E F F E C T

27.2K 1.7K 185
                                    

Warn! Typo's epriwer
+
+
+
+

Pagi ini langit terlihat mendung. Tidak ada suara burung yang biasa berkicau, bahkan pengantar koran yang biasa lewat menggunakan sepeda motor tidak mengantarkan koran seperti biasa. Entah apa yang terjadi, tapi bagi Jimin, hari ini adalah hari paling menakutkan yang ia alami.

Jimin sudah berangkat terlebih dulu. Kaki-kaki kecilnya menyusuri jalanan dengan wajah tertunduk dan kedua tangan yang tekepal erat. Tidak ada busway yang beroperasi, lampu lalu lintas juga masih berkedip menunjukkan warna kuning, terlebih orang-orang yang biasanya berlalu lalang tidak terlihat pagi ini.

Pagi?

Mungkin jam yang menunjukkan pukul 3 bisa kita katakan pagi.

Tapi, apakah wajar seorang siswa berangkat ke sekolah saat ini?

Mungkin, jika kita perhatikan lagi, sebenarnya Jimin sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Kedua kakinya menahan getaran, begitu juga dengan tangannya. Bibirnya membentuk garis lurus yang kaku dengan warna yang lumayan pucat. Langkah kakinya bahkan terlalu pelan. Ia akan berhenti sebentar untuk mengambil napas panjang.

Suara isakan tertahan itu berasal dari Jimin. Pemuda itu menangis dalam diam, membiarkan air matanya menetes membasahi baju seragamnya. Sungguh, siapapun yang melihat keadaan pemuda mungil itu, akan merasa iba sekaligus khawatir. Penampilannya biasa saja, tapi ketika mendengar isakan tertahan itu, rasanya akan sangat memukul hatimu.

20 menit yang lalu, Jimin memutuskan untuk pergi dari rumah itu. Rumah besar yang begitu nyaman untuk ditinggali, namun secara bersamaan menyimpan memori kelam dan aura gelap yang begitu mencekam dihati. Rumah yang sudah tiga minggu ini ia tinggali, rumah yang sudah banyak menggores luka dihatinya.

Ia bahkan masih mengingat dengan jelas, bagaimana kejadian beberapa saat yang lalu menimpa dirinya. Bagaimana tubuhnya kembali dilecehkan, bagaimana ia masih bisa berdiri dan mengunci pintu kamar mandi hanya untuk membasuh tubuhnya berkali-kali.

Kulitnya bahkan memerah karena gosokan tangannya, dan jari-jarinya mengeriput karena terlalu lama terkena air. Jimin menahan isakannya sekuat tenaga karena takut Jungkook menghampiri dan melecehkannya lagi.

15 menit dalam diam, Jimin akhirnya berhasil menapakkan kakinya disebuah rumah sederhana. Rumah dengan halaman kecil namun terlihat nyaman, ditumbuhi berbagai bunga serta pohon besar dengan kursi dan meja yang sengaja ditaruh disana. Terlihat nyaman, damai dan hangat. Kaki-kaki kecilnya yang masih bergetar lalu bergerak semakin mendekati teras rumah. Tanpa ada pagar, tapi anehnya rumah itu terlihat aman.

TING TONG

Jimin menanti dengan perasaan gelisah. Keringat dingin tidak pernah berhenti membasahi telapak tangannya. Sesekali giginya akan menggigiti bibir bawahnya. Benar-benar kentara jika pemuda itu dalam emosi yang hancur.

Cukup lama Jimin menanti jawaban dari pemilik rumah tersebut. Jemarinya bahkan tidak henti memencet bel rumah karena saking tidak sabaran.

TING TONG

"Iya! Tunggu!"

Kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia merasa tak aman. Seperti ada yang mengawasi dari kejauhan. "Kumohon!" Jimin hampir menangis karena pintu di depannya tak kunjung terbuka.

CKLEK

"Astaga!" Sang pemilik rumah terkejut dengan wajah ngantuknya begitu melihat Jimin berdiri tepat di depan pintunya. Sekilas, matanya memperhatikan penampilan Jimin dan alisnya langsung mengerut bingung. "Jimin? Apa yang kau lakukan? Ada apa dengan pakaianmu?"

Warm MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang