Laura hendak memeluk dan mencium pipi Nara. Reinan menarik Nara dan menyembunyikannya di balik punggung.

Laura tersenyum, matanya terlihat berkaca-kaca. Sementara Nara tampak kebingungan dengan kejadian yang tiba-tiba ini.

"Kamu membuat putra kita takut, Laura," gumam Wiryawan dengan senyum sinis.

Laura telah diceraikan Wiryawan semenjak Reinan duduk di bangku SMA. Bukan tanpa alasan ia menceraikannya. Baginya, wanita berlipstik merah di sampingnya merupakan aib menjijikkan yang ia persunting. Hingga dengan terpaksa ia mengambil alih hak asuh atas Reinan.

Tidak hanya Nara yang tersentak kaget, bahkan keluarga mereka terkejut dan sempat terpaku dengan kejadian tersebut. Wina bahkan sedikit cemas menangkap gestur tubuh menantunya. Nara bergeming menyaksikan Wiryawan yang menatap sengit pada Laura. Dan saat itu, ia bisa merasakan tangan Reinan yang mulai berkeringan dingin dalam genggamannya. Reinan ... gemetar.

**

Lusi menepuk bahu Nara dan Reinan sebelum ia beranjak pulang. "Ingat, sembunyikan ini semua dari netizen," pintanya.

Nara tersenyum dan mengangguk. "Aman, Bu Lusi," lirih Nara dengan sebelah telapak tangan ia dekatkan ke tepi bibirnya seperti berbisik.

Reinan mendengus melihat kebodohan istrinya. Ia lebih memilih menjitak kepala Nara dan berlalu masuk ke rumah. Nara memekik seraya mengelus bekas jitakan di puncak kepala.

"Abaikan, Reinan sedang PMS," canda Nara.

Lusi terkekeh geli. Ia memeluk Nara sebelum masuk ke mobil untuk pulang. Nara sempat melambaikan tangan ke arah Lusi yang telah melajukan mobilnnya ke luar pagar. Ia menghela napas, berbalik menatap rumah Reinan dari halaman rumah. Ya, sekarang ia resmi tinggal di sini. Ibunya sudah pulang bersama Amira. Teringat ibu, Nara tiba-tiba merasa rindu dan merasa sendirian.

Wanita yang telah berubah status menjadi Nyonya Reinan itu tertunduk, menggigit bibir menahan gejolak batinnya. Sanggupkah ia menjalani hidup sebagai istri seorang model yang tampak bersinar terang? Sedangkan Nara hanyalah bintang redup yang tak mungkin menjadi pusat perhatian sebelumnya.

Memikirkan semua itu sungguh berat. Belum lagi memikirkan Reinan sebentar lagi akan menjalin hubungan kembali dengan Mia.

Nara mengembuskan napas perlahan, kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. Menghampiri Reinan yang sudah tak terlihat batang hidungnya di ruang tamu mau pun ruang tengah. Ia melongok ke kamar, benar saja Reinan sudah berbaring di ranjang.

Namun Nara mendesah sebal saat menemukan bungkus obat tidur yang tergeletak di nakas bersisian dengan segelas air putih.

"Ya, Tuhan. Rei, kamu minum obat ini lagi?" tanya Nara sambil menggoyang tubuh Reinan.

"Mmm," gumam Reinan. Ia mulai diambang bawah sadar dan terbius untuk terlelap tidur.

Nara terdiam, sejenak mengamati Reinan yang mulai terlelap tidur. Rasa penasaran kembali muncul. Apa yang sebenarnya terjadi antara Reinan dan Laura? Kenapa Reinan gemetar saat berhadapan dengan mamanya sendiri? Benarkah sempat terjadi tragedi menyeramkan di antara mereka berdua. Reinan terlihat sangat takut dan waspada dari wanita yang telah melahirkannya.

Kalau boleh, Nara ingin menjadi tempat berbagi untuk Reinan. Kalau boleh, Nara bersedia menjadi tempat meringkuk saat ketakutan.

Sebelah tangan Nara terulur, menyapu anak rambut Reinan yang terserak di keningnya.

"Jadikan aku tempatmu berkeluh kesah dalam bahagia dan dukamu, Rei," lirih Nara seraya meletakkan kepala di tepi ranjang, menggenggam telapak tangan Reinan yang sempat gemetar dan menarik Nara ke balik punggungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadikan aku tempatmu berkeluh kesah dalam bahagia dan dukamu, Rei," lirih Nara seraya meletakkan kepala di tepi ranjang, menggenggam telapak tangan Reinan yang sempat gemetar dan menarik Nara ke balik punggungnya.

**

(20-08-2017)

Vomment, please. ^^

Oh, ya, novel Miko Mei (Long Distance) ready stock lagi. Silakan bagi yang berminat order inbox via WA: 085 799163380. Jangan sampai ketinggalan PO lagi, ya. :)

Terima kasih. :))

Selebgram in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang