Please! Enough!

11.6K 1.1K 170
                                    

Setelah kepergian Jungkook, YoonGi menyuruh Jimin beristirahat. Pemuda berkulit putih pucat itu menarik Jimin untuk duduk di sofa sementara dirinya mengambil makanan di dalam.

Jimin terdiam, melepas earphone dan kacamata hitamnya sementara pistol yang tadi digunakannya sudah disimpan YoonGi entah kemana. Helaan napas terdengar berat. Matanya menelisik ruangan yang tidak terlalu sempit ini.

Berantakan.

Itulah kesan pertama saat ia berhasil mempelajari seisi ruangan. Sedari awal kedatangannya, ia tidak mengamati ruangan ini dengan baik karena Jungkook selalu memotong dan tidak membiarkan dirinya melihat-lihat.

Tempat ini sungguh berantakan. Ada banyak bungkus snack kosong yang berserakan dimana-mana. Kaleng soda dan botol yang saling bertumpuk di dekat bak sampah, majalah-majalah yang tidak tersusun rapi di pojok ruangan, serta sarang laba-laba yang hinggap di setiap sudut langit-langit.

Kapan terakhir tempat ini dibersihkan?

"Maaf, tempat ini berantakan." Suara YoonGi tiba-tiba menginterupsinya. Jimin segera menoleh melihat YoonGi yang tengah menendang beberapa botol dan bungkus snack. "Aku tidak sempat membersihkannya karena Jungkook tidak mengatakan apapun kalau kalian akan ke sini.."

Jimin hanya tersenyum dan menjawab lirih. Tangan mungilnya menerima soda yang disodorkan YoonGi sebelum kembali mengamati ruangan ini. "Kau tidak ingin bertanya apapun?" YoonGi bertanya setelah melihat Jimin mengamati ruangan dengan kerutan kening. "Aku rasa, ada banyak pertanyaan dalam kepalamu.."

"Katakan saja. Mumpung si Jeon itu tidak ada di sini.."

Akhirnya, Jimin menyudahi acara menelitinya setelah YoonGi mengucapkan marga Jeon dalam kalimatnya. Ekspresinya blank untuk beberapa saat dan itu membuat YoonGi mendengus maklum. Perlahan, binar matanya berubah seiring dengan wajah manis Jimin yang terlihat ling lung. Sekali lagi, ia mendengus sebelum mengangkat tangan kirinya dan mengusap helai rambut Jimin.

Jimin sendiri sempat tersentak. Tubuhnya membeku saat tiba-tiba saja tangan YoonGi mengusap kepalanya dengan gerakan halus nan lembut. Lidahnya kelu dan detakan jantungnya berpacu seiring terlihatnya senyum tulus seorang Min YoonGi.

"Apa sakit? Tolong maafkan Jungkook. Dia memang seperti itu kalau sedang marah.." YoonGi berbisik sedih. Tatapannya sayu dan ia mulai menerawang jauh. "Aku hanya tidak menduga kalau Jungkook sudah sejauh ini padamu.. Dia terlalu kasar.."

Jimin terdiam mendengar bisikan YoonGi. Sebenarnya, kulit kepalanya masih terasa berdenyut-denyut setelah Jungkook menjambak kuat helai rambutnya. Ia tidak tau apa yang memuat Jungkook jadi se-marah itu, padahal, sebelum ini pemuda itu tidak menunjukkan emosi apapun.

Bibir bawahnya ia kulum sementara pikirannya kalut akan Jungkook. Hatinya masih sakit, terlebih saat Jungkook menjambaknya. Tapi apa boleh buat? Mungkin ini adalah proses. Jungkook butuh proses, dan dia tidak semudah itu menerima Jimin sebagai rumah barunya.

Semua butuh proses, bukan? Jungkook sudah bertahun-tahun hidup ditengah dinginnya dunia. Mengubah Jungkook yang kasar dan dingin menjadi Jungkook yang ramah dan ceria, tidak semudah membalik telapak tangan.

Jimin sudah berjanji akan menanggung rasa sakit itu. Meskipun akan menyakiti dirinya sendiri, tapi dia sudah berjanji akan tetap menarik tangan Jungkook, apapun kondisinya.

Sementara Jimin larut dalam lamunannya, YoonGi sudah menghabiskan dua kaleng cola miliknya. Hari ini, ia akui perutnya lebih sering menerima minuman bersoda ketimbang mengisinya dengan makan-makanan berat seperti nasi dan daging. Pekerjaannya menggunung setibanya ia di kantor. Ditambah, tenggat waktu pengumpulan laporan hanya sampai hari rabu depan. Mana mungkin berkas setinggi gunung itu akan rampung dalam waktu 4 hari? Padahal kesehatannya masih belum sepenuhnya pulih. Ia bahkan kabur dari rumah sakit karena sudah tidak betah berlama-lama di sana.

Warm MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang