Final Lost: It Takes Two To Tango

18.3K 1.3K 393
                                    

Entah sejak kapan mereka kembali ke dapur, dengan Jungkook yang duduk di salah satu kursi dan Jimin yang duduk manis di pangkuannya. Salah satu dari mereka kini tertunduk dengan rona pipi yang tidak bisa ditutupi begitu juga dengan rasa gugupnya yang setiap detik kian bertambah.

Jungkook tidak henti memandangi wajah Jimin meskipun helaian rambut menutupi wajah manis itu. Bola matanya yang tersiram cahaya lampu bersinar, memantulkan sosok Jimin yang begitu kecil dan cantik. Tidak ada yang tau seperti apa isi hati pemuda itu saat ini. Tapi meskipun begitu, ekspresinya yang lunak mampu dipahami oleh siapapun yang melihatnya.

Jeon Jungkook yang keras, berubah menjadi Jeon Jungkook yang lunak.

Mengetahui Jungkook yang terus menatapnya, membuat Jimin semakin dilanda gugup. Jantungnya sudah berpacu sangat cepat dan tangannya gemetar entah kenapa. Tapi yang pasti, ketika mutiara hitam milik Jungkook terlihat olehnya, rasa senang itu datang menghampirinya.

"Jimin," Suara Jungkook yang serak memanggil nama Jimin. Tangan kirinya lalu terangkat menggapai pipi gembul berwarna merah jambu itu untuk diusapnya perlahan. "Kau tau apa yang sudah kau katakan?"

Jimin tidak bisa mengeluarkan suaranya. Entah apa yang dimaksud Jungkook, Jimin sama sekali tidak menemukan kesalahan dalam kalimat yang diucapkannya sebelum ini. Ia hanya mengikuti hati dan pikirannya yang sejalan menyerukan nama Jungkook. Apa itu salah?

Jungkook tidak menerima jawaban apapun dari Jimin. Maka, dengan ekspresi dan emosi yang masih terkendali, Jungkook memaksa Jimin mendongak untuk melihat kedua matanya. Bola mata dengan warna coklat madu itu terlihat berbinar sayu, membuat hati Jungkook meletup cepat hingga mendesaknya. "Apa yang bisa kau lakukan saat kau ikut menerima penderitaanku?"

Mendengar pertanyaan lirih yang dilayangkan Jungkook, membuat Jimin sepenuhnya menatap mata Jungkook. Mulutnya memang tertutup rapat, tidak mengeluarkan suara sekecil apapun. Tapi tatapan matanya yang begitu teduh, membuat Jungkook tertegun.

Perlahan, Jimin membalas usapan tangan Jungkook pada pipinya. Ia menggapai pipi Jungkook yang terasa kasar lalu memberinya usapan lembut. Entah keberanian dari mana, Jimin mengatakan sesuatu yang membuat Jungkook terkejut saat itu juga.

"Izinkan aku menjadi rumahmu. Izinkan aku memelukmu. Dan izinkan aku mengobati lukamu.."

Jimin hanya mengikuti apa yang hatinya suarakan selama ini. Jimin hanya mengikuti detakan jantung serta sesuatu yang mendesaknya dari dalam. Matanya lalu turun melihat dada Jungkook. Pun dengan tangannya yang turun menyentuh dada Jungkook—merasakan detakan jantung pemuda dingin itu yang tidak tau kenapa terasa cepat dan mendebarkan. "Izinkan aku mengobatimu.."

Tidak ada yang menjawab permohonan Jimin. Jungkook tidak membuka suara tapi matanya melebar setelah mendengarnya.

SRET!

"Akh!"

Tiba-tiba, Jungkook mencengkram dagu Jimin dan mencekik lehernya. Binar matanya dipenuhi dengan tumpukan emosi yang selama ini ia pendam seorang diri. Rahangnya mengeras, giginya saling beradu di dalam sana. Napas Jungkook tersengal dan tatapannya yang tajam menusuk hingga ke hati Jimin.

"Tau apa kau?" Jimin terdiam melihat luka yang berusaha disimpan Jungkook dalam tatapan matanya. "Tau apa kau sampai berani mengatakannya?!"

Jungkook berteriak di akhir kalimat. Mengeluarkan semua emosinya hingga tanpa sadar ia meneteskan satu air mata yang masih membuat Jimin tertegun. Hatinya sakit dan terbakar. Ingatan masa kecilnya seperti dipaksa berputar memenuhi pikirannya. Ia kembali merasakan rasa sakit itu, dan kini, Jimin telah berhasil mengeluarkan seluruh luka yang disembunyikannya.

Warm MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang