Lost: W H O ?

14.1K 1.3K 187
                                    

Seokjin menyambut tamu meski jam sudah menunjuk di angka 9 malam. Klinik kecilnya sudah tutup satu jam yang lalu. Tapi hal itu tidak berlaku untuk bocah yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri.

"Wah.." Seokjin melihat luka jahit yang ia berikan di bahu kiri Jungkook. "Kau benar-benar memiliki tubuh yang kuat, Jungkook!" Ujarnya dengan kekaguman yang luar biasa. "Kalau terus begini, kau akan pulih sebelum waktunya.."

Sementara itu, Jimin hanya mengamati di dekat pintu. Matanya tidak pernah lepas memperhatikan Jungkook yang hanya diam saat Seokjin memberikan antiseptik dan suntikan dilengannya. "Apa akhir-akhir ini kesehatan Jungkook sering naik turun?" Ia meremat mantel tebal milik Jungkook ketika pertanyaan Seokjin terdengar. Dokter itu tidak melihat kearahnya, tapi pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya.

"Ya.. Kesehatannya kadang menurun.." Ia menjawab seadanya, karena ia tidak terlalu tau tentang medis.

Seokjin mengangguk paham setelah mendengar jawaban Jimin. Dokter muda itu mengusap lengan berotot Jungkook dan menepuknya pelan. "Baiklah! Katakan apa yang kau butuhkan, Jungkook.." Tawarnya setelah menjauhkan alat suntik dari tubuh Jungkook.

Jungkook memakai kembali pakaiannya walau sedikit kesusahan. Matanya melirik Seokjin yang menyusun perlengkapan dokternya. "Aku ingin obat pereda nyeri." Ujarnya dengan tenang, membuat Seokjin menoleh sebentar melihat Jungkook.

"Obat nyeri?"

"Ya.."

"Astaga! Jangan bilang kalau kau memakai obat itu untuk menghilangkan rasa sakitmu?" Pekikan Seokjin langsung menggema tanpa bisa dicegah. Jungkook hanya mendesis dengan mata tertutup sementara Jimin sudah menjatuhkan tatapan terkejutnya.

"Katakan padaku sudah berapa banyak kau menyuntiknya?" Seokjin berjalan cepat mengambil stetoskopnya. Binar matanya terlihat begitu khawatir saat melihat wajah Jungkook. "Jangan bilang kalau kau sudah memakainya sejak lama?"

"Apa urusanmu?"

"Apa urusanku? Tentu saja urusanku!" Seokjin menjawab dengan penuh keberanian. Matanya melotot sementara tangan kanannya menampar kepala yang lebih muda. "Obat itu bukan obat yang bisa kau pakai sembarangan! Pemakaiannya juga memerlukan dosis, Jungkook!"

"Aku tidak peduli." Mendengar jawaban kelewat acuh dari Jungkook, Seokjin langsung terdiam. "Berikan saja obatnya. Punyaku sudah habis." Matanya tidak lepas melihat wajah pucat Jungkook. Tangan yang tadi terangkat memegang stetoskop, kini kembali turun tanpa minat.

Tidak ada yang menjawab. Seokjin tetap saja diam dengan ekspresi keras dan tatapan mata yang mencoba mempelajari ekspresi Jungkook. Keheningan melanda dan semakin menambah dinginnya malam. Jimin sendiri tidak tau harus bereaksi seperti apa. Meskipun begitu, matanya tidak lepas memperhatikan Jungkook.

Tiba-tiba, Seokjin terdengar menghela napas. Suaranya terdengar berat dan lelah, membuat Jimin mengernyit ditempatnya. "Baiklah, Jeon.. Aku tidak tau kalau kau akan terus memakainya.. Seharusnya aku tidak memberikannya kepadamu saat itu.. Tapi mulai sekarang, belajarlah menghadapi rasa sakitmu."

"Apa maksudmu?"

"Efek samping yang dihasilkan dari obat pereda nyeri itu tidak bisa kita abaikan, Jungkook.." Seokjin memberi tatapan seriusnya. "Kau tidak bisa memakainya terus menerus. Aku tau kau kesakitan, tapi kau harus menahannya. Kita bisa meredakannya dengan istirahat, atau memakai cara lama.."

"Aku tidak mau memberikannya padamu.." Final Seokjin. Kepalanya lalu menoleh melihat Jimin yang diam dengan kedua bahu menegang di dekat pintu. Sebuah senyum tiba-tiba terlihat meskipun lampu ruangan tidak begitu terang.

"Kau sudah memilikinya, Jungkook. Bahkan melebihi obat pereda nyeri itu sendiri.."

——
——

Warm MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang