Do You Remember?

8.8K 1K 145
                                    

Jimin menggigit bibir cemas. Kakinya terus berjalan gelisah mengitari ruang keluarga berukuran besar itu. Sesekali kepalanya menoleh melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Seharusnya ia menyadari sesuatu sejak pagi tadi. Jungkook sudah tidak ada saat dirinya menyiapkan sarapan jam enam pagi. Padahal pemuda itu selalu duduk di sofa dan menanti sarapan paginya sembari menonton TV. Jungkook juga selalu menunggunya dan mereka akan pergi ke sekolah bersama. Tapi pagi ini, saat ia bangun tidur, Jungkook sudah tidak ada, bahkan kamarnya terlihat sudah rapi.

Keberadaannya seperti hal tabu.

Selain itu, di sekolah tadi, Jungkook juga tidak terlihat. Waktu Jimin pergi ke kelas Jungkook dan menanyakan kepada salah satu siswa, siswa itu hanya menggeleng tidak tau. Jungkook merusak absennya hari ini.

Ia pikir, Jungkook sedang tidak ingin diganggu, atau sedang dalam masalah. Mengingat kemarin pemuda dingin itu sempat membentak dan melemparkan botol minuman ke arahnya. Tapi semua itu langsung sirna ketika YoonGi meneleponnya dan menanyakan keberadaan Jungkook. YoonGi bilang, hari ini seharusnya mereka bertemu. Dia juga sudah menyiapkan surat izin untuk Jungkook, tapi entah kenapa Jungkook susah dihubungi.

Kekhawatirannya semakin memuncak. Ia akhirnya mengatakan pada YoonGi kalau Jungkook sudah tidak ada sejak pagi tadi dan tidak masuk sekolah.

TOK TOK

Mendengar suara ketukan pintu dan pencetan bel yang tidak sabaran, Jimin segera sadar dari lamunan dan berjalan menuju pintu utama. Wajah kesal YoonGi adalah pemandangan pertama saat ia membukakan pintu untuk pemuda pucat itu.

"Mana Jeon sialan itu?" Napasnya memburu. Keringat sudah membanjiri hingga ke lehernya. Pemuda itu hanya mengenakan pakaian seadanya; kaos abu-abu polos, jaket denim dan celana jeans yang bahkan tidak terpasang apik. Rambutnya bahkan acak-acakan.

"D-Dia belum pulang.." Jimin mencicit takut yang mana langsung membuat YoonGi membulat terkejut. Mata sipitnya hanya melirik ragu begitu umpatan YoonGi terdengar frustasi.

"Apa kau sudah mencoba menghubunginya?" Pertanyaan yang lebih tua hanya dibalas anggukan lemah dari yang lebih muda. Sekali lagi, YoonGi mengumpat dan mendengus lelah. Handphone yang tidak pernah lepas dari genggamannya ia gunakan untuk mendial nomor Jungkook. Ngomong-ngomong, ini adalah kali kesekian ia mencoba menghubungi si Jeon fucking itu. Sejak pagi, perasaannya tidak enak. Bukan, bukan sejak pagi, melainkan sejak kemarin, setelah mereka bertemu Minhyun.

"Kalau sampai aku bertemu dengannya nanti, aku akan memukulnya!" Jimin terdiam melihat YoonGi mendesah sembari menelepon seseorang. Tidak ada yang dikatakannya karena ia memang tidak mengetahui apapun. Apa ada masalah?

"Hyung,"

"Hm?"

Jimin menumpuk tangannya dan saling memberi remasan. Wajahnya berubah kaku seperti mempertimbangkan sesuatu. "Aku—Aku tidak tau apapun.. Tapi, kemarin Jungkook pulang dalam keadaan marah.." Ujarnya pelan. Matanya melirik YoonGi yang juga melirik dirinya. "Setelah aku pulang kemarin.. Apa sesuatu sudah terjadi?"

Awalnya YoonGi tidak mengatakan apapun selain diam memandang si mungil. Mulutnya terkunci rapat. selain itu ia juga sudah terlanjur berjanji tidak akan mengatakan apapun tentang pertemuan mereka kemarin. Tapi begitu ia menemukan raut kekhawatiran Jimin, entah kenapa semuanya terasa salah dan ia harus memberitahu sesuatu pada bocah itu.

Akhirnya, pemuda pucat itu mendesah keras. Kedua matanya tertutup—mencari kalimat yang pas untuk dikatakan pada Jimin. "Ya. Memang terjadi sesuatu." Jawabnya kemudian. "Sesuatu yang benar-benar mempermainkan kami."

Warm MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang