16. Ancaman

544 70 18
                                    

" Hei, katakan apa yang terjadi sayang. Kau membuatku takut " Ujar Minho, Sulli mengangkat kepalanya setelah beberapa menit bersandar disana dengan air mata nya yang terus tumpah. Ia takut, sangat takut.

" Sini lihat wajahmu " Pintanya, Sulli terus menunduk, ia malu dan sama sekali tak ingin memperlihatkan wajah sehabis menangisnya pada suaminya itu. Sedangkan Minho, terus menatapnya dengan tatapan lembut, sebisa mungkin ia membuat istrinya terlihat nyaman.

" Apa yang terjadi, kau kembali dengan ponsel hancur sambil menangis, apa ada yang menyakitimu? " Tanyanya lagi, Sulli menggeleng, Minho mengusap air matanya yang jatuh dipipinya. Mulutnya tak berhenti bertanya apa gerangan yang membuat istrinya sampai seperti ini. Tapi wanitanya itu sama sekali tak mau menjawabnya, hanya isakan kecil yang terus keluar dari bibirnya.

" Kau ingin pulang, hm. Aku akan mengantarnya kalau begitu " Kini ia merujuk pada solusi terbaik agar istrinya itu tak terus menangis. Tak memberinya alasan membuatnya sedikit kesal sebenarnya, tapi ia berusaha menghargai privasi istrinya. Walaupun rasa penasarannya begitu tinggi.

" Tidak , biarkan aku menunggumu disini " Ucapnya. Minho tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya. Tapi ada beberapa pekerjaan yang menunggunya dan harus segera diselesaikan. William sudah ketempatnya tadi dan menagihnya , karena tak begitu konsen dan tak tahu kemana perginya istrinya jadi ia sedikit bersantai-santai dengan sedikit bermain games untuk mengusir kejenuhannya.

Dan saat melihat istrinya berlari dan menjatuhkan tubuhnya dipelukannya membuatnya bingung. Apakah ia harus menyelidikinya? Tapi , lebih baik ia tak membuang-buang waktu karena ia pasti akan menunggu sampai istrinya bercerita padanya.

Sambil memangku Sulli yang masih dipangkuannya, Minho mengetikkan sesuatu dilaptopnya. Ia harus menyelesaikannya dulu walaupun Sulli terus berada dipangkuannya sambil memeluknya, ia tak keberatan kalau istrinya bermanja-manja dengannya. Ia anggap ini adalah sebuah hadiah untuk istrinya karena ia kembali menolak berbulan madu dengannya.

Bukan karena sebuah alasan sepele, baru saja ia mengingat kalau minggu depan ia harus ke Toronto mengurus pengajuan kerjasama dengan perusahaan yang ada disana. Sial! Bagaimana ia bisa meninggalkan istrinya yang cantik ini, apakah Sulli harus ikut? Mungkin saja ia harus menawarkannya lebih dahulu jangan sampai istrinya marah karena ia tak pamit untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Satu, dua, tiga, sampai menjadi sepuluh terhitung sudah ditangannya, dengkuran halus dan menenangkan terdengar ditelinganya, pundaknya yang terasa berat membuatnya yakin kalau istrinya kini tengah tertidur dipangkuannya. Minho tersenyum kecil sambil mengusap kepalanya dengan sayang. Ia tak tega, dilihatnya ponselnya yang sudah berantakan masih ada digenggamannya, ia mengambilnya dan menaruhnya dimeja kerjanya. Ia harus membelikannya yang baru saat ini juga. 

Meninggalkan pekerjaannya kini ia bangkit sambil memeluk istrinya dalam gendongannya. Minho berjalan menuju sofa yang ada diruangannya dan menurunkan tubuh istrinya disana. Belum sampai diturunkan Sulli sudah menolaknya, ia mendongak dan menatap kedalam mata suaminya yang bak elang, namun tatapan itu berganti lembut saat tahu istrinya bangun , mungkin karena pergerakan kecil darinya.

" Aku mau tidur dipelukanmu Oppa " Pintanya, Minho tersenyum kecil, tapi masih ada pekerjaan sedikit lagi. 

" Tidurlah disini , William belum lama datang dan aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku sayang. Segera, aku pasti akan menemanimu kalau sudah selesai, aku berjanji " Katanya, Sulli mengerucutkan bibirnya lalu turun dari tubuh suaminya.

" Aku menagih janjimu Oppa " katanya. Minho mengangguk sambil mengecup singkat bibir istrinya. Minho kembali lagi tanpa menoleh dan itu membuat Sulli menghela nafasnya , ia duduk disofa besar yang ada diruangan suaminya, menatap Minho yang kembali fokus pada pekerjaannya.

My Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang